TAHUKAH Saudara permainan kasti? Dua regu berdiri berhadapan di
dalam suatu pertandingan. Berdiri di kotak pemukulan bola
('rumah'), anggota regu pemukul bola selepas memukul bola lalu
berlari ke salah sebatang tiang perhentian. Ada dua tiang
perhentian: yang dekat kotak pemukulan bola dan yang jauh.
Ketika berlari (berada) di antara kotak pemukulan bola dan
tiang-tiang perhentian si pelari boleh dilempari bola. Kalau
salah seorang anggota regu pemukul bola kena lemparan, maka
regunya 'mati'. Demikian pula kalau selama satu giliran jaga
regu penjaga berhasil menangkap bola sebanyak tiga kali sebelum
bola menyentuh tanah, maka regu pemukul bola balik menjadi regu
penjaga bola dan sebaliknya.
Di dalam hal seseorang anggota regu pemukul luncas dilempari
bola dan berhasil kembali ke kotak pemukulan bola maka ia
memperoleh angka. (Hanya regu pemukul yang dapat meraih angka.)
Anggota yang terakhir memukul (karena anggota-anggota regunya
yang lain tak ada lagi di dalam kotak pemukulan) mendapat hak
memukul bola sebanyak tiga kali. Kalau selepas pukulan yang
ketiga, tak ada barang seorang pun anggota regunya yang kembali
atau ketika kembali ke 'rumah' kena lempar bola, maka regunya
'mati'.
Regu penjaga bola menjaga hanya selama pemukul bola belum ada
yang kena lemparan bola di luar kotak pemukulan bola atau
'rumah' dan di luar wilayah tiang perhentian atau pemukul bola
yang terakhir telah usai memukul tiga kali dan tak seorang pun
dari regunya yang berhasil 'dibebaskannya', yakni pulang ke
kotak pemukulan.
Permainan kasti ini amat menyerupai 'permainan' kenegaraan
antara pemerintah dan oposisi. Regu pemukul bola ibarat
pemerintah, regu penjaga bola ibarat golongan oposisi. Regu yang
satu memukul, regu lainnya menjaga. Tapi kedua regu wajib
bersama-sama menjaga supaya yang dipukul adalah bola, bukan
kepala lawan, meskipun sama-sama bulatnya. Regu penjaga tak
boleh menggaet kaki lawan, menggenggam tangan, lengan atau
bagian tubuhnya yang lainnya atau membetot baju dan celana
kolornya. (Bayangkan rincuhnya kalau kolor itu putus!)
Sebaliknya regu pemukul tak memukul bola sampai ke luar batas
lapangan permainan (kanan-kiri lapangan), kecuali ia berhasil
menjatuhkan dahulu bola itu di dalam batas garis-garis lapangan,
lalu baru bolanya menggulir ke luar. Tapi kalau ia pandai
memukul bola lurus melewati garis belakang, bukan garis samping,
boleh saja bolanya jatuh di luar garis lagangan. Tapi jarang
pemukul yang pandai memukul bola sejauh itu. Larangan paling
keras adalah melemparkan kayu pemukul kepada pelayan bola
(server) atau penjaga lainnya. Itu sangat berbahaya,
mencelakakan. Dan kalau sampai itu terjadi juga, maka regu yang
main kayu itu dinyatakan kalah oleh wasit.
Permainan ini mengasyikkan bagi kedua regu dan bagi para
penonton selama permainan 'suceng' (bersih). Tapi segera setelah
ada yang main kayu, kerincuhan terjadi, bahkan tak jarang timbul
perkelahian. Celakanya bila perkelahian timbul, maka
penonton-penonton pun nimbrung (campur mulut dan ludah, campur
tangan dan campur kaki) membantu regu pilihannya serta
menyerang regu yang dianggapnya lawan. Perkelahian antara
penonton lawan penonton biasanya tak berakhir di lapangan,
melainkan diawetkan menjadi permusuhan yang berkepanjangan
dengan dibumbui ungkapan-ungkapan got.
Tapi selama aturan permainan dijaga, permainan itu - seperti
semua cabang olahraga, kecuali tinju, gulat dan sebangsanya
--bersifat damai dan sungguh mengasyikkan. Kadang-kadang dua
anggota regu lawan menjadi sahabat, bahkan ipar. Dan olahraga
memang mendidik orang untuk sportif, suceng, bermain bersih,
bersikap satria.
Kalau kita percaya kepada Johan Huizinga (1872- 1945), filsuf
sejarah Belanda yang berjasa memancing berbagai pemikiran ke
masa depan -- sebagaimana ditulis di dalam Homo Ludens (Manusia
Bermain) -- maka tiap unsur kebudayaan merupakan suatu
permainan.
Politik pun seharusnya merupakan semacam permainan yang sportif.
Contoh baik ada di Inggris. Misalnya Partai Konservatif
memerintah, maka mereka yang pernah pergi ke Hyde Park
menghadiri kampanye pemilihan umum Partai Buruh tak'kan dipecat,
diturunkan pangkatnya, dicopot dari jabatannya, dicabut berbagai
fasilitas yang menjadi hak kelahiran (birth-right) setiap
warganegara. Kalau ganti Partai Buruh berkuasa, maka mereka yang
pernah mengritik tak'kan mendapat balas dendam.
Karena kritik dan koreksi merupakan kandungan tersirat demokrasi
selama kritik dan koreksi itu bukan fitnah. Kalau itu fitnah,
maka pengadilanlah yang berhak mengurusnya bukan tiap menteri
atau pejabat membalas dendam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini