BAGAI pasukan semut, 6.000 orang berlarian dari Taman Mini
Indonesia ke jalan tol Minggu pagi 29 ustus. Mereka adalah para
peserta Proklamathon V, lomba peringatan HUT Kemerdekaan yang
untuk pertama kali memakai rute di jalan tol Jagorawi yang
ditutup untuk kendaraan selama perlombaan.
Berbeda dengan Proklamathon sebelumnya yang ketika start di
Monas dilepas sekaligus, di sini peserta disusun menurut ranking
dan jarak (17 km -- 8 km -- 45 km) yang mereka ikuti. Yang tak
lazim pada lomba jarak jauh seperti ini adalah para peserta yang
bukan spesialis marathon, antara lain Nyonya Menteri Perhubungan
Roesmin Nurjadin, Menmud Abdul Gafur, Gubernur DKI
Tjokropranolo, Ketua Suku Baliem Obahorok, Ketua PASI Bob Hasan
-- ditempatkan di bagian depan ketika start.
Tapi pada barisan paling belakang, 1.000 orang yang mengenakan
seragam kaus merah putih ternyata para karyawan PD Pasar Jaya
yang bersama ribuan peserta lainnya mungkin sekedar lari gembira
karena terangsang hadiah dari sponsor kejuaraan ini: sebuah
televisi berwarna dan mobil Tiga Berlian.
Atlet spesialis jarak jauh sendiri yang ikut cuma 40 pelari.
Proklamathon yang dikaitkan dengan Kejurnas Marathon (42,195 km)
ini, bermaksud menciptakan prestasi terbaik di jalan mulus dan
bebas lalu lintas.
Kenyataannya, medan ini terasa terlalu berat bagi para atlet
untuk menciptakan rekor baru. Para pengendara mobil sendiri di
jalan lurus tiada pohon pelindung atau variasi pemandangan itu
bisa terkantuk-kantuk karena membosankan dan panas. Suasana itu
pula yang membuat para pelari cepat letih. Apalagi start-nya
kesiangan -- pukul 07.00, menunggu cukup cahaya untuk peliputan
televisi Akibatnya, hanya di nomor 8 km yang hampir semua
peserta berhasil mencapai Jinisb. Tapi di nomor lebih jauh, 80%
peserta patah semangat di tengah jalan yang sangat kurang
supporter itu.
Obahorok, 49 tahun, yang ikut lari 17 km punya semangat tinggi,
walau tanpa koteka. "Ia biasa jalan jauh setiap hari dan jago
dansa," kata penerjemahnya, Nico Wamena. Di km 8,5 mestinya
kepala suku itu berbalik ke finish, tapi ia terus. Di km 15, ia
sudah berjalan kaki. "Capek!" katanya. Akhirnya toh ia naik
mobil.
MEDAN yang sulit mengambil korban bukan cuma para pelari
musiman, tapi juga juara Proklamathon 1981, Sutrisno. Sampai km
20 ia terus memimpin atlet-atlet yang bertahan. Menysul di
belakangnya, Ali Sofyan Siregar yang sengaja memakai pace
rendah. Pada km 23, jalan lurus itu agak menanjak hampir 1 km
sehingga ayunan langkah Sutrisno mulai berat, sementara Ali
Sofyan berlari dengan kecepatan mantap. Di km 24 keduanya
berlari seiring, tapi Sutrisno yang mencoba lari lebih cepat
untuk meninggalkan Ali, cepat kehabisan tenaga. Begitu Ali
menyusulnya kembali Sutrisno rupanya kehabisan tenaga, matanya
berkunang-kunang kemudian terjatuh.
Ali Sofyan ganti memimpin. Untung rute beralih sejak km 35
melalui jalan kampung di tepi jalan tol sehingga pemandangan
menyegarkan. Penonton dari kampung Cibubur sampai ke finish di
Taman Mini mulai tampak dan memberi support. Tapi semangat Ali
tak bisa ditingkatkan lagi. Dengan langkah berat ia mendekati
garis finish. Mungkin ia berteriak tapi yang keluar dari
suaranya yang parah: "Air-Air-Air!" 500 m lewat garis finisb
marathon. Setelah diguyur berkali-kali di pos air, akhirnya ia
terus ke finish 45 km.
Hasil lomba yang dicapai para atlet jauh dari harapan mereka
sendiri. Karena waktu yang dicapai ternyata lebih lama dari
sebelumnya. Ali Sofyan Siregar kali ini mencatat 2 jam 46
menit 21 detik (marathon) dan 2:59:30 untuk Proklamathon. Rekor
yang pernah tercatat atas namanya untuk marathon: 2:2:50, dan
untuk Proklamathon: 2 2 31 atas nama Sutrisno.
"Sulit untuk menciptakan rekor, karena kami belum mengenal rute
ini," kita Ali. "Tak tahu di mana pace harus tinggi, di mana
harus rendah. Kami berlari saja, tak tahu sudah sampai di mana,"
tutur Jacob Atarury dari Ir-Ja yang masuk finish 2 menit di
belakang Ali. Di belakang kedua pelari berpengalaman itu muncul
pelari dari Kal-Bar, Musleh, sebagai juara III. Sedangkan juara
putri (Proklamathon) masih tetap bintang-bintang dari UMS:
Starlet (3:51:27), Siu Chen dan Maria Lawalata.
Para juara, termasuk atlet-atlet yang mencapai finish
Proklamathon, agaknya tidak puas dengan hadiah medali, piagam
dan kaus. Begitu pula pelatihnya. Mereka mempersoalkan hadiah
televisi dan mobil yang akan diundi untuk semua peserta
Proklamathon itu pada pembukaan Kejurnas Atletik (1-4 September)
di Senayan.
"Apakah adil atlet yang berlatih terus menerus disamakan dengan
pelari yang cuma musiman?" tanya mereka. Tapi sebelum
bertanding, menurut Ketua PASI Bob Hasan tak mungkin
hadiah-hadiah bernilai jutaan rupiah itu dijadikan hadiah untuk
pemenang. "Bertentangan dengan asas amatirisme," tutur Bob
Hasan.
Tentang Proklamathon V ini, menurut Bob Hassan, "bertujuan
memasyarakatkan, belum menuntut prestasi." Ketua Umum PASI itu
rupanya masih akan menyelenggarakan Proklamathon tahun depan di
tempat yang sama. Bahkan ia hendak mengundang pelari-pelari luar
negeri, karena katanya, "untuk menjadikan lomba ini seperti
Boston Marathon. Pelari luar negeri kalau ikut di situ, bisa
juga jatuh."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini