Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Target: Arifin Panigoro

24 Juni 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di era demokrasi, uang lebih kuat dibandingkan dengan laras bedil. Dan seorang Arifin Panigoro memiliki banyak uang?banyak sekali?di saat Indonesia memasuki wilayah demokrasi. Mungkin itu sebabnya ia segera menjadi tokoh penting di pergerakan politik nasional. Kawan seiring menganggapnya aset partai, lawan politik melihatnya sebagai ancaman yang patut diperhitungkan. Arifin Panigoro sendiri teramat sadar akan posisinya tersebut. Di lingkungan kawan-kawannya, ia sering sesumbar mempunyai rekor telah menumbangkan tiga presiden: sebagai aktivis 66 ketika menurunkan Sukarno, lalu sebagai penyandang dana gerakan melengserkan Soeharto dan?kemudian?juga Habibie. Sekarang, kelakarnya kepada para wartawan, ia akan memperbaiki rekornya menjadi penumbang empat kepala negara. Gurauan yang setengah serius. Sebab, sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat, Arifin Panigoro boleh dikata menjadi motor utama dalam upaya menggulingkan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenannya. Abdurrahman Wahid tentu tak tinggal diam. Perlawanan diberikan, dan Arifin Panigoro kini menjadi target penyidikan aparat negara. Bukan hal baru. Baik Soeharto maupun Habibie pernah mencoba menggunakan kekuatan Kejaksaan Agung untuk menetralisasi kegiatan politik alumni Elektro ITB ini. Keduanya gagal dan Arifin Panigoro berkeyakinan besar pemerintahan Gus Dur akan mengalami nasib yang sama. Bila keyakinan itu menjadi kenyataan, pamor Arifin Panigoro akan semakin berkibar-kibar. Kalangan yang cemas terhadap kemungkinan ini patut bertanya-tanya adakah demokrasi yang sedang diperjuangkan telah dibeli melalui kekuatan uang. Kecemasan seperti ini sangatlah wajar. Bahkan Amerika Serikat, negara yang telah berdemokrasi lebih dari dua abad, belumlah bebas dari kekhawatiran yang sama. Setidaknya itu terlihat tatkala mahajutawan Ross Perot menggunakan kekayaan pribadinya untuk berkampanye menjadi presiden. Ross Perot gagal di Amerika, tapi konglomerat media Silvio Berlusconi berhasil menjadi perdana menteri di Italia, 1994. Kini sedang disimak apakah keberhasilan pengusaha telekomunikasi Thaksin Shinawatra menjadi Perdana Menteri Thailand akan bertahan lama atau cuma sekilas seperti dialami Berlusconi. Kalaupun Thaksin bertahan, tampaknya bukan untuk waktu yang lama. Walhasil, pengalaman Ross Perot, Berlusconi, dan Thaksin menunjukkan bahwa uang memang penting dalam pergulatan politik di dalam sistem demokrasi, tapi sekaligus juga terbukti bukan satu-satunya faktor penentu. Uang memang dapat membeli keyakinan banyak orang, tapi hanya untuk waktu terbatas. Dalam kerangka pemikiran seperti ini, kecemasan terhadap masuknya orang kaya dalam kompetisi politik boleh-boleh saja, tapi tak perlu berlebihan. Yang lebih penting adalah menjaga agar kompetisi berlangsung adil. Antara lain dengan memastikan tak ada suara yang dibungkam dan sekaligus mengharamkan penggunaan kekerasan. Akses publik terhadap informasi harus dijaga dengan mempertahankan pers yang bebas tidak hanya dari ancaman pemerintah, tapi juga hegemoni modal. Modal jelas merupakan kekuatan utama Arifin Panigoro. Pengusaha yang mengaku memiliki kekayaan Rp 245 miliar ini kini dituduh terlibat dalam kegiatan korupsi yang merugikan peme-rintah. Pipin?panggilan akrab lelaki berusia 56 ini?menyatakan tuduhan itu mengada-ada dan sekadar bagian dari tekanan politik pemerintahan Abdurrahman Wahid. Jika tudingan ini benar, haruskah Arifin Panigoro dibela oleh partai politiknya? Selama pembelaan itu terbatas dalam koridor politik, tentu dibenarkan. Namun, proses penegakan hukum?dengan atau tanpa motif politik?harus dibiarkan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Apa pun posisi politik Arifin Panigoro, hak-hak hukumnya sebagai warga negara tetap harus dihormati. Sebaliknya, terlepas dari soal apakah pemerintahan Gus Dur ini bersih atau tidak, bila Kejaksaan Agung mampu membuktikan pelanggaran hukum seorang Arifin Panigoro, yang bersangkutan harus menjalani konsekuensi hukum pelanggarannya tersebut. Kalaupun para pendukung Arifin Panigoro ingin menyerang balik dengan membuktikan terjadinya berbagai kegiatan korupsi di pemerintahan Abdurrahman Wahid, kegiatan ini tidak boleh dihalangi. Sebab, salah satu alasan mengapa sistem demokrasi lebih baik dari cara otoriter adalah keberhadiran kompetisi politik yang bebas. Kompetisi ini menyebabkan semua kekuatan politik berupaya mencari kelemahan lawan sekaligus membersihkan kekurangan di pihaknya. Akibatnya, kompetisi politik yang sehat akan membuat iklim politik yang menyulitkan berkembangnya kegiatan korupsi ataupun penyalahgunaan kekuasaan lainnya. Dampak seperti ini telah terlihat. Kendati Arifin Panigoro adalah pengurus PDI-P dan sekaligus dikenal sebagai donatur yang murah hati, Partai Banteng terlihat enggan membelanya secara terbuka. Bahkan tak kurang dari Megawati sendiri mengatakan, persoalan Arifin Panigoro dengan Kejaksaan Agung adalah masalah pribadi dan partai tak perlu terlibat. Ini jelas sangat berbeda dengan suasana di era Orde Baru, ketika mahakoruptor pun dapat dengan mudah bebas karena kerajinannya menyumbang partai yang berkuasa. Begitulah demokrasi. Uang memang menjadi lebih kuat ketimbang laras bedil, tapi kekuasaannya jauh dari tak terbatas. Suara orang ramai memang dapat dipengaruhi oleh uang, tapi tidak untuk waktu yang lama, apalagi selamanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus