Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Orang-orang Asing Dalam Liga

Pemain sepak bola sebagai penyerang, fandi ahmad dan penjaga gawang david lee dari singapura di kontrak oleh klub niac mitra. (or)

4 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK pernah ada sejarahnya juara dunia sepakbola dilatih orang-orang asing," letup Manajer Mercu Buana, Kamaruddin Panggabean menanggapi sikap beberapa klub Liga Utama yang mengontrak pelatih maupun pemain asing. Tokoh sepakbola dari Sumatera Utara yang sekarang mengelola klub milik pengusaha besar, Probosutejo itu begitu yakin terhadap kemampuan pelatih maupun pemain lokal. Katanya, sebagian besar pemain Mercu Buana diambil dari perkebunan. "Saya sendiri manajer kampungan. Tapi lihat nanti, manajer kampungan akan mengobrak-abrik manajer internasional," sambungnya lagi seraya tertawa. Kata-kata itu diucapkan Kamaruddin menjelang pertandingan Mercu Buana lawan Pardedetex, 29 Agustus yang lalu di Stadion Teladan, Medan sebagai bagian dari pertandingan-pertandingan dalam kompetisi Galatama 1982/1983. Sekalipun lawan tak sampai babak-belur, Mercu Buana berhasil menahan lawannya 1-1. Padahal Pardedetex diperkuat pemain asal Brazil, Jairo Matos serta penasihat pelatih dari Belanda, Peter Steven. Beberapa klub yang menyewa pelatih dan mengimpor pemain barangkali belum punya ambisi untuk menjadi juara dunia, tapi sekedar untuk mempertinggi mutu dan memancing penonton yang lebih banyak. Klub Niac Mitra dari Surabaya, juara kompetisi 1981/1982 mengontrak penyerang Fandi Ahmad dan penjaga gawang David Lee dari Singapura kelihatannya untuk mempertahankan kedudukan juara. "Kami mengontrak kedua pemain itu karena kebutuhan," kata M. Basri, pelatih merangkap manajer Niac Mitra. Banyak pengamat memperkirakan Niac mengambil langkah tadi untuk mengimbangi Tunas Inti yang dalam putaran kompetisi sekarang ini berhasrat naik tingkat dengan mentransfer pemain-pemain kuat seperti Rully Nere, Stefanus Sirey, Aun Harhara, Sudarno dan Catur Sudarmanto. Dengan Fandi, barisan depan Niac tambah mantap. Sedangkan masuknya David Lee menutup kelemahan pertahanan klub tersebut, terutama setelah penjaga gawang Purwono meninggalkan Niac Mitra beberapa waktu yang lalu. Ternyata Niac berhasil memukul Tunas Inti 2 dalam pertandingan 28 Agustus yang lalu di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Sekalipun gagal menaklukkan Mercu Buana, putra usahawan T.D. Pardede, Jhoni, 28 tahun, yang bertindak sebagai pelatih akan tetap mempertahankan Jairo Matos yang diperkirakan memperoleh bayaran sekitar Rp 500.000/bulan. Dia menyebutkan permainan individual Jairo sangat bagus dan pantas jadi teladan pemain setempat. "Missi untuk mengontrak pemain asing akan jalan terus," kata Jhoni Pardede. Pardedetex pernah mengontrak dua pemain dari Inggris. Jairo Matos sendiri ditransfer dari klub Yumiori, salah satu klub divisi I di Jepang. Dia juga pernah memperkuat klub Atletico Junior di Brazil, klub yang membesarkan Maradona. Beberapa pemain lokal Pardedetex mengoceh bahwa pemain Brazil yang berusia 28 tahun itu "sebenarnya tak ada apa-apanya, kecuali tendangannya keras. Dia malas pula berlatih." Tetapi kepada TEMPO, Jairo Matos memberi alasan: "Bukannya sepuluh pemain yang menyesuaikan diri dengan saya, malah sebaliknya. Akibatnya permainan saya, maaf, tak keluar semua." Jairo mendapat keistimewaan tinggal di salah satu kamar mewah di Hotel Pardede International Medan. Selama dua tahun di Pardedetex, katanya dia sudah bisa mengumpul uang "sedikit" di bank. Waktu di Jepang dari kakinya dia berhasil mengumpul uang membeli dua rumah, satu apartemen dan 2 hektar tanah pertanian di Brazil yang kesemuanya diurus istrinya yang tinggal di sana. "Saya harap Pardedetex bisa memberikan hasil seperti itu," katanya. Sedangkan kehadiran Fandi Ahmad dan David Lee di Niac Mitra mendapat sambutan hangat dari penggemar sepakbola di Surabaya. Banyak penonton yang menyerbu untuk mengelu-elukan kedua pemain impor itu sehabis pertandingan. Di kalangan pemain sendiri mereka tidak asing lagi. Mereka sudah beberapa kali berjumpa dalam pertandingan. Ketika di King's Cup di Bangkok Mei yang lalu (Indonesia diwakili Niac Mitra) mereka tinggal di hotel yang sama. Sempat saling bertukar makanan yang mereka bawa dari kota mereka masing-masing. KAMI tidak mempersoalkan berapa Fandi dibayar, karena itu adalah wewenang pemilik klub," ujar Budi Aswin dan Tommy Latuperissa. "Yang kami pikirkan sekarang, bagaimana dapat bekerja sama sebaik-baiknya dalam tim," tambah Budi Aswin. Untuk menjalin kerja sama nampaknya tidak terlalu sulit, karena seperti dikatakan pelatih Basri, kedua pemain itu bisa mempergunakan bahasa Melayu yang juga bisa ditangkap anak asuhannya. "Kalau kami mendatangkan pemain dari Eropa atau negara Asia yang lain, komunikasi belum bisa dijamin." Dari Niac Mitra Fandi memperoleh bayaran S$ 75.000/tahun atau sekitar Rp 23 juta. Ditambah bonus 10% dari hasil pemasukan pada setiap pertandingan. Kaki Bukit, klub amatir asal Fandi Ahmad mendapat "uang isyarat iktikad baik" dari Niac sebesar S$5.000. Keputusan Fandi untuk menerima tawaran klub yang berpangkalan di Surabaya itu pekan lalu agak membikin tercengang para pecandu bola. Karena dia sendiri sudah begitu bersemangat untuk menerima tawaran dengan penghasilan yang sama besarnya dari klub tangguh, Ayax, dari Negeri Belanda. Tetapi Fandi yang menurut pengakuannya sendiri "sangat dekat dengan keluarga" berbalik haluan begitu tawaran kontrak dari Ayax itu masuk dalam sidang keluarganya sendiri yang terdiri dari ayahnya, Ahmad Wartam, pamannya Ismail serta pelatih Usman. Ditambah lagi dengan keberatan Persatuan Sepakbola Singapura yang menganggap kontrak yang disodorkan Ayax itu mengandung beberapa kelemahan. Misalnya tidak jelas apakah Fandi boleh atau tidak memperkuat tim nasional Singapura. Dan kalau Fandi rindu kampung, siapa yang membayar tiket pulang? Dalam kontrak dengan Niac Mitra, soal kesempatan memperkuat tim nasional Singapura nampaknya bisa diperoleh Fandi. Sebab dalam sebuah upacara perpisahan di Singapura yang dihadiri para pengurus bola negara itu, pemain berusia 20 tahun tadi berjanji akan pulang untuk memperkuat tim nasional Singapura kalau memang diperlukan. FANDI sendiri melihat kesempatan untuk maju pesat terbuka dengan memasuki Ayax. Tetapi dia bimbang untuk menghadapi kontrak yang minimal berjangka 3 tahun. "Rasanya berat sekali, bisa bikin susah," katanya. Sedangkan keluarganya sendiri mengkhawatirkan Fandi akan terganggu ibadatnya kalau tinggal di Negeri Belanda. "Sedangkan tinggal di sini rasanya seperti di negeri sendiri. Datuk saya yang laki-laki berasal dari Banyumas," kata Fandi menjelaskan tentang kakeknya, Wartam. Gaya permainan Fandi menurut pelatih Basri hampir sama dengan Risdianto. Dalam latihan bersama anak-anak Niac Mitra, dia kelihatan tidak begitu banyak berlari. Tapi sekali pemain yang tingginya 172 cm dergan bobot 62 kg itu membawa bola, sulit lawan menghadangnya. Dengan penghasilan dari Niac Mitra dan kontrak promosi sepatu olahraga converse buatan Amerika, Fandi Ahmad merupakan pemain sepakbola terkaya yang dimiliki Singapura. Sedangkan teman senegaranya David Lee memperoleh bayaran S$50,000 atau sekitar Rp 16 juta. Anak tertua dari empat bersaudara, putra pengusaha bis di Singapura itu selain bermain bola, dulunya bekerja sebagai tukang gambar di biro teknik dengan gaji sekitar Rp 250.000 sebulan. Ia memilih menjadi pemain profesional karena keluarganya semuanya sudah jadi pedagang. Tinggi badannya 182 cm dan berat 72 kg. Wajah dan penampilan David Lee simpatik. Ia suka tersenyum. Di Stadion Gelora 10 November, ketika Niac Mitra berhadapan dengan Tunas Inti, dia cepat dikenal penonton karena untuk pertama kalinya kiper di stadion itu tampil di bawah mistar dengan celana panjang. Waktu tim Niac mau meninggalkan stadion banyak penggemar yang menyalaminya sambil berteriak: "Hidup David!" Ia aktif main bola setelah lulus sekolah menengah atas. Sebelumnya dia main bulutangkis. Karirnya di sepakbola dimulai sebagai penyerang. Tahun 1975 baru menjadi kiper. Tahun 1980 dia dipercayakan menjadi kiper tim nasional Singapura. Selain bahasa, pembawaan nampaknya menjadi penghalang komunikasi pelatih asing dengan pemain lokal. Soalnya bisa saja sepele, tapi menjengkelkan. Paul Cumming, 35 tahun, pelatih Indonesia Muda kalau di lapangan gampang menyesuaikan diri dengan pemain. Tapi di luar itu dia sulit diikuti. "Kalau sedang mengadakan tour ke luar kota tak ada yang mau sekamar dengan dia. Gerutunya dan ucapan-ucapannya yang rada sinis membuat anak-anak tak tahan," cerita Haris, sekretaris IM. Kabarnya, pernah semalaman Cumming mengejar-ngejar nyamuk sambil menggerutu terus-menerus. Kita yang sekamar mana tahan, tambah Haris. Sikapnya yang selalu sinis, menurut Haris, karena pengalamannya yang tidak menyenangkan selama di Indonesia. Antara lain pernah empat kali kecopetan. "Karena itu dia kadang-kadang bersikap amat hati-hati dan sinis, terlebih-lebih terhadap orang yang baru dikenalnya." Cumming datang ke Indonesia atas rekomendasi pelatih kepala PSSI, Mangindaan, ketika mereka berjumpa di Bangladesh. Dia mulai melatih IM sejak Maret 1981. Pelatih asal Inggris ini pernah mengikuti kursus pelatih yang diselenggarakan FIFA tahun 1977. Ia pernah melatih sebuah kesebelasan di Teheran. Hanya setengah tahun ia berada di Iran, karena perang saudara yang melanda negara itu. Dari situ dia meloncat ke Bangladesh. Tahun 1979 dia menjadi pelatih di Jordania. Dari sini dia terbang ke Banda Aceh dan melatih Persiraja selama 4 bulan, sejak Oktober 1980. "Kalau bisa saya akan tinggal di Indonesia selamanya," katanya. "Karena melatih di sini lebih enak dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Intelegensia pemain Indonesia lebih tinggi dibandingkan pemain Arab," katanya. Cuma katanya, pemain Indonesia lemah dalam kerja sama. Masih membujang. Dan kepingin bertemu jodoh dengan gadis Indonesia. Karena, katanya, sudah tiga kali dia dikecewakan cewek Inggris. Bayarannya sebulan US$1.500 atau sekitar Rp 1 juta. Di samping itu dia juga mendapat penghasilan tambahan sebagai guru bahasa Inggris pada sebuah kursus bahasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus