MICK Jagger tak hanya mengentak Stadion Utama Senayan. Penyanyi bermulut dower itu, Jumat siang pekan lalu, muncul bersama Menteri Akbar Tanjung, untuk melepas peserta Tour d'ISSI di pelataran kantor Menpora, Senayan. Tak pelak lagi, ribuan penonton menjejali sekitar garis start di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan. Tentu saja bintang asal Inggris itulah yang dielu-elukan ketimbang pembalap yang cuma terbengong-bengong melihat Jagger ikut-ikutan meneriakkan yel "Merdeka". Begitu pistol start di tangan Menpora menyalak, 136 pembalap dari 23 provinsi segera melesat meninggalkan hiruk-pikuk para fans Jagger. Mereka akan berlomba selama 9 hari menempuh jarak 965 km menuju Surabaya yang terbagi atas 8 tahapan -- melalui Sukabumi, Bandung, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Solo, dan Madiun. Belum separuh tahapan I ditempuh -- rute Jakarta-Sukabumi yang jaraknya 107 km itu -- hujan deras mengguyur di sekitar Semplak, Bogor. Terpaan air hujan yang keras itu menimbulkan rasa perih di kulit pembalap. Belum lagi pandangan ke depan yang terhalang, serta licinnya jalan yang menimbulkan kesulitan. Betul saja. Tiba-tiba, "Bruuuk." Lebih dari 15 pembalap bergelimpangan akibat tubrukan beruntun. Tak kurang dari pembalap favorit seperti Ian Tanujaya (DKI-Jaya) Puspita Mustika (Ja-Tim), dan Rony Yahya (Ja-Bar), harus tersungkur mencium aspal. Yang lebih sial lagi, Ian selain harus kehilangan sepatunya juga diangkut mobil tim penyapu, karena tercecer terlalu jauh. Pembalap Kal-Tim, Wiratno, mengambil manfaat dari kecelakaan itu. Ia kemudian melesat sendirian setelah melewati kota Cibadak -- atau sekitar 18 km menjelang finis. Bujangan berusia 28 tahun itu menyentuh garis akhir paling awal. Prestasinya itu sekaligus membungkam sesumbar pembalap-pembalap Ja-Bar yang berambisi keras mempertahankan gelar juara umum Tour d'ISSI 1986. Memang, tak satu pun pembalap Ja-Bar mampu menempati posisi elite 10 besar di tahapan I. Di atas kertas, tahapan I memang seharusnya menjadi milik tim Parahyangan. Selain sudah mengenal medan, mereka juga memiliki jago-jago balap di tanjakan. "Tapi kondisi jalan waktu itu sangat licin karena hujan," tutur Rony Yahya, pembalap andalan Ja-Bar. Kekalahan tim Ja-Bar akhirnya ditebus pada hari berikutnya, pada tahapan II Sukabumi-Bandung. Hanya 7 km selepas start, empat pembalap Ja-Bar -- Yusuf Kibar, Hery Akhmad, Robby, dan Ronny Yahya -- sudah meninggalkan lawan-lawannya. Ronny akhirnya mampu menyelamatkan pamor sang juara bertahan dengan memenangkan tahapan ini. Pada tahapan III Bandung-Cirebon giliran pembalap DKI yang berjaya. Henry Setiawan memulai debutnya dengan gemilang dan menjadi orang pertama yang tiba di Kota Udang itu. Ja-Tim juga tak mau kalah. Pembalapnya Puspita Mustika, akhirnya mampu menaikkan gengsi regunya dengan memenangkan tahapan IV dari Cirebon ke Pekalongan, yang berakhir Senin sore, pekan ini. Hasil sementara klasemen umum beregu sampai berakhirnya tahapan IV, regu Ja-Tim unggul dengan selisih waktu sekitar 2 menit dari Kal-Bar. Sedangkan Lampung, yang tertinggal hanya 1,34 detik dari Kal-Bar, menguntit di belakangnya. DKI menduduki peringkat IV, diikuti Ja-Bar. Ini memperlihatkan betapa sengitnya persaingan yang ada. Acara lomba menggenjot sepeda ini semakin dramatis karena berlangsung pada saat musim hujan. Hampir setiap hari perlombaan selalu diguyur hujan dan diwarnai dengan kecelakaan karena licinnya jalan. Sekalipun persaingan sengit, tak semua peserta punya ambisi jadi juara. Setidaknya dua pendatang baru, tim dari Provinsi Irian Jaya dan Timor Timur, masih mencari-cari pengalaman. "Kami tak punya target. Cuma ingin mengukur kemampuan saja," tutur pelatih regu Tim-Tim, Emon Suherman. Memang kejuaraan ini juga menjadi ajang babak kualifikasi PON XII. Itu sebabnya provinsi yang memiliki pengurus daerah yang menjadi anggota PB ISSI mengirimkan wakil-wakilnya. Maklum, mereka takut tak kebagian jatah di pesta olahraga nasional yang akan berlangsung tahun depan. Hura-hura penyelenggaraan balap sepeda ini menghabiskan ongkos Rp 200 juta, yang sepenuhnya ditanggung sponsor. "PB ISSI mana punya duit," ujar Ketua Umum Harry Sapto. Biaya itu digunakan untuk membiayai akomodasi seluruh tim sejak dari Jakarta hingga Surabaya. Menurut Harry, PB ISSI punya segudang pembalap berbakat. Untuk nomor jalan raya, setidaknya ada sekitar 50 pembalap tangguh. Mereka memiliki kecepatan rata-rata 50 km/jam. Usianya pun berkisar 17-25 tahun. "Kalau terus begini, dalam dua tahun kita sudah mampu mengirim pembalap ke Tour de France," ujar Harry. Tri Budianto Soekarno (Jakarta), Riza Sofyat (Bandung), Bandelan Amarudin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini