SUDAH kepalang angka 17.8.45 melembaga dalam tubuh bangsa
Indonesia. Dan kali ini Panitia Daerah HUT Kemerdekaan RI ke-33
tampaknya tak ingin ketinggalan untuk mendompleng angka keramat
itu. Hanya bentuknya berupa lomba lari 8 km, 17 km dan 45 km,
yang akan berlangsung pada hari Minggu pagi 30 Juli dengan
tempat start dan finish di Monas.
Sudah barang tentu nomor perlombaan itu memperlihatkan ciri
khas. 8 km yang sama dengan 5 mil berlaku untuk wanita, anak di
bawah 12 tahun dan pria 40 tahun ke atasi 17 km untuk umum dan
45 km untuk mereka yang diseleksi Panitia.
Kebutuhan Sehari-hari
Sekedar bekal bagi peserta yang telah mendaftarkan diri
rute-rute ke-tiga nomor itu diatur sebagai berikut: 8 kn start
dari Monas terus melintasi sepanjang Jalan Thamrin, naik ke
jembatan Setiabudi dan berputar kembali di depan Hotel Sahid
Jaya dan terus kembali ke Monas. 17 km: Monas -- Semanggi --
putar di CSW -- Semanggi -- Monas. Untuk kedua nomor ini
perlombaan dilepas tepat pada jam 7 pagi. Untuk nomor 45 km yang
lebih populer disebut Proklamaton, rute ditempuh sebagai
berikut: Monas -- Semanggi -- ke kiri menuju Pancoran -- putar
di Cawang -- Pancoran -- terus ke Bunderan Grogol -- Angke --
putar di Bandengan -- Angke -- Grogol Semanggi -- Monas. Para
peserta dilepas tepat pada jam 5 pagi. Pelayanan khusus bagi
peserta Proklamaton setiap 5 km disediakan pos minum. Dan setiap
antara pos ada pengguyuran air. Untuk 17 km, pos minum terletak
di km 12 (Jembatan Semanggi arah ke Monas).
Tampaknya animo peserta lumayan. Seminggu menjelang penutupan
pendaftaran (28 Juli 1978) peserta Proklamaton tercatat 21
orang. Dari Jakarta dan Jawa Barat masing-masing 8 orang dan
Jawa Timur 5 orang. Peserta lari jarak jauh ini oleh PASI
(Persatuan Atletik Se-Indonesia) dikenakan pemeriksaan dulu,
supaya dapat menyelesaikan perlombaan dengan baik. Kalau tidak,
celaka! Untuk nomor 8 dan 17 km peserta baru mencapai sekitar
300 orang. Sehingga Pimpinan Perlombaan, Kusnan, perlu
menganjurkan kepada penggemar joggirg untuk segera mendaftarkan
diri, "agar tidak kehabisan tempat."
Ketekunan Panitia untuk menumbuhkan tradisi sehat pada momentum
yang tepat patut dipuji. Semula jarak jauh 45 km mendapat
tentangan dari berbagai kalangan, antara lain dari oknum KONI.
"Bisa mematikan atlit," katanya. Belum lagi yang
menyebut-nyebut almarhum Zaini dan Suyono yang dikaitkan
"meninggal karena lari". Hampir-hampir pendorong utama, ir.
Wardiman, mundur. Tapi syukurlah, para pendukung Lomba Lari
Proklamasi melihat dari segi partisipasi, bukan semata prestasi.
Orientasi pada prestasi malah yang bisa merusak atlit. Coba
bayangkan andaikata Sam Saud, juara 10 km lomba PASI yang
mencatat 33 menit 41,6 detik dipaksa melawan Henry Rono,
pemegang rekor dunia 10 km dengan waktu 27 menit sekian, bisa
modar bukan? Masih ingat Lomba Maraton 10 km Rw07 Kebon Kosong?
Panitia mentargetkan 10 km dalam waktu 20 menit. Tapi jangankan
mencapai target, yang masuk finish hanya 8 orang dari 157
peserta. Memangnya kita superman.
Larilah seenaknya. Tak kuat lari jalan pun boleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini