Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sekadar rekor untuk pesta

Presdien suharto meresmikan pemugaran sriwedari solo yang menyatakan bahwa 9 september sebagai hari olah raga nasional.(or)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI awal dari gerakan olah raga nasional, maka hari ini secara resmi saya menyatakan 9 September sebagai Hari Olah Raga Nasional," demikian dekrit Presiden Soeharto ketika meresmikan pemugaran Stadion Sriwedari, Solo, Jumat pekan lalu. Di stadion itu, tepat 35 tahun yang lampau, berlangsung PON I, sebagai suatu usaha untuk meyakinkan dunia bahwa Indonesia, yang menyatakan dirinya merdeka benar-benar bisa tegak dan bergerak kekar. Tepuk tangan hadirin yang membludak, lengking sirene, nyala lampu stadion, dan lepasnya merpati mengantarkan kata-kata kepala negara itu. Tinggal sejarah menunggu bagaimana olah raga yang diharapkan kiprah itu bisa mendorong majunya bangsa. Sebab menurut Presiden Soeharto, yang dalam kesibukan sehari-harinya masih menyempatkan diri bermain golf, olah raga mempunyai aspek luas yang menyentuh pembangunan. Kota Solo seperti menghadapi kenduri besar menghadapi upacara tadi. Dua hari menjelang hari bersejarah itu, dilangsungkan sarasehan atlet-atlet veteran yang beberapa orang di antaranya ambil bagian dalam PON I. Prajurit-prajurit keraton Kasunanan muncul bersama atlet dan pelajar mengarak bendera PON. Stadion Sriwedari sendiri yang sudah dipugar dengan biaya sekitar Rp 1 milyar tampak semarak. Di sebelah selatan kelihatan poster bertuliskan "Tiada hari tanpa olah raga" dengan gambar Presiden Soeharto membawa bendera Hari Olah Raga Nasional. Sementara itu, di utara, terlihat gambar Icuk Sugiarto, yang ngambek karena ejekan penonton pertengahan Agustus lalu. Teksnya bertuliskan "Putra Indonesia Juara Dunia". Setelah pernyataan Presiden tentang hari olah raga nasional itu, suasana pesta mewarnai stadion yang baru disolek itu. Acara larut sampai magrib. Soeharto dan Nyonya Tien berkali-kali terlihat tersenyum berbaur dengan tawa penonton yang digelitik tari jenaka "Main Bola". Para penari dengan gerak-gerik tubuh melukiskan permainan bola, menggelinding sesuai dengan arah tendangan. Suasana bargairah penuh tawa itu gendangnya sebenarnya sudah dimulai Sri Sultan Hamengkubuwono. "Dalam pemugaran stadion ini, perlu kami laporkan kepada Bapak Presiden beberapa problem yang muncul tapi alhamdulillah bisa diatasi. Misalnya, karena pemugaran, sebagian rumah sakit jiwa terpaksa dimusnahkan. Sang gajah di kebun binatang dan binatang-binatang di timur stadion terpaksa dipindahkan," kata Sri Sultan dalam pidato sambutannya sebagai penanggung jawab proyek pemugaran Stadion Sriwedari. Karena perluasan, kebun binatang yang terletak dekat stadion terpaksa dipindahkan. Satu-satunya orang yang bersedih pada hari-hari menjelang dan sesudah pesta di Sriwedari itu hanya Suwarnopinilih. Orang tua berumur 85 yang pernah berstatus pelukis di Keraton Surakarta itu dituduh orang ramai mengada-ada karena dia mengaku sebagai perancang bendera PON I. Menurut ceritanya sendiri kepada wartawan TEMPO, Kastoyo Ramelan, Suwarnopinilih mendapat tugas untuk membuat skets bendera PON dari G.P.H. Purbonegoro yang ketika itu menjabat ajudan Presiden Soekarno. Purbonegoro sendiri mendapat perintah itu dari Bung Karno. Namun, banyak orang tidak percaya dengan ceritanya itu. Sayang bagi Suwarnopinilih. Dia tak punya saksi lagi. Sebab, Purbonegoro dan Bung Karno sudah tiada. Sedangkan Mastini Hardjoprakoso yang menjahit bendera itu dulu tidak tahu siapa yang merancang bendera yang dijahitnya itu. Dan yang lebih memelas adalah pengakuan Suwarno sendiri: "Saya dengan Bu Mastini tidak saling mengenal." Beberapa sumber menyebutkan pencipta bendera PON I itu adalah Bung Karno sendiri. Tetapi belakangan presiden pertama itu sadar, lima lingkaran dalam bendera itu mirip bendera Olimpiade. Lantas dimusnahkan. Kemudian Maladi dan Pelukis Dukut Hendronoto merancang bendera baru. Muncullah bendera dengan lingkaran hanya tiga buah, dikibarkan pada PON II tahun 1951 di Jakarta. Namun, dalam upacara Jumat lalu, bendera duplikat yang dikibarkan adalah bendera dengan lima lingkaran yang mirip lambang gerakan Olimpiade itu. Persatuan Atletik Seluruh Indonesia menjadi organisasi pertama yang menggunakan stadion baru dipugar itu untuk kejuaraan nasionalnya (9-11 September). Cuma sayang, dari sekitar 600 atlet yang berlomba di 42 nomor untuk putra-putri, tak seorang pun yang berhasil menciptakan rekor nasional baru. Ini memang bukan permulaan yang buruk dari peresmian Hari Olah Raga. "Kejuaraan ini memang bukan untuk memecahkan rekor," kata Sarengat, ketua Bidang Pembinaan PB PASI. "Tapi untuk merayakan Hari Olah Raga Nasional dan peresmian Sriwedari."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus