Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana lapangan sepak bola Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu petang pekan lalu, tampak berbeda dari biasanya. Puluhan remaja berkaus oranye dengan tulisan Jakmania meramaikan tempat itu. Suporter Persija Jakarta ini duduk berkelompok di pagar dengan mata tertuju ke tengah lapangan. Di sana, pemain Persija sedang serius mengikuti arahan dari pelatih Rahmad Darmawan.
Inilah latihan pertama tim Macan Kemayoran setelah pihak manajemen mengumumkan 24 nama pemain yang akan diturunkan untuk musim kompetisi 2006. Meskipun hanya dalam sesi latihan, para Jakmania tampaknya sangat menikmati aksi pemain Persija. Jika pemain yang mereka idolakan mendapat bola atau melakukan aksi memukau, mereka pun bertepuk tangan.
Di antara pemain, terlihat Hamka Hamzah, 21 tahun, yang berkali-kali gagal memasukkan bola ke gawang. Sundulan serta sepakannya selalu melenceng. ”Wah, pemain termahal kok nggak bisa bikin gol,” celetuk salah seorang penonton.
Pemain termahal? Ya, Hamka memang sedang jadi sorotan. Sejumlah media menyebut bahwa stopper asal Makassar ini memiliki nilai kontrak Rp 800 juta setahun untuk memperkuat Persija Jakarta pada musim kompetisi 2006. Jumlah ini sangatlah luar biasa. Bahkan, kabarnya, itulah nilai kontrak tertinggi yang dimiliki pemain lokal saat ini.
Semua duit jatuh ke tangan Hamka sendiri sebagai gaji. Sebanyak 25 persen dibayar di muka, sisanya diangsur setiap bulan. Jika dihitung-hitung, per bulan dia mendapatkan gaji Rp 66,6 juta.
Hamka sendiri tidak bersedia menyebut angka pasti nilai kontraknya. Namun dia mengangguk ketika Tempo mengatakan jumlahnya di atas Rp 750 juta. ”Saya kira bukan saya yang paling tinggi. Masih ada teman lain yang lebih tinggi dari itu,” katanya saat ditemui Tempo di Griya Wisata Ragunan, Jakarta Selatan. Di sinilah kini sehari-hari para pemain Persija tinggal.
Nilai kontrak antara klub dan pemain selama ini memang tidak pernah dibuka kepada publik. Para pemain pun tidak tahu pasti nilai kontrak rekan mereka satu tim. Jadi tidak mudah menobatkan Hamka sebagai pemain dengan nilai kontrak tertinggi.
Ketua Asosiasi Klub Profesional (Akpro) yang juga Ketua Bidang Tim Nasional PSSI, Muhammad Zein, memperkirakan bahwa saat ini gaji pemain lokal bisa mencapai Rp 900 juta per tahun. ”Saya kira beberapa mantan pemain SEA Games Manila sudah ada yang mendapat gaji sebesar itu,” katanya.
PSSI memang pernah membuat aturan tentang batas maksimal nilai kontrak pemain. Untuk pemain lokal paling tinggi Rp 500 juta dan pemain asing Rp 600 juta. Namun dalam prakteknya aturan ini tidak bisa berjalan. Sebab, pemain yang dianggap memiliki kualitas jumlahnya lebih sedikit dari yang dibutuhkan klub. Sehingga pemain yang sedikit ini jadi rebutan. ”Klub sendiri akhirnya bersedia membayar mahal untuk mendapatkan pemain ini,” kata Zein.
Kebutuhan klub sebenarnya bukan hanya pemain, tetapi juga pelatih. Karena itu tidak sedikit klub yang akhirnya mengontrak pelatih asing karena terbatasnya pelatih lokal berkualitas. Zein menyebut nama Rahmad Darmawan dan Benny Dollo sebagai pelatih lokal yang menjadi incaran klub di Indonesia.
Nama Rahmad melejit setelah dia berhasil mengantar Persipura Papua menjuarai Liga Indonesia musim lalu. Keberhasilannya itu membuat dia menjadi pelatih lokal termahal saat ini. Gajinya diperkirakan mencapai Rp 700 juta untuk membesut tim Macan Kemayoran selama tahun ini.
Rahmad menolak menyebut angka kontrak yang dia kantongi dari Persija. ”Pokoknya gaji saya lebih besar dari gaji seorang direktur bank,” katanya. Dia juga membantah jika kepindahannya ke Jakarta berkaitan dengan nilai kontrak tadi. Sebab, Persipura juga memberikan nilai yang sama. ”Pilihan saya ini karena alasan dinas. Saya juga diminta menangani tim Angkatan Laut dan Marinir. Jadi tidak bisa jauh-jauh dari Jakarta,” kata anggota Marinir berpangkat kapten ini.
Lain halnya Hamka, tahun lalu ia sudah memperkuat Persija. Pemain ini mengawali profesinya dari Sekolah Sepak Bola (SSB) Bangao Putra, Makassar, pada 1997. Setahun kemudian dia bergabung dengan PSM Makassar junior sampai 2000. Selanjutnya berturut-turut dia memperkuat PSM (2000-2002), Persebaya Surabaya (2003), Persik Kediri (2004), dan Persija (2005).
Bintang Hamka semakin bersinar setelah dia masuk skuad Piala Tiger yang dibesut pelatih Peter Withe. Di sinilah pertama kali Persija melirik Hamka. Ketika masih membela Persik, nilai kontraknya tidak lebih dari Rp 200 juta. Persija berani memberikan gaji dua kali lipat lebih besar dari gajinya di Persik.
Menjelang musim kompetisi 2006, tidak sedikit klub yang mengincar Hamka. Penampilannya pada kompetisi musim lalu dan saat membela tim nasional di ajang SEA Games dianggap istimewa. Keistimewaannya itu bukan hanya dia tangguh di lini belakang, melainkan juga manuver-manuvernya yang berbahaya di garis pertahanan lawan.
Salah satu klub yang sangat ingin meminang Hamka adalah PSM Makassar. Klub yang telah membesarkan Hamka ini sempat mengajukan penawaran Rp 500 juta. Jumlah ini sedikit lebih besar dari nilai kontrak Hamka di Persija pada musim kompetisi 2005 yang tidak lebih dari Rp 400 juta. Belakangan Hamka memilih tetap di Persija setelah pihak manajemen mengabulkan tuntutannya menaikkan nilai kontrak dua kali lipat.
Hamka sendiri membenarkan bahwa nilai kontrak itu menjadi salah satu alasannya bertahan di Persija. Namun bukan hanya itu. ”Kalau di PSM saya ikut pertandingan di wilayah timur,” kata dia. Dia sudah merasakan lelahnya mengikuti pertandingan tandang di wilayah timur. ”Kami menghabiskan waktu berhari-hari. Jadi tidak ada waktu untuk pemulihan,” kata dia lagi.
Selain Hamka, nama Ismed Sofyan (26 tahun), Agus Indra Kurniawan (23 tahun), dan Syamsul Bahri Haeruddin (27 tahun) juga disebut-sebut memiliki gaji tinggi. Ismed menolak menyebut angka yang ia kantongi untuk memperkuat Persija musim ini. Namun dia tidak menggeleng ketika Tempo menyebut angka Rp 750 juta. ”Ah, sudahlah, tidak enak kalau harus menyebut nilainya,” kata Ismed.
Sebelum memperpanjang kontrak dengan Persija, sebenarnya Ismed sempat mendapat tawaran dari Telkom Malaka. Tidak tanggung-tanggung, klub asal Malaysia itu berani membayar Rp 1,2 miliar untuk gelandang andalan Indonesia ini. Namun Ismed menolak tawaran itu. ”Saya masih punya obsesi di Persija,” kata putra Aceh ini.
Sudah empat musim Ismed membela Persija. Namun sekali pun dia belum berhasil merebut Piala Liga Indonesia untuk klubnya. Obsesi menjadikan Persija sebagai juara liga inilah yang menguatkan Ismed bertahan di klub kebanggaan Jakmania itu.
Tawaran gaji tinggi dari Telkom Malaka juga melayang ke gelandang PSM Syamsul Bahri Chaerudin. Syamsul menolak tawaran ini mengingat ikatan batinnya yang kuat dengan PSM.
Jika dibandingkan dengan tawaran Telkom Malaka yang Rp 1,3 miliar, gaji Syamsul di PSM saat ini tidak ada apa-apanya. Untuk musim ini, manajemen PSM menaikkan gajinya 45 persen. Tahun lalu nilai kontraknya tidak lebih dari Rp 450 juta. Tapi Syamsul memilih tetap bertahan di PSM. ”Tawaran banyak, tapi orang tua saya pesan untuk tetap di PSM. Pengin liat PSM juara,” katanya.
Syamsul mengawali kariernya dari Makassar Football Club. Dia langsung memperkuat PSM pada musim kompetisi 2001, yang ketika itu kekurangan pemain. Sejak itulah nama Syamsul selalu tercantum dalam barisan pemain tim berjulukan Juku Eja ini.
Hamka, Ismed, dan Syamsul hanya sebagian contoh dari pemain yang sukses meniti karier di sepak bola Indonesia. Mereka tidak hanya mendapat kebanggaan sebagai seorang bintang, tetapi juga memperoleh materi yang menjanjikan. Ismed, misalnya. Kini dia sudah memiliki sebuah rumah di Aceh dan Jakarta. Satu Kijang Innova hitam pun siap mengantar Ismed menuju tempat latihan. ”Tahun ini rencananya saya ingin memberangkatkan orang tua ke Tanah Suci,” katanya.
Suseno, Irmawati (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo