PEDAGANG sapi hampir saja kehilangan pasarannya. Beberapa waktu
lalu orang dari daratan RRT menggiring ribuan sapi mereka dan
memenuhi pasaran di Hongkong. Kapal ternak Australia juga
membongkar muatannya di sana:ribuan sapi yang ujudnya memang
kegemukan oleh gajih. Semuanya bersaing harga dan memojokkan
semangat pedagang dari Indonesia -- yang lumayan selama itu di
sana. Malah pada bulan Pebruari lalu tak seekor sapi pun
dikapalkan dari sini. Sebab dari Australia telah datang 1.202
ekor. Dari Thai hampir duakali lipat, 2.171 ekor. Dari RRT lebih
hebat lagi, sampai 6.691 ekor. Kenihilan ekspor sapi memang
sudah ditandai oleh penurunan angka pada bulan-bulan sebelumnya.
Malah sudah mulai dirasakan pada beberapa tahun sebelumnya.
Masa gemilang dagang ternak ke Hongkong itu sekitar tahun 1973
ketika PN Pelni sampai mengerahkan 17 buah kapal ternaknya. Dan
pada tahun ini, kabarnya, armada ternak itu tinggal 4 kapal lagi
yang masih kebagian operasi. "Sulit bagi kami untuk bersaing
jika 5udah bicara soal harga", kata Irsan Sutandinata, eksportir
dan pengurus organisasi eksportir sapi. "Paling sedikit harga
kita per ekor Rp 8 ribu di atas harga pasaran di Hongkong",
katanya pula.
Tapi dua hadiah bulan April lalu betul-betul menambah nafas para
pedagang ternak. Hadiah pertama datang dari Dirjen Pera,
Haryono Nimpuno, berupa keputusan penurunan tarif angkutan laut.
Lalu Menteri Perdagangan, malah, menghapuskan pajak ekspor sapi
sama sekali. Hasilnya nyata. Bulan April itu juga kapal dari
Indonesia sudah membogkar 2.550 ekor. Dan bulan berikutnya
sudah diekspor 3.125 ekor. Lumayan. Harga ternak Indonesia
sudah mulai mampu bersaing? "Sedikitnya menyamai harga pasar",
kata Irsan. Tapi itu baik. Sebab "restoran-restoran di Hongkong
lebih gemar daging sapi kita dari pada eks Australia, yang lebih
murah, tetapi terlalu banyak lapisan gajihnya", lanjut Irsan
meyakinkan. Malah "lebih mahal $ 100 per pikulnya pun, orang
masih memilih sapi dari Indonesia".
Kontes
Ingin memanfaatkan paket April lebih banyak, pedagang ternak
mulai memandang jauh. Bagaimana kalau ekspor ke Jepang? "Kalau
itu dapat terlaksana, wah hebat!" kata eksportir dari PT Nusa
Indah ini. Di Jepang nanti ternak dari Australia sudah bukan
merupakan saingan lagi. Negara penghasil ternak boleh membanting
harga sapinya itu sendiri, "tapi tak akan mampu menutup ongkos
kapalnya". Dan untung bagi pedagang Indonesia yang dapat
mencapai pasar di Jepang dengan ongkos tambang lebih murah. Tapi
jalan untuk mengkapalkan ternak ke sana tidak selicin itu. Sebab
ternak dari Indonesia belum mendapat kejernihan dari organisasi
yang mengurusi pangan sedunia (FAO). Jelasnya, "sapi kita masih
dianggap berpenyakit mulut dan kuku", tutur Irsan. Dan faktor
ini yang menghambat pengembangan ekspor ke negara lain, selain
pasar konvensionil di Hongkong. Dan juga promosi dagang ternak
ke sana perlu juga.
Namanya juga pedagang. Di samping angin segar bulan April lalu,
masih ada juga keluhan dan gerutu di sana-sini. "Itu pungutan di
daerah masih membebani biaya ekspor", begitulah. Pungutan resmi
berupa restribusi daerah sampai yang berupa tak resmi. Belum apa
yang disebut 'sumbangan biaya kontes sapi'. "Tiap-tiap daerah
seperti Kupang, Bali dan lain daerah, lain pula bentuk dan
besarnya pungutan", keluh Irsan. Penertiban pungutan, begitulah
maunya.
Tentu bukan cuma Irsan yang merasa kesal akan pungutan-pungutan
tak resmi yang dilakukan oleh pintu-pintu resmi itu. Baik di
laut, darat maupun udara pungutan liar begitu tampaknya makin
menjadi-jadi. Tak salah jika Menteri Perhubungan Emil Salim di
penghujung bulan lalu mengedarkan surat teguran yang dialamatkan
kepada segenap direktur jenderalnya dan beberapa instansi di
bawahnya agar menindak tegas kaum pemungut itu. Teguran yang
juga dialamatkan kepada para Inspektur Jenderal dan Sekretaris
Jenderal di segenap lingkungan Departemen Perhubungan itu juga
mengharuskan agar semua rencana keputusan tentang kewajiban
membayar tarif itu sebelum diputuskan harus diajukan lebih dulu
kepada Menteri Perhubungan. Adakah instruksi Menteri Emil Salim
bakal disambut cepat sampai ke bawah, itulah yang ditunggu
banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini