TINTON Soeprapto diramalkan akan merebut salah satu nomor
teratas dalam Grand Prix Malaysia 1981. Pembalap terkenal itu
ternyata hanya meraih nomor lima. Dalam balapan di sirkuit, Syah
Alam Selangor itu Tinton mengendarai Toyota Corolla. Sebelum
bertarung 24 Mei, kendaraan itu diketahuinya rusak pada sistem
pompa olinya. Ia ikut memperbaiki kerusakan pada mobilnya itu.
"Seharusnya pembalap tak perlu jadi teknisi mobil yang akan
dibalapnya," kata Slamet Sukardi, Ketua Ikatan Motor Indonesia.
Sementara itu Sinyo Hariyanto dengan mobil Datsun Sunny terpaksa
absen. Salah satu bagian di blok mesin mobilnya pecah.
Dalam balapan mobil jenis supersaloons 1301 cc ke atas yang
diikuti 22 peserta, selain Tinton, Indonesia diwakili Dadang
Taruma. Ia memakai Mazda Savana RX.
Semula Dadang tak diperhitungkan akan ikut balap. Karena sehari
sebelumnya ia diserang flu. Dadang sempat dihukum karena mencuri
start, tetapi berhasil merebut tempat ketiga yang hanya selisih
waktu 40,8 detik dari Lawrence Loke yang mengendarai Toyota
Celica 2000 cc. Dua rekan senegara Loke, Hongkong, Frederick Tai
yang mengemudi Porsche Carrera meraih juara pertama dan lan Grey
dengan mobil Zaakspeeds merebut nomor dua. Para juara selain
mendapat piala juga hadiah uang -- di antaranya yang tertinggi
US$ 5.000.
Grand Prix Malaysia 1981 yang disponsori Samra (Shah Alam Motor
Racing Association) yang diketuai Pangeran Sulaimah Syah, anak
Sultan Selangor, semula diboikot Persatuan Motor Malaysia
(MMSC). Alasannya ialah jadwalnya tidak tepat. Tapi setelah ada
kesepakatan antara Samra dan Persatuan Automobil Malaysia (AAM),
pemboikotan itu luntur, malah banyak peserta MMSC yang
bertanding 23 dan 24 Mei lalu di Sirkuit Syah Alam. Peserta dari
9 negara lainnya juga ikut.
Racing di kawasan Batu Tiga 14 km dari Kualalumpur itu dibagi
dua bagian terdiri tujuh jenis untuk sepeda motor dan tujuh
untuk mobil dan formula. Dalam balapan sepeda motor jenis 100
cc, 125 cc dan 250 cc, pembalap Indonesia telah menunjukkan
kebolehannya. Dalam nomor 250 cc, Sukirman Tajuddin meraih nomor
tiga, menyusul dua peserta Jepang -- N. Khinose dan Y. Yamamoto
(keduanya mewakili grup Honda).
Belum Diakui FIA
Yang menarik adalah dalam jenis 100 cc. Empat peserta Indonesia
memonopoli nomor tersebut. Budiman Kamili (juara pertama),
Sukirman Tajuddin, Indra Lee dan Y. Sudomo. Keempatnya membalap
Yamaha RX 100.
"Padahal pembalap kita kurang latihan, tak begitu siap untuk
terjun di GP ini," kata Slamet Sukardi kepada Zakaria M. Passe
dari TEMPO. "Karena itulah saya agak enggan menganjurkan bendera
Merah Putih dibawa."
Slamet Sukardi menilai sirkuit di Selangor itu cukup syarat
untuk balapan mobil dan motor kelas internasional. "Saya rasa
ini malah yang terbaik di Asia Tenggara," tambah Mayor Jenderal
Polisi itu. Selain lokasi dan sarananya yang termasuk rapi
adalah organisasinya. Sirkuit Syah Alam dikelola oleh sebuah
badan diberi nama Samra, yang terdiri delapan perusahaan, di
antaranya Good Year, Shell dan Rothmans of Pall Mall.
Bagaimana Ancol? Sampai saat ini hasil balapan mobil di sirkuit
di bawah pengelolaan Pemda DKI belum diakui FIA. "Tower saja
kita belum bisa bikin yang permanen. Ketika race tempo hari
malah sempat ada mobil yang nyeruduk penonton," kata Slamet
lagi. "Selama sirkuitnya masih begitu, ya kita enggan mengadakan
kegiatan yang sifatnya internasional, kecuali untuk sepeda motor
saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini