BUYA Hamka, 73 tahun, Kamis 28 Mei lalu berangkat ke Irak. Ia
memenuhi undangan pemerintah sana. Juga undangan Rabitah Alam
Islami di Mekah. Hamka sendiri menjadi anggota majlis ta'sisi
dari badan tersebut. "Saya sudah bilang kepada pemerintah Irak,
saya bukan Ketua Majelis Ulama lagi. Tapi mereka ternyata tidak
melihat jabatan saya," katanya kepada TEMPO.
Bahkan, sesudah pengunduran dirinya dari MUI 19 Mei disiarkan,
banyak orang menelepon ke rumahnya dan bilang: "Itu baru Hamka
...."
Tanggal 19 itu juga Hamka sebenarnya punya acara lain:
mengangkat anak, seorang pemuda keturunan Cina yang semula
bernama A Lun, 24 tahun, dan setelah masuk Islam di hadapan
Hamka Maret lalu (bersama 25 orang lain) berganti nama dengan
Muhammad Yusuf. Ia anak importir mobil, pernah sekolah di Kanada
dan USA. Pada malam syukuran warga Al Azhar di aula masjid
agung itu, yang dibarengi masuk Islamnya 21 remaja keturunan
Cina yang lain, Hamka dan Yusuf bertukar cincin lalu berpelukan.
Itu "sebagai pengakuan kehormatan saja, bukan adopsi seperti
yang dikenal itu," tutur Buya kemudian.
Kemudian 22 Mei malam rumah Buya ternyata dijaga oleh 15 orang
ber-walky-talky. Itu diketahuinya seusai pertemuan dengan
orang-orang MUI di rumah itu juga -- dengan KH Hasan Basri, KH
Syukri Gazali, Letjen (purn) Sudirman, Muttaqien, Burhani dan
Prodjokusumo, yang membicarakan keadaan majelis itu sepeninggal
Hamka.
Ayah 10 orang anak yang sudah bercucu 22 orang itu senang saja
ditongkrongi orang-orang yang, menurut Hamka, anak buah Norman
Sasono dari Laksusda Jaya. "Rumah saya sedang dibongkar. Banyak
bahan bangunan yang bertumpuk di pekarangan, dan selama ini tak
ada penjaganya," katanya. Lebih dari itu, "mereka anak-anak
saya. Mereka minta nasihat-nasihat saya dan bahkan, seperti
santri, mereka memakai kain sarung segala."
Hamka sendiri sebenarnya tak tahu kenapa rumahnya harus dijaga.
"Ah, mungkin karena saya juga menjadi sasaran Kelompok Imran,"
katanya. "Mereka baik-baik. " Hanya saja selalu menolak makan
atau kopi yang ditawarkan nyonya rumah.
Bahkan ketika ulama itu pergi ke Palembang, 23 Mei, untuk
menikahkan anaknya yang nomor 9, Afif Hamka (28 tahun), para
pengawal itu ternyata mengikuti sampai lapangan terbang
Kemayoran.
Salah seorang bertanya, menginap di mana Buya di Palembang.
Hamka tertawa dan menjawab: "Insya Allah di guest house
gubernuran." Maklum, Gubernur Sum-Sel Sainan Sagiman sejak lama
memintanya menginap di sana. Dan di Palembang sang gubernur
sendiri datang menjemputnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini