Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perempatfinal kali ini, selain menyimpan kejutan, seperti bertemunya juara tujuh kali Piala Champions, Real Madrid, dengan juara bertahan Manchester United (MU), juga menyisakan ironi. Italia, misalnya, beruntung masih menyisakan Lazio. Bila Lazio gagal seperti Fiorentina, klaim Italia sebagai negara dengan liga terbaik di dunia perlu digugat. Soalnya, empat wakil Italia di ajang Piala UEFA pun sudah bablas lebih dulu.
Sebaliknya Spanyol, yang mampu meloloskan tiga wakilnya. Tapi Barcelonalah yang paling konsisten. Sedangkan Inggris tampil dengan dua klub, MU dan Chelsea. Tantangan untuk MU tahun ini lebih berat dari tahun lalu. Posisinya sebagai juara bertahan membuat semua lawan punya motivasi lebih. Bayern Muenchen, yang tahun lalu ditekuk MU di final, menjadi wakil tunggal Jerman, seperti Porto untuk Portugal.
Juara sejati memang baru akan ketahuan 24 Mei mendatang. Namun, tiga klub yang paling diunggulkan adalah Barcelona, Muenchen, dan MU. Berikut ini profil klub yang masuk delapan besar Piala Champions.
Barcelona (Spanyol)
Berdiri: 1899
Markas: Nou Camp
Pelatih: Louis van Gaal
Pemain kunci: Guardiola, Cocu, Rivaldo, Luis Figo, Patrick Kluivert
Prestasi terbaik di Champions: Juara tahun 1992
Barcelona adalah klub Belanda terkuat saat ini. Lo, kok bisa? Jangan heran, itu cuma joke yang populer sejak Louis van Gaal menukangi klub kebanggaan warga Catalan ini, tiga tahun lalu. Tak bisa disangkal, Van Gaal memang "primordial". Buktinya, bekas pelatih klub Ajax ini memboyong delapan pemain asal negaranya. Padahal, pemain asli Catalan sendiri cuma enam orang. Namun, pembelian ini tak sia-sia karena dua tahun terakhir La Liga menjadi milik Barcelona.
Sekalipun pemain asal Bumi Kincir Angin mendominasi, jiwa Barcelona tetap terletak pada Joseph Guardiola, pemain senior produk asli klub ini. Guardiola bergabung sejak 1984, saat masih berusia 13 tahun, bermain di tim remaja Barca. Ia memulai debutnya di tim senior pada 1990, saat klub ini masih ditangani Johan Cruyff. Sejak saat itu, posisinya sebagai playmaker tak tergoyahkan. Pemain lain yang besar pengaruhnya adalah Luis Figo, kapten kedua, yang berasal dari Portugal, dan gelandang serang asal Brasil, Rivaldo, yang memboyong penghargaan sebagai pemain terbaik dunia tahun 1999.
Di pasar taruhan, Barca diunggulkan di tempat pertama. Asalkan klub ini tidak lengah menjaga pertahanan karena keasyikan menyerang, bukan tidak mungkin trofi tertinggi akan jatuh ke Barcelona.
Manchester United (Inggris)
Berdiri: 1899
Markas: Old Traffod
Pelatih: Alex Ferguson
Pemain kunci: Jaap Stam, Roy Keane, David Beckham, Ryan Giggs, Andy Cole
Prestasi terbaik di Champions: Juara 1968 dan 1999
Tiga gelar di Eropa dan satu piala antarbenua dijaring MU tahun lalu. Tahun ini? Tampaknya, "Red Devils" harus menempuh jalan mendaki bila ingin mempertahankan gelarnya. Siapa lawan yang tak ingin menekuk klub sebesar MU? Apalagi saat ini MU punya kelemahan yang cukup serius di lini belakang. Selain palang pintu Jaap Stam, pemain belakang MU kurang konsisten. Berkali-kali mereka melakukan back pass yang membahayakan. Sudah begitu, kiper Mark Bosnich belum bisa memberikan rasa aman sebagaimana halnya Peter Schmeichel, yang digantikannya.
Namun, MU tetap difavoritkan. Soalnya, klub ini masih punya determinasi "gila" yang menyebabkannya sangat berjaya. Berikan dua menit kelonggaran untuk pemain MU, maka lawan akan mencicipi "neraka". Mereka sudah membuktikannya saat mencuri kemenangan dari Muenchen saat injury time dalam final tahun lalu.
Bayern Muenchen (Jerman)
Berdiri: 1900
Markas: Olimpiade Muenchen
Pelatih: Ottmar Hitzfeld
Pemain kunci: Oliver Kahn, Steffen Effenberg, Giovani Elber
Prestasi terbaik di Champions: Juara tahun 1974, 1975, dan 1976
Klub ini tentu tak ingin mengulangi mimpi buruknya tahun lalu. Bila Muenchen bisa mempertahankan permainannya seperti saat menggulung Madrid, tempat di final adalah hasil wajar. Nilai lebih dari klub ini adalah konsistensinya dalam kompetisi Bundesliga. Faktor Hitzfeld sebagai pelatih adalah kunci kebangkitan Muenchen di akhir abad ini. Pelatih yang mengantarkan Dortmund merebut Piala Champions pada 1997 ini memang jenius dalam strategi.
Perekrutan Effenberg juga menjadi faktor penting. Peran pemain kontroversial ini sebagai motor serangan memang layak mendapat pujian. Apalagi ia kini tak lagi meledak-ledak seperti dulu. Sayangnya, awak lainnya masih punya hobi berulah. Tak mengherankan bila klub ini mendapat julukan "FC Hollywood" karena berita sensasi yang nyaris tanpa henti. Satu hal yang patut disesalkan adalah mundurnya si gaek Lothar Matthaeus dalam perjalanan Muenchen kali ini.
Lazio (Italia)
Berdiri: 1900
Markas: Olimpico Roma
Pelatih: Sven Goran Eriksson
Pemain kunci: Alesandro Nesta, Sinisa Mihajlovic, Juan Veron, Pavel Nedved
Prestasi terbaik di Champions: Perempatfinalis tahun ini.
Kelelahan adalah biang prestasi Lazio yang mirip roller coaster musim ini. Sekalipun Eriksson melakukan skema turn-over alias memasang pemain yang berbeda-beda tiap pertandingan, tetap saja klub ini tampil loyo dalam beberapa pertandingan. Masalahnya, Lazio berlaga di tiga ajang sekaligus. Sialnya, kelemahan ini juga muncul dalam pertandingan di Seri A, yang seharusnya mereka menangi karena lawan lebih lemah. Walhasil, Lazio harus mulai melepas mimpinya dalam perebutan gelar Seri A. Prioritas di Piala Champions kini terasa lebih realistis.
Sekalipun begitu, jalan terjal dipastikan menanti Lazio. Bila Lazio mampu menampilkan permainan terbaiknya, posisi empat besar rasanya tak berlebihan.
Real Madrid (Spanyol)
Berdiri: 1902
Markas: San Bernabeu
Pelatih: Del Bosque
Pemain kunci: Hierro, Redondo, Roberto Carlos, Raul
Prestasi terbaik di Champions: 7 kali juara (1956, 1957, 1958, 1959, 1960, 1966, dan 1998)
Untuk urusan sejarah, Real Madrid memang yang terbaik di ajang Piala Champions. Bahkan, karena Madrid lima kali berturut-turut memenanginya, piala yang asli menjadi milik klub ini. Namun, melihat kondisi Madrid saat ini, lolos ke delapan besar saja sudah hasil yang bagus. Dua kali dipecundangi Muenchen adalah contoh nyata rapuhnya pertahanan Madrid. Kelabilan Madrid juga tercermin pada prestasinya di La Liga tahun ini.
Buruknya permainan tim ini bersumber pada suasana keruh sepanjang musim: mulai presiden klub Lorenzo Sanz yang gemar turut campur, pelatih yang berganti-ganti, serta penjualan dan pembelian pemain yang tak tepat. Pelepasan Clarence Seedorf ke Inter Milan membuat lini tengah Madrid limbung. Sementara itu, pembelian Nicholas Anelka dan Steve McManaman tak menjadikan Madrid makin garang di depan. Beruntung, Madrid masih punya Raul, yang sering mendatangkan keajaiban.
Chelsea (Inggris)
Berdiri: 1905
Markas: Stamford Bridge
Pelatih: Gianluca Vialli
Pemain kunci: Frank Leboeuf, Dennis Wise, Gustavo Poyet, Gianfranco Zola
Prestasi terbaik di Champions: Perempatfinalis musim ini.
Sebagai pemain, Vialli sudah pernah merasakan pahit-manisnya berlaga di ajang Piala Champions. Saat memperkuat Sampdoria, ia hanya bisa menggigit jari ketika klubnya dibuat keok Barcelona pada final tahun 1992. Sebaliknya, ia pun pernah berjaya membawa Juventus menekuk Ajax pada final tahun 1996. Tentu, kenangan yang terakhirlah yang hendak ia tularkan kepada para pemainnya. Sekalipun hanya berposisi runner-up di bawah Lazio dalam penyisihan babak kedua, "The Blues" tak bisa disepelekan. MU saja pernah dibuat malu dengan kekalahan telak lima gol tanpa balas musim ini.
Materi klub Kota London ini memang yahud. Tengok saja, pemain berbakat dari berbagai negara tumplek di sini. Di sisi lain, hal ini juga barangkali yang mengurangi nilai Chelsea sebagai wakil Inggris bila akhirnya meraih prestasi tertinggi.
Valencia (Spanyol)
Berdiri: 1919
Markas: Camp de Mestalla
Pelatih: Hector Cuper
Pemain kunci: Mendietta, Kily Gonzalez, Claudio Lopez, Adrian Ilie
Prestasi terbaik di Champions: Perempatfinalis tahun ini.
Mengawali musim dengan sekian kekalahan, Valencia akhirnya berhasil menebusnya. Pelatih Hector Cuper, yang semula diragukan para pendukung klubnya, kini berhasil mengantar klub berjulukan "Kelelawar" ini ke papan atas liga sekaligus menembus delapan besar Piala Champions. Kunci sukses Valencia adalah organisasi permainan yang rapi.
Bila main di kandang, Valencia bisa sangat mengerikan. Klub sebesar Muenchen pun bisa dilipat di sini. Sayangnya, saat main tandang, Claudio Lopez dan kawan-kawan seakan kehilangan taji. Namun, bukan tidak mungkin Valencia membuat kejutan.
Porto (Portugal)
Berdiri: 1893
Markas: Estadio das Antas
Pelatih: Fernando Santos
Pemain kunci: Vitor Baia, Jorge Costa, Mario Jardel
Prestasi terbaik di Champions: Juara tahun 1987
Klub ini bisa menjadi kuda hitam. Prestasinya mendominasi Liga Portugal dalam lima tahun terakhir adalah bukti nyata ketangguhan Porto. Kunci suksesnya adalah permainan cepat dengan serangan balik yang mengejutkan. Ujung tombak asal Brasil, Mario Jardel, yang ketajamannya tak perlu diragukan lagi, adalah mesin gol Porto. Jardel telah mengemas delapan gol dalam ajang Piala Champions tahun ini. Namun, peluang Porto tergolong berat untuk maju terus. Sekalipun begitu, mereka pernah punya sejarah indah ketika menjadi juara pada 1987. Pahlawannya saat itu adalah Rabah Madjer asal Aljazair.
Yusi A. Pareanom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo