Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA AS Monaco mengucurkan dana Rp 2,2 triliun untuk belanja pemain empat tahun lalu, banyak orang mengira akan muncul kekuatan baru di kancah sepak bola Prancis dan Eropa. Adalah pebisnis asal Rusia, Dmitry Rybolovlev, yang bersedia menanggung semua biaya untuk mendatangkan pemain kelas dunia, antara lain duo asal Kolombia, James Rodriguez dan Radamel Falcao, ke Monaco itu.
Namun ambisi klub dari kerajaan kecil di selatan Prancis ini untuk menjuarai Liga Prancis, Ligue 1, gagal total. AS Monaco kalah bersaing dengan klub asal Paris, Paris Saint-Germain (PSG), yang secara finansial didukung penuh oleh Qatar Investment Authority. Akibatnya, aliran dana untuk Monaco mulai berkurang dan satu per satu pemain bintangnya hengkang. Rodriguez, misalnya, memilih berlabuh di Real Madrid pada 2014.
Sementara bintang AS Monaco terus meredup, PSG semakin mendominasi Ligue 1. Bahkan, pada musim 2015/2016, selisih nilainya dengan peringkat kedua Lyon mencapai 30 poin. Setelah empat tahun berturut-turut menjuarai Ligue 1, Paris Saint-Germain kembali dijagokan mengangkat trofi pada musim ini. Namun siapa sangka Monaco mampu menghentikan kedigdayaan PSG.
Tiga pekan lalu, AS Monaco memastikan menjadi kampiun Ligue 1 musim 2016/2017 setelah membungkam Saint-Etienne dengan skor 2-0. Gol dari Kylian Mbappe dan gol pada menit terakhir Valere Germain membuat senyum Leonardo Jardim, pelatih kelahiran Portugal 42 tahun silam, mengembang. "Memenangi liga bersama tim yang bukan favorit juara adalah hal luar biasa," kata Jardim kepada Canal+.
Dalam era sepak bola modern, ketika pemain bintang bisa berharga triliunan rupiah, uang adalah segalanya. Wakil Presiden AS Monaco, Vadim Vasilyev, pun awalnya terbawa arus itu. "Di awal kami kembali ke Ligue 1 pada 2013, kami sangat membutuhkan investasi besar untuk mendatangkan pemain kelas dunia bila ingin menjadi juara," ucapnya kepada CNN Sport.
Pada kenyataannya, dengan jumlah penduduk Monaco di bawah 40 ribu orang dan kapasitas stadion hanya mampu menampung 18.523 penonton, pengeluaran dan pemasukan tak berimbang. Mantan diplomat Rusia itu sadar jorjoran dalam belanja pemain bukan strategi bagus untuk jangka panjang. Disunatnya dana oleh presiden sekaligus investor klub, Dmitry Yevgenyevich Rybolovlev, membuat manajemen mengubah strategi. "Akhirnya kami memutuskan menurunkan pemain muda, termasuk pemain lokal," ujar Vasilyev.
Buat AS Monaco, pilihan memakai skuad muda seolah-olah déjà vu. Dari tim berkostum merah-putih ini pernah lahir pemain muda Lilian Thuram, Emmanuel Petit, dan Thierry Henry, yang akhirnya mempersembahkan trofi Piala Dunia 1998 bagi tim nasional Prancis. Tahun ini, pemain muda yang diperkirakan bersinar adalah Kylian Mbappe. Usianya baru 18 tahun, tapi ia sangat produktif--menghasilkan 26 gol musim ini.
Mbappe menjadi pemain termuda yang mampu mengoleksi 15 gol atau lebih di liga yang termasuk lima terbaik di Eropa setelah mantan peraih Ballon d'Or, Michael Owen, di Liga Inggris pada 1998. Gol yang dibuat Mbappe saat menghadapi Juventus di semifinal Liga Champions juga membuktikan ia patut diperhitungkan di masa mendatang.
Kini Mbappe mulai dilirik Real Madrid. Kabarnya, pemain depan AS Monaco ini dihargai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,3 triliun. Mengenai kabar itu, Mbappe tak mau terburu-buru. "Masih ada banyak waktu untuk memikirkannya," katanya. Ia tak mau bernasib sama dengan James Rodriguez, yang kini lebih banyak duduk di bangku cadangan. Apalagi Mbappe tengah mengincar satu tempat di tim nasional Prancis. "Pengorbanan yang mungkin terlalu mahal," ucapnya.
Bernardo Silva, 22 tahun, adalah pemain muda lainnya yang menjadi tulang punggung AS Monaco. Pemain asal Portugal ini sempat merasa minder ketika harus berlatih bersama Dimitar Berbatov, Ricardo Carvalho, dan Joao Moutinho. Namun penampilannya yang menawan membuat ia terpilih menjadi pemain inti. "Saya banyak belajar dari para pemain senior. Bermain bersama mereka membuat saya lebih termotivasi," ujarnya.
Cerita sukses skuad muda seperti AS Monaco pernah dialami Leicester City, juara Liga Primer Inggris musim 2015/2016. Meski bukan tim unggulan, Leicester mampu memenangi persaingan dan memastikan jadi juara saat liga berjalan 36 pekan, persis seperti Monaco yang memastikan gelar juara Ligue 1 walau liga belum berakhir. Sayangnya, cerita indah Leicester tak berulang. Tim berjulukan The Foxes itu hanya bertengger di posisi ke-12 klasemen akhir Liga Inggris musim ini.
Akankah nasib AS Monaco serupa Leicester City pada musim depan? Di Monaco, pemain diperlakukan sebagai aset berharga. Urusan asupan gizi, misalnya, selalu dijaga ketat. Seperti yang dilaporkan CNN Sport, menu makanan para pemain tak sembarangan. Ketika AS Monaco tampil di perempat final Liga Champions, ahli nutrisi Juan Morillas menyiapkan menu ikan tuna dikombinasikan dengan kangkung plus biji chia.
Pola pendekatan diet para pemain ini merupakan kombinasi antara kecukupan nutrisi dan sains. Dokter klub Philippe Kuentz bahkan sudah menyiapkan resep khusus dalam buku panduan yang diberi nama "Resep Sang Juara". "Di rumah, saya memakai panduan dari buku ini," ucap Bernardo Silva. Ia menambahkan, menu yang ada dalam buku itu membuatnya merasa lebih sehat dan fit. "Ketika tubuh terasa fit, permainan akan semakin bagus."
Tara Ostrowe, konsultan dan ahli nutrisi di AS Monaco, mengatakan makanan yang sehat akan membantu pemain cepat pulih saat cedera. "Dengan jadwal yang padat, para pemain dituntut selalu tampil prima. Proses pemulihan fisik yang cepat dapat membantu mereka kembali berlaga dalam performa puncak," katanya.
Kombinasi antara keberanian manajemen klub mengambil keputusan tak lazim, talenta para pemain muda, dan pendekatan ilmiah dari asupan nutrisi menjadi resep ampuh bagi AS Monaco merebut gelar juara Ligue 1 musim ini.
Firman Atmakusuma (CNN Sport, Canal+, Dailynews, Foxnews)
Fakta dan Data Ligue 1
LIGUE 1, kompetisi liga sepak bola tertinggi di Prancis, mencatat fakta dan data menarik pada musim 2016/2017. Keberhasilan AS Monaco menggusur Paris Saint-Germain, untuk menjadi kampiun setelah 17 tahun, disebut-sebut ibarat pertarungan antara David dan Goliath. Berikut ini beberapa fakta dan rekor baru dari Ligue 1.
- AS Monaco menorehkan rekor hanya kalah 3 kali, seri 5 kali, dan memenangi 30 dari 38 pertandingan dengan mencetak total 107 gol.
- Gabungan jumlah total gol dua klub teratas, Monaco dan Paris Saint-Germain, adalah 182--tertinggi dalam sejarah Liga Prancis.
- Empat pemain, Edinson Cavani (PSG), Alexandre Lacazette (Lyon), Radamel Falcao (AS Monaco), dan Bafetimbi Gomis (Marseille), mencetak lebih dari 20 gol--pertama dalam era sepak bola modern.
- Ada enam tim yang terus berjuang agar terhindar dari degradasi hingga akhir musim kompetisi.
- Memphis Depay mencetak gol terbaik di Ligue 1 musim 2016/2017 untuk Lyon saat menghadapi Toulouse. Gol itu dicetak dari tengah lapangan.
- Edinson Cavani mencetak 35 gol dalam 36 penampilan bersama Paris Saint-Germain atau satu gol setiap 85 menit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo