Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Minumlah air hangat

Pp kori disponsori ioc mengadakan kursus kesehatan olah raga di jakarta. dihadiri wakil-wakil dari 7 negara. membahas berbagai metode kesehatan olahragawan. untuk meningkatkan prestasi.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYARIS tanpa publikasi, minggu lalu 6-11 Juli 1987 -- di Hotel Hilton, Jakarta, diselenggarakan Jakarta Continental Sports Medicine Course. Kursus mengenai kesehatan olah raga yang diadakan oleh Perhimpunan Pembina Kesehatan Olah Raga Indonesia PP KORI) disponsori International Olympic Committee (IOC) melalui Olympic Committee Asia (OCA). Hadir dalam kursus selama enam hari ini tujuh wakil dari negara Asean (kecuali Brunei), Pakistan, Hong Kong, dan Irak. Sedangkan tuan rumah diwakili oleh 18 orang dokter yang masing-masing berdomisili di 18 cabang PP KORI di seluruh Indonesia. "Sehingga, nantinya diharapkan mereka blsa mempraktekkan ilmunya dalam membantu pembinaan olah raga di daerah," tutur dr. Sadoso Sumosardjuno, Ketua PP KORI. Pembicara tamu yang dikirimkan oleh IOC dalam kursus Kesehatan Olah Raga ini tokoh-tokoh beken, antara lain Prof. Dr. Dicter Boehmer dari Jerman Barat, Dr. C.R. van den Hoogenband dari Belanda, serta Prof. Dr. Antonio Dal Monte dari Italia. Ada juga sejumlah pembicara dari Indonesia, seperti Prof. Dr. Singgih Gunarsa, Prof. Dr. Sutarman, dan Dr. Chehab R. Hilmy. Kursus yang disponsori IOC ini yang pertama kali diadakan di Indonesia. Banyak hal baru dan menarik yang dibicarakan dalam kursus itu. Misalnya C.R. van den Hoogenband mengemukakan, ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan cedera olah raga, di antaranya cara hidup seorang atlet. Menurut Hoogenband, kebiasaan dan cara hidup atlet sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi. "Saya selalu menganjurkan atlet untuk minurr. air hangat sebelum maupun setelah berlatih dan melarang minum air dingin. Lebih-lebih lagi kalau minum Coca-Cola atau sejenisnya, karena itu tidak baik untuk kesehatan mereka," kata staf ahli Departemen Bedah dan Traumatologi di RS St. Anna-Geldrop, Belanda, ini. Dia menjelaskan dalam olah raga amatir maupun profesional, cedera olah raga merupakan ancaman yang serius. Ternyata, hampir 50% cedera itu terjadi pada organ tubuh bagian bawah, terutama bagian lutut dan persendian kaki. Dalam kursus ini Hoogenband memperkenalkan beberapa metode membalut bagian di sekitar persendian lutut dan pergelangan kaki atau lebih dikenal dengan sebutan Taping dan Strrapping. Metode yang diperkenalkan oleh Hoogenband itu, kata Sadoso, lebih sempurna dibandingkan metode yang pernah dipelajarinya sebelumnya. "Cara membalut yang benar sangat berguna dalam membantu atlet untuk mengatasi cedera kaki sewaktu melakukan latihan. Sehingga atlet yang bersangkutan bisa berlatih keras kembali," ujar Sadoso. Contohnya, bagaimana Icuk Sugiarto dengan kaki terkilir dan bengkak masih mampu masuk final di All England 1987, setelah dibalut oleh pelatihnya, Tong Sin lu. Dicter Boehmer menjelaskan masalah pentingnya pemanduan bakat (talent scouting) didasarkan kepada metode ilmiah. Antara lain dengan melakukan pengukuran terhadap semua komponen tubuh yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi, yang dikenal sebagai Antropometri. "Dengan melakukan hal ini atlet-atlet yang terjaring akan lebih terlihat bakat-bakatnya," kata Boehmer. Pemanduan bakat secara ilmiah seperti dianjurkan Boehmer itu belum pernah diterapkan di Indonesia. "Pemanduan bakat yang dilakukan hanya terbatas pada penampilan calon atlet sewaktu di lapangan saja," kata Sadoso. Boehmer juga mengungkapkan metabolisme zat besi pada olah raga. Ia menerangkan, bagaimana fungsi zat besi dalam pembentukan Hemoglobin (Hb) dalam darah, yang berguna bagi pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh. Tinggi rendahnya nilai Hb seorang atlet menunjukkan kemampuan aerobik dan anaerobik serta cepat lambatnya pemulihan kembali (recovety) seorang atlet. Hb yang normal, menurut Sadoso, cukup berkisar antara 15 dan 16 saja, jangan diforsir terlalu tinggi. Sebab, semakin tinggi nilainya semakin tinggi kekentalan darah. "Dan ini kurang banyak dimengerti oleh pelatih-pelatih, terutama di daerah," tambah Sadoso. Makalah yang dikemukakan oleh Antonio Dal Monte mengenai masalah Biomechani-s. Dijelaskannya, dalam melakukan latihan olah raga pelatih harus mengetahui kemampuan aerobik dan anaerobik atlet asuhannya. Sehingga, program latihan yang diberikan bisa disesuaikan dengan kebutuhannya. Contohnya, pemain sepak bola mempunyai kemampuan aerobik 60% dan anaerobik 40%. Dari perbandingan kedua angka itu pelatih akan mengetahui latihan apa yang harus diberikan. "Sehingga latihan yang dilakukan lebih efisien, dan mencukupi kebutuhan," ujar Dal Monte yang dikenal sebagai pencetus ide pembuatan sepeda balap aerodinamik ini. Menurut Sadoso, kursusini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan prestasi olah raga di Indonesia dan negara Asia lainnya, mengingat masih langkanya tenaga medis yang ahli di bidang kesehatan olah raga ini. Hal senada juga dikemukakan oleh Dr. Suharto, M.P.H., Ketua Panitia Penyelenggara. "Mudah-mudahan dengan adanya kursus ini, pandangan para dokter di daerah lebih terbuka, bahwa kesehatan olah raga itu tidak sesederhana seperti yang mereka bayangkan sebelumnya," kata Suharto. Itu memang salah satu tujuan yang hendak dicapai IOC dalam rangka menyebarluaskan ilmu kesehatan olah raga, yang dikaitkan dengan upaya memngkatkan prestasl olah raga di kawasan Asia. Kursus Kesehatan Olah Raga yang menelan biaya sekitar Rp 40 juta ini diharapkan dapat membantu negara-negara Asia dalam meningkatkan jumlall dokter yang berkecimpung dalam bidang sports medicine. Di didang kesehatan olah raga, dibandingkan dengan Jepang maupun negara ropa dan AS, negara-negara Asia masih jauh. "Dari segi ilmu kita tidak tertinggal terlalu jauh, tapi dari segi jumlah tenaga ahli, peralatan, pengadaan dana serta penerapannya, kita tertinggal jauh," ujar Sadoso. Tampaknya, tak banyak dokter Indonesia yang mau menekuni bidang kesehatan olah raga. Agaknya, mereka lebih mementingkan berpraktek umum daripada harus bergelut di lapangan olah raga. "Saya kira itu wajar, sebab dari mana mereka mendapat penghasilan kalau harus mengurusi olah raga terus," tambah Sadoso. Rudy Novrianto, Laporan Masduki Baidlawi (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus