DIBANDINGKAN dengan tahun-tahun lewat, mutu turnamen tahun ini
kian melorot. Banyak yang kecewa melihat permainan team-team
yang datang ke Medan. Selain Australia, Singapura, Burma,
Jepang, Thailand, Malaysia dan Singapura ditambah Korea Selatan,
turnamen 1977 ikut didukung Persija, PSMS, PSM Ujung Pandang,
Persib Bandung, Persebaya juga PSP Padang diikutkan. "PSP
diundang atas permintaan gubernur Marah Halim sendiri", ucap
seorang anggota panitia pelaksana turnamen.
Tapi team-team yang datang tidak lebih baik dari team yang
pernah muncul tahun lalu, yang juga dihadiri Taiwan. Tahun ini
Taiwan dan Aceh tidak diundang. Australia yang tahun lalu masih
baik, tahun ini datang dengan team yang tak kuat. Singapura
malah mengirim team junior. Dan ke Medan seperti mencari
sparring-partner untuk menguji ketangguhannya sebelum 10 April
berangkat ke Teheran dalam turnamen untuk junior Asia di sana.
Dalam babak penyisihan, Singapura masuk kotak mengikuti jejak
PSP, Persib, PSM, Persebaya, Korea dan Australia. Malaysia yang
diwakili "kesebelasan penjara" dan didukung bekas 7 pemain
nasional seperti Namat Abdullah dan Syed Ahmad, agak lumayan
dibanding tahun lalu. Mereka bersama Burma, PSMS, Thailand,
Persija, Jepang berhasil masuk perempat final. Tapi gagal maju
ke semi final. Yang tak diduga adalah Burma. Meski materi
pemain-pemainnya banyak yang muda-muda dan di antaranya juga ada
Maung Maung Tin dan Maung Kyi Lwin selain kiper Maung Maung
Nyunt yang merupakan pemain nasional Burma gagal berhadapan
dengan Persija di final. Dalam semi final mereka kandas melawan
Jepang dengan 2-0. Selain dari ausdauer pemain, kelebihan lain
tak ada dalam team Jepang yang datang tahun ini. Tapi ucapan
klasik bahwa bola itu bulat seperti dikatakan pelatih Burma, U
Hla Tin terjadi. Burma malah sempat mengalahkan Persija 1-0
dalam perempat final. Tapi apa yang diharapkan berulang kembali,
Burma bakal jumpa di final dengan Persija tak pernah terjadi.
Malah dalam perebutan juara tiga, Burma tak disangka kalah 0-2
dari Thailand yang bermain tanpa Niwatana.
Bagero
Peserta turnamen juga bukan tak mengeluh. "Turnamen ini
berlangsung terlalu lama dan tidak baik", kata Niwatana dari
Thailand. "Pemain-pemain tidak sempat beristirahat. Kita terlalu
lelah dan terpaksa untuk main".
Larutnya turnamen dikeluhkan bukan saja tahun ini. Pada tahun
lalu sudah pernah dilontarkan. Tapi Kamaruddin Panggabean
seperti tak ambil perduli. Kapasitas stadion yang menampung 23
ribu penonton, perti dalam final barusan, dipaksakan memuat
sampai 40 ribu orang. Karcis dijual berlebihan.
Biaya turnamen perebutan Piala Marah Halim tahun 1977, menurut
Kamaruddin Panggabean, Rp 149 juta. Dari hasil penjualan karcis
selama turnamen berlangsung di Stadion Teladan Medan uang yang
sudah terkumpul Rp 161.531.500. Penonton sempat duduk di tepi
lapangan. "Hal ini mengganggu konsentrasi pemain", kata pelatih
Jepang, Mitsuo Kamata. "Lni turnamen internasional, bukan
pertandingan persahabatan", tambah Kamata. Dalam final lalu,
malah ada suara penonton yang melontarkan bagero kepada
anak-anak Jepang. Kiper Choei Sato kena lempar dari penonton
yang berjubel di belakang gawangnya, sehingga wasit Udon
Anantapong dari Thailand menghentikan jalannya pertandingan
sebentar dan minta pengamanan.
Sebelum Persija-Jepang turun ke lapangan, pertandingan
Burma-Thailand yang seharusnya dimulai pada jam 17.30 terhalang
30 menit gara-gara penonton di pinggir lapangan. Wasit Eddie
Evans dari Australia keberatan memimpin pertandingan sebelum
penonton mundur dari garis pinggir lapangan 10 meter. "Bagaimana
saya bisa memimpin pertandingan dengan keadaan penonton yang
rapat dengan pemain", katanya pada TEMPO. Yang juga ditakutkan
justru bagaimana kalau Jepang menang lawan Persija, yang jadi
favorit, "apa Jepang-Jepang itu tak diserbu orang?", ucap
seorang petugas. Konsul Muda Jepang setiba di tribun kehormatan
yang sudah sesak sempat diusir duduk di sana. Kalau keadaan
seperti turnamen barusan, kabarnya tahun depan kesebelasan
Jepang tidak mau ikut lagi.
Lempar Batu
Sebelum itu wasit R. Bala dari Singapura pernah kena lempar
batu. Wasit-wasit dari luar negeri dan membawa lambang FIFA itu
banyak yang mengomel karena melihat fasilitas stadion dan
perlakuan yang mereka alami dari penonton. "Stadion ini sudah
melebihi kapasitas", kata Lee Woo Hyun yang terkenal di Korea
sebagai wasit galak pada TEMPO. Ketika pertandingan Persebaya
lawan Burma ia sempat juga mau dipukul salah seorang pemain
Surabaya.
Adanya makian dan lemparan terhadap pemain dan wasit, menurut
Panggabean, "kemungkinan saja pengakuan Konfederasi Sepakbola
Asia yang sudah mengakui turnamen Piala Marah Halim di Medan
bisa dicabut". Sebab itulah ia meminta supaya penonton tidak
memaki wasit atau pemain dan melempar mereka.
Tapi pada hari-hari tertentu seperti diharapkan Panggabean
sendiri penonton melimpah ke Stadion Teladan. Tapi tidak
dikatakan kenapa musti melimpah. Orang mulai curiga. Dengan
harga selembar tiket sampai Rp 8.000 si penonton disuruh duduk
di atas plastik di tepi lapangan. Kecurigaan berlebihan tiket
dijual dengan sengaja tak mungkin untuk dibantah. Sehingga ada
penonton yang mengoceh: "Panitia mau cari duit banyak saja.
Penonton disiksa dan stadion tak perlu diperbesar".
Prasangka mulai terlontar pada turnamen perebutan Piala Marah
Halim setelah belum lama ini dimasukkan dalam Peraturan Daerah
(Perda). Setelah melihat turnamen yang lalu, menurut sebuah
sumber TEMPO di Medan, ada dua gqala yang timbul dan menonjol.
"Dari turnamen ini tampaknya segi komersiillah yang diburu.
Fasilitas dan mutunya biar melorot, tak apa", katanya. "Turnamen
ini disebut internasional, tetapi kenyataannya adalah
kampungan". Selain itu team yang diundang mutu permainannya
banyak yang haw-haw (brengsek). Komentar-komentar itu timbul
cukup alasan. Apa gunanya diundang banyak team dari berbagai
negara dan daerah kalau mereka tidak mengirim team yang kuat
atau team nasional. Sehingga ada yang mengusulkan, lebih baik
pada tahun depan team yang turut dalam turnamen sekitar 8
kesebelasan saja. Tapi agaknya panitia pelaksananya punya selera
lain. Dengan team yang banyak hadir itu turnamen bisa berlarut
panjang. Bukankah perkara komersiil sudah bicara, sehingga mutu
turnamen boleh saja dikesampingkan?
Sayang. Panggabean belum mau menggubris suara-suara yang sudah
lama terlontar itu. Malah lain. "Setelah turnamen ini, sudahlah.
Saya mau undurkan diri", katanya. Tahun lalu dia juga bilang
begitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini