BAGI perusahaan pelayaran samudra (international liner service, ILS), masa suram 1983 tampaknya akan terulang pada hari-hari sulit tahun ini. Perkiraan kurang menggembirakan itu dikemukakan Edwin Laluyan, presiden direktur Djasagetri, gabungan perusahaan Djakarta Llyod, Samudera Indonesia Gesuri, dan Trikora Llyod, awal pekan ini. Sebagai operator sembilan kapal gabungan, yang rata-rata punya bobot mati 17.000 ton, Laluyan melihat bahwa kebangkitan ekonomi di Eropa belum akan mantap terjadi tahun ini. Di masa sulit tahun lalu, katanya kapal milik perusahaan Eropa setiap kali bertolak ke Indonesia mampu mengangkut 17.600 ton muatan, sementara kapal Indonesia hanya mengangkut 8.000 ton setiap kali berangkat ke Eropa. Ketidakseimbangan juga terjadi untuk trayek ke Jepang dan AS. Tahun lalu angkutan umum ke Jepang, kecuali minyak dan gas, mencapai 450.000 ton, tetapi masih disangsikan apakah tahun ini bakal bisa meraih angka 300.000 ton. Sebaliknya, muatan dari Jepang, yang diangkut pelayaran nasional pada 1983, turun 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Keadaan lebih parah terjadi untuk trayek pelayaran ke AS, "Kami merasa berat harus bersaing dengan kapal-kapal asing yang sepenuhnya menggunakan sistem peti kemas, dan sempurna dalam penanganan muatannya," ujar Laluyan, yang pernah menangani pelayaran di AS ketika menjadi direktur muda di PT Samudera Indonesia. Loyonya pelayaran nasiona bersaing dengan pihak asing in tentu saja cukup mengherankan, mengingat bantuan pemerintah sudah cukup besar. Seharusnya cukup ruang gerak, sesudah pemerintah secara sepihak - dengan Keppres No. 18 tahun 1982 - mengharuskan semua muatan barang ekspor dan impor milik pemerintah Indonesia diangkut kapal Indonesia. Pemerintah Jepang dan AS tercatat paling gencar memprotes beleid itu, mengingat sebagian besar barang modal mereka yang diberikan dalam kaitan kredit ekspor untuk Indonesia diangkut perusahaan pelayaran nasional mereka. Konflik tajam bahkan pernah terjadi ketika, pada pertengahan Februari 1983, kapal Mago I milik Tokyo Senpaku Kaisha, Jepang, dilarang lego jangkar di Pelabuhan Semarang. Kapal yang mengangkut pilar baja milik pemerintah Indonesia, yang dibeli dengan bantuan Dana Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri Jepang untuk pembangunan Pelabuhan Semarang itu, dianggap melanggar Keppres No. 18. Dalam menghadapi protes itu, sekretaris Ditjen Perhubungan Laut, J.E. Habibie, kelihatan paling gigih menangkis. "Kalau saya membeli sesuatu dari Anda, saya tentu ingin mengangkutnya dengan kapal sendiri ke rumah. Apakah ada yang salah cara itu?" tanya Habibie. Dalam situasi serba suram itu, Adil Nurimba, presiden direktur Gesuri Llyod, beranggapan bahwa "di bidang pelayaran internasional perusahaan Indonesia sesungguhnya tidak melakukan tindakan tercela." Dalam wawancara untuk koran The Asian Wall Street Jornal, Desember 1983, Adil Nurimba menunjuk pada naiknya porsi muatan yang diangkut pelayaran nasional. Antara 1978 dan 1981, katanya, pengangkutan oleh kapal Indonesia sahamnya naik dari 27,2%, jadi 30,2%, dari seluruh total muatan dunia. Sedang jumlah tonase kapal, yang melayar trayek reguler dan nonreguler (trampers) pada periode itu, tumbuh dengan 45%. Tahun lalu, jumlah armada untuk angkutan umum tercatat 61 kapal (dengan bobot mati 807.00C ton), dan l77 kapal khusus (dengan bobot mati 2,89 juta ton). Keadaan lebih runyam ternyata harus di hadapi pelayaran nusantara, yang berkekuatan 362 kapal (420.000 ton). Perang potongan tarif terjadi hebat di sini (lihat box). Tapi di tengah suasana kelebihan ruangan kapal tahun lalu itu, kapal samudra yang melayani trayek tak tetap, menurut seorang pengusaha, paling banyak menikmati keuntungan. Kapal untuk kegiatan ini biasanya bisa singgah di setiap pelabuhan karena tak punya jalur pelayaran tetap. Untuk kepentingan pelayaran macam ini, Gesuri mengoperasikan lebih dari tiga kapal curah yang, antara lain, digunakan untuk mengangkut gandum 300.000 ton dari Australia ke Timur Tengah. Perusahaan pelayaran milik Adil Nurimba ini juga akan mengangkut soda abu dan gandum, masing-masing 150.000 ton dan 300.000 ton, dari Amerika Utara ke sini. Menurut Karel Maliangkey, manajer umum Gesuri, perusahaan pelayaran itu juga sedang berusaha merebut tender untuk mengangkut satu juta ton batu bara dari Inggris ke Yunani. Pendeknya. angkutan untuk kapal curah tak akan kurang tahun ini. Dengan mengoperaslkan kapal-kapal di jalur tidak tetap itu (tramping), kata Maliangkey lagi, Gesuri masih bisa memetik keuntungan. "Kalau toh rugi, ya tidak terlalu banyak," tambahnya. Dengan kebijaksanaan seperti itu, di masa resesi 1982-1983, Gesuri tetap bisa berada di atas angin. Secara keseluruhan, perusahaan ini memiliki 39 kapal, termasuk 10 yang milik sendiri. Karena alasan kurang menguntungkan, hanya sedikit saja yang diturunkan untuk pelayaran reguler, sedang sebagian besar untuk nonreguler. Pelayaran tanpa trayek tetap ke Amerika kata Malingkey, kini mulai menarik, terutama, sesudah dolar mulai menguat dan ekonomi negeri itu mulai membaik. "Muatan dari sana kini hampir selalu ada," katanya. Tapi beberapa kalangan khawatir, iklim pasang bagi pelayaran tanpa trayek tetap ini akan usai, jika ekonomi di Indonesia dan juga Eropa mulai membaik. Dan itu berarti hilangnya kesempatan bagi pengusaha untuk mengganti kapal-kapal tua tadi dengan kapal baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini