Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penciutan yang tidak tanggung-tanggung. Tubuh tambun Sekretariat Negara, yang sebelumnya berkaryawan 4.000 orang, akan dibikin singset hanya dengan 500-an karyawan. Tentu tidak dilakukan dengan pemutusan hubungan kerja alias pemecatan tiba-tiba. Proyek "susut perut" ini akan dilakukan secara bertahap dan memakan waktu paling tidak dua tahun.
Tahap awal perombakan telah dilakukan. Sebanyak 1.600 karyawan Setneg yang sebelumnya dititipkan oleh berbagai kementerian telah dikembalikan ke menterinya masing-masing. Sisanya, sebanyak 2.400 orang yang kini berkantor di kompleks Istana Negara Jakarta, Istana Bogor, Istana Cipanas, dan Istana Tampak Siring Bali itulah yang kini sedang ditata ulang.
Format perampingan sendiri tampaknya akan mengikuti formasi lima sekretaris yang telah dibentuk Presiden Abdurrahman. Kelimanya adalah Sekretaris Negara, Sekretaris Presiden, Sekretaris Pengendalian Pemerintahan, Sekretaris Kabinet, dan Sekretaris Militer. Tiap sekretaris, kecuali Sekretaris Militer yang memiliki format organisasi sendiri, nantinya akan dibantu oleh 100 hingga 125 orang staf saja. Untuk mencapai target ini, kini Bondan telah membentuk tim yang disebut Kelompok Kerja Penataan Kembali Organisasi Sekretariat Negara, Sekretariat Pengendalian Pemerintahan, Sekretariat Kabinet, dan Sekretariat Presiden, atau biasa diringkas Pokja Restrukturisasi. Tim ini telah bekerja mulai 1 Maret lalu sampai akhir bulan ini.
Diharapkan, setelah dua tahun Setneg akan tampil baru: ringkes, efisien, bersih,dan berwibawa. Ini bukan soal gampang. Di era sebelumnya lembaga ini dikenal gemuk, berkuasa, dan birokratis. Fungsinya tidak cuma meladeni keperluan presiden tapi juga menjadi alat kekuasan, termasuk dalam menghimpun dana politik. Di lembaga inilah, ketika itu, proyek-proyek besar harus mendapat persetujuan sebelum bisa di-acc presiden. Bahkan undang-undang juga tidak bisa lolos tanpa "sensor" Setneg. Sementara itu, supervisi atas kinerja lembaga yang menjadi power center ini hampir tak ada. Maka, jangan heran jika di era Orde Baru institusi ini menjadi salah satu sarang terjadinya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Bondan sedang bersih-bersih? Begitulah kesan yang muncul. Selain sibuk memutasikan banyak pejabat yang cuma nyantol tanpa kecakapan yang cukup, Bondan agaknya juga ingin mengurangi populasi kaum pencuri. Maklum, lembaga ini rupanya kerap kemalingan aset karena pengawasan yang lemah. Sudah jamak didengar bahwa mobil inventaris kantor atau tanah milik Setneg lenyap tanpa keterangan yang jelas. Salah satunya adalah tanah Setneg yang kini ditempati Gedung Manggala Wanabhakti. Dulu tanah itu memang dipinjamkan Setneg ke Departemen Kehutanan. Lalu Yayasan Departemen Kehutanan membangun gedung departemen dan belakangan memungut sewa dari departemen yang kini dipimpin Nurmahmudi Ismail tersebut. "Yayasan telah menjadi profit center. Lalu apa kompensasi yayasan (kepada Setneg)?" kata Bondan.
Kegiatan bersih-bersih ini ini tentu menimbulkan kegelisahan di kalangan karyawan Setneg. Bukan apa-apa, meski tidak ada PHK, dipastikan beberapa pos penting akan lenyap dengan restrukturisasi ini. Pos yang kini kerap disebut akan hilang adalah bidang Organisasi Kekuatan Sosial Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, yang dulu bertugas mengawasi aktivitas partai politik dan organisasi massa.
Agar hasil restrukturisasi ini tidak mudah diubah di kemudian hari, Bondan sedang mempersiapkan Undang-Undang Organisasi Sekretariat Negara sebagai tameng hukum. Ia berjanji akan menjadikan Setneg sebagai lembaga yang menjadi puncak karir pegawai negeri. Jadi, pegawai yang berprestasi dari departemen lain bisa mencapai puncak prestasinya dengan bekerja di Setneg. "Harapan saya kelak Setneg akan menjadi lembaga yang anggun dan senantiasa berkesinambungan kendati pemerintahan terus berganti," kata Bondan kepada wartawan TEMPO Tiarma Siboro.
Arif Zulkifli, Arif A. Kuswardono, Setiyardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo