RAMBUTNYA sudah memutih dan menipis. Meskipun telah berusia 56
tahun, tubuhnya masih tampak tegap. Laki-laki berkaus oblong dan
bercelana putih potong pangsi itu adalah Subur Rahardja alias
Lim Sin Tjoei, suhu (guru) Persatuan Gerak Badan Bangau Putih,
satu perkumpulan silat di Bogor.
Sambil meneguk air putih, di rumahnya di Jalan Kebon Jukut
Bogor, Subur, berkata: "Dan burung bangau tidak pernah mencari
musuh, tenang dan hidup damai, gerakan bangau luwes, tapi
keras."
Tempat latihan Bangau Putih bermula di sebuah rumah tua di Jalan
Kebon Jukut itu. Rumah itu tampak terawat apik dan bersih.
Separuh dindingnya terbuat dari bambu, sisanya tembok, dengan
lantai tegel mengkilap. Di tempat inilah, jurus-jurus silat
diajarkan pada siang hari untuk para pemula.
Sejak 1978, Bangau Putih mempunyai padepokan di Tugu (kawasan
Puncak), di atas tanah 1 ha. Di sini terdapat sebuah tempat
latihan 15 x 9 meter. Semacam gapura bulat dicat merah dan cukup
besar untuk orang lalu lalang, adalah pintunya. Pintu gaya
Tiongkok ini tidak berdaun. Di salah satu sudutnya, ada ukiran
kulit bergambar Koan Te Kun, jenderal bermuka merah dalam
ceritera Sam Kok (Tiga Negara).
Di salah satu dinding luar gedung tempat latihan, terlihat
ukiran naga. Sekitar 10 meter dari gedung tempat latihan ini,
adalah rumah suhu Subur, di satu tempat agak tinggi. Gambar
bangau putih berwarna merah dari besi menghias pintu rumah suhu.
Semua perabot di ruang tamu juga berwarna merah. Pada dinding
bergantungan beberapa lukisan burung bangau.
Di padepokan inilah, Menteri Penerangan Ali Murtopo 25 Mei lalu
menyaksikan peragaan jurusjurus silat aliran Bangau Putih.
Peragaan itu juga didokumentasikan TVRI.
Bangau Putih telah berdiri sejak 29 tahun yang lalu. Subur,
pendiri dan suhu perguruan itu, rupanya sejak berusia 6 tahun
telah mendapat didikan dari ayahnya. Sang ayah, Lim Kim Bauw,
kemudian mengirim Subur ke berbagai perguruan silat. Sampai usia
25 tahun, dia ditempa antara lain oleh Gusti Agung Gde Agung
Djelantik Balawangsa, Haji Dulhamid dari Tarikolot Cimande dan
Tjong Kim Ji -- semua adalah pendekar-pendekar terkenal, dengan
aliran silatnya masing-masing.
Ketika kemudian semakin banyak orang yang berguru kepada Subur,
25 Desember 1952 dengan resmi berdirilah Bangau Putih.
Anggotanya kini lebih 5000 orang dengan berbagai cabang tak
hanya di Indonesia, tapi juga: Amerika Serikat, Jerman Barat,
Australia, Inggris dan untuk Prancis (di Paris) kini sedang
dipersiapkan. Beberapa nama, seperti Adnan Buyung Nasution,
pelukis Hardi, seniman WS Rendra, dan aktor Pendatang Terbaik
FFI 81 Adi Kurdi tercatat juga sebagai murid perguruan ini.
Rendra sendiri pernah mempraktekkan jurus-jurus silatnya dalam
pementasan sandiwara Antigone dan Soplokles.
Untuk mengecek keaktifan cabang-cabangnya, Subur sering
berkeliling. "Ada kalanya diundang, ada kalanya dengan biaya
sendiri," ujar Subur Rahardja. Dan ketika suatu saat dia
berkunjung ke Bengkel Teater Rendra di Yogya, suhu yang waktu
itu menduda bertemu dengan Louise Ansberry, janda berkebangsaan
Amerika. Duda dan janda itu pun menikah. Bagi Subur pernikahan
itu adalah untuk ketiga kalinya. Sedang bagi janda beranak dua
itu, adalah untuk kedua kalinya.
Organisasi perguruan Bangau Putih diasuh oleh Dewan Sesepuh yang
dipimpin oleh Subur Rahardja sendiri. Kemudian ada yang disebut
18 orang "Sinpaytouwtee huruf Ban," biasa disebut pewaris.
Kemudian ada pula "blok 41", yang pada 1978 terdiri dari 41
orang "Sinpaytouwtee huruf Goan", biasa disebut "warga
perguruan." Selain beberapa orang Indonesia, kini ada 9 orang
warga asing yang telah diangkat jadi "warga perguruan".
Di bawah asuhan "blok 41" inilah pemula-pemula Bangau Putih
dilatih. Pendatang baru biasanya tidak langsung dilatih. Tetapi
dibiarkan dulu selama 3 bulan, untuk dilihat apakah dia
berdisiplin atau tidak untuk datang tepat pada jamjam latihan.
Tingkat kelas selanjutnya ditandai oleh warna sabuk. Untuk
tingkat persiapan sabuk hijau. Setelah 6 bulan dan lulus ujian,
sabuk jingga. Adapun pemegang sabuk merah, biru dan sabuk hitam,
harus sudah mengikuti latihan paling tidak 5 tahun dan lulus
ujian.
Waktu latihan biasanya diiringi musik keroncong atau jenis-jenis
musik lainnya. Para calon pendekar diwajibkan mematuhi acara
rutin: bangun jam 04.30 pagi untuk lari pagi selama satu jam.
Mulai jam 05.30 sampai jam 08.00 latihan. Kemudian makan pagi,
biasanya hanya roti gambang sepotong dan teh atau kopi. Setelah
itu, setiap murid diperbolehkan meninggalkan perguruan untuk
turut keaktifan di luar. Ada yang bekerja, pergi sekolah dan
murid-murid asing biasanya belajar bahasa Indonesia, melukis
atau belajar membatik. Saat-saat latihan, makan dan sebagainya
ditandai dengan suara kentongan.
Suhu melarang murid-muridnya tidur siang. Tetapi ini bukan
berarti tidak boleh mengaso. Jam 16.00 sampai jam 18.00 diadakan
latihan lagi. Juga setelah makan malam. Latihan malam ini
diseling dengan diskusi, belajar teori-teori silat atau suhu
memberi nasihat. Sering pula, di malam hari sang suhu
"menurunkan" jurus-jurus barunya.
luran bulanan untuk jadi anggota cuma Rp 300 di luar biaya makan
dan tidur. Pada waktu-waktu tertentu, suhu meniadakan makan
daging untuk anggota-anggotanya. Terutama untuk latihan
jurus-jurus tertentu. Semua anggota yang menghuni perguruan,
harus makan apa adanya. Tidak terkecuali yang berkulit putih.
Mengapa orang asing banyak tertarik pada Bangau Putih? Christ
Hansen, adalah mahasiswi program doktor jurusan Psikolinguistik
dari Stanford University di AS yang pada mulanya retak tulang
belakang karena latihan karate. "Saya sudah hopeless waktu itu,"
kata Christ Hansen dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah.
Dia kemudian mendengar salah seorang temannya belajar silat.
Berbarengan dengan itu, dia mendengar Subur sedang mengunjungi
200 orang muridnya di Stanford University.
Subur memberi obat gosok kepada Christ. "Sekarang, lihat saja
saya sudah sanggup berlatih," kata Christ, "dan saya sudah satu
tahun di perguruan ini."
Murid asing lainnya, Pat Maffitt, penari dan juga direktur musik
untuk sebuah perusahaan film di New York. Sudah empat kali dia
bolak-balik New York-Bogor, "dan silat bisa mematang kan musik
saya." Murid lain berminat karena melatih kesabaran. Ada pula
karena ingin punya anak. Tak ketinggalan bekas morfinis,
penderita sakit pusing, kegemukan dan macam-macam alasan lagi.
Kalau ada anak buah Subur sampai berkelahi, tanpa ragu dia
menghukum sang murid. Misalnya dengan memaksanya berdiri terus
menerus semalam suntuk. Karena itu, jarang muridnya yang
melanggar disiplin.
Suhu Subur mengaku "Saya hanya bersekolah sampai pohon bambu."
Resminya sampai MULO kelas 2. Tetapi ia fasih berbahasa Inggris
dan Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini