Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Saat Roma Memburu Lira

Meski AS Roma menjadi scudetto, harga sahamnya malah anjlok. Tapi keuntungan sudah di depan mata.

24 Juni 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH-RUMAH di Roma sepi tak berpenghuni. Ahad kemarin, dua pekan lalu, sebagian besar warga kota itu tumpah di Circus Maximus, tempat pacuan kuda di masa Romawi. Mereka merayakan pesta kemenangan klub sepak bola kota tersebut, AS Roma, yang menjadi scudetto musim kompetisi tahun ini. Ribuan orang larut dalam alunan suara penyanyi Antonello Venditti. Dan puncaknya adalah suguhan goyangan seronok dari aktris Sabrina Ferilli yang menari striptease. Hajatan yang digagas Wali Kota Walter Veltroni ini menjadi pemungkas hura-hura masyarakat Roma dalam sepekan terakhir. Roma memang pantas berpesta. Delapan belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menanti singgahnya gelar scudetto kembali ke kota itu. Tahun lalu, piala itu memang mampir dibawa Lazio, klub satu kota, tapi tentu saja bukan milik mereka. Tapi, hey, keceriaan itu tampak kontras dengan wajah pengelola klub ini. Tampang mereka ditekuk. Sulit dipercaya, meski perkasa di lapangan hijau, ternyata Roma sama sekali tidak bertaji di papan bursa saham. Pekan silam, beberapa hari setelah Roma menjadi scudetto, saham klub ini terperosok hingga 12,32 persen. Ini catatan terburuk sejak turunnya harga saham mereka pada awal tahun ini, yang sempat melorot sampai 14 persen. Rivalnya sekota, Lazio, yang gagal mempertahankan gelar juara, relatif beruntung. Meski turun juga, sahamnya hanya anjlok 9,45 persen. Para pialang mengatakan anjloknya harga saham ini disebabkan oleh pemborongan yang dilakukan beberapa waktu lalu sebelum Roma menjadi juara. Itu dilakukan sebagai antisipasi bila Roma menjadi juara. Nah, setelah Roma menjadi juara, mereka melepas kembali sahamnya. ?Namun, kejuaraan telah selesai dan saham tidak menarik lagi,? kata seorang analis. Presiden Roma, Franco Sensi, meski terkejut dengan jatuhnya harga saham, punya alasan. ?Anjloknya harga saham ini karena mereka telah memperoleh keuntungan yang besar beberapa waktu lalu,? kata Sensi. Ini tentu kejutan lanjutan setelah beberapa hari sebelumnya kelompok perbankan Banca Antoniana Popolare Veneta telah mengurangi sahamnya di klub Roma dari 14,95 persen menjadi tinggal 7 persen. Maret lalu, seperti diungkapkan Consob, pengawas perdagangan saham Italia, mereka masih memiliki saham sekitar 21 persen. Hal yang sama dilakukan Roma 2000, yang juga telah mengurangi sahamnya dari 14 persen menjadi 7 persen. Soal keuangan, AS Roma memang tak setangguh di lapangan hijau. Tahun silam, keuangan klub ini dilaporkan benar-benar payah. Dalam separuh terakhir tahun lalu, dikabarkan, mereka mengalami kerugian sekitar 85 miliar lira (Rp 425 miliar). Sedangkan keuntungan yang diperoleh dalam semester pertama tahun itu pun tidak banyak, hanya sekitar 472 juta lira (Rp 2,3 miliar). Tapi keadaan itu masih jauh lebih baik ketimbang saat Franco Sensi mengambil alih klub ini pada 1993. Kala itu, Giallorossi diwarisi bejibun utang dan tim yang buruk. Secara bertahap, anak dari salah satu pendiri klub ini pada 1927 itu membangun tim dengan membeli beberapa pemain yang berkualitas, antara lain Francesco Totti dan Gabriel Batistuta. Ia juga membenahi pengelolaan klub. Hasilnya, tahun lalu, Roma tercatat di Bursa Efek Italia. Bagaimana dengan keuntungan tahun ini? Belum ketahuan, dong. Laporan keuangan biasanya diketahui setelah lepas enam bulan. Namun, secara kasar, keuntungan tampaknya bisa dihitung dari jumlah tiket yang masuk. Saat persaingan merebut gelar scudetto makin panas, penonton tiba-tiba menumpuk. Juga dari siaran televisi yang tiba-tiba mengganti jadwal siaran langsung dengan pertandingan Roma. Hak siaran televisi dan penjualan tiket merupakan pemasukan yang paling besar bagi tiap tim. Tahun lalu saja, hak siar televisi memberikan keuntungan hingga sekitar 38 persen dari total pemasukan. Itu disusul dengan penjualan tiket, yang mencapai 24 persen. Laba lainnya diperoleh dari sponsorship, yang mencapai 11 persen. Sedangkan iklan yang masuk menghasilkan duit sekitar 11 persen dari total pemasukan. Pemasukan lainnya, meski tidak besar, dari merchandise klub. Para pialang pun melihat keuntungan tengah menari-nari di pelupuk mata. ?Prospek klub ini akan membaik,? kata salah seorang pialang. AS Roma telah membayarkan sekitar 30 miliar lira (Rp 150 miliar) untuk pemainnya sebagai bonus menjuarai Liga Italia. Hal lainnya, pihak klub telah membayar akuisisi yang sempat terhambat. Menurut sang pialang, itu akan membuat pasar jadi positif. Nah, kini, dengan bekal prestasinya, setidaknya pemasukan dari keikutsertaannya dalam Liga Champions akan menambah pundi-pundinya. Dan produk bagus pun biasanya akan dihargai dengan tarif iklan dan sponsor yang menjulang. Ini contoh sedap: berani buang banyak uang untuk hasil berlipat-lipat. Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus