SEBAGAI awal dari gerakan olah raga nasional, maka hari ini
secara resmi saya menyatakan 9 September sebagai Hari Olah Raga
Nasional," demikian dekrit Presiden Soeharto ketika meresmikan
pemugaran Stadion Sriwedari, Solo, Jumat pekan lalu. Di stadion
itu, tepat 35 tahun yang lampau, berlangsung PON I, sebagai
suatu usaha untuk meyakinkan dunia bahwa Indonesia, yang
menyatakan dirinya merdeka benar-benar bisa tegak dan bergerak
kekar.
Tepuk tangan hadirin yang membludak, lengking sirene, nyala
lampu stadion, dan lepasnya merpati mengantarkan kata-kata
kepala negara itu. Tinggal sejarah menunggu bagaimana olah raga
yang diharapkan kiprah itu bisa mendorong majunya bangsa. Sebab
menurut Presiden Soeharto, yang dalam kesibukan sehari-harinya
masih menyempatkan diri bermain golf, olah raga mempunyai aspek
luas yang menyentuh pembangunan.
Kota Solo seperti menghadapi kenduri besar menghadapi upacara
tadi. Dua hari menjelang hari bersejarah itu, dilangsungkan
sarasehan atlet-atlet veteran yang beberapa orang di antaranya
ambil bagian dalam PON I. Prajurit-prajurit keraton Kasunanan
muncul bersama atlet dan pelajar mengarak bendera PON. Stadion
Sriwedari sendiri yang sudah dipugar dengan biaya sekitar Rp 1
milyar tampak semarak.
Di sebelah selatan kelihatan poster bertuliskan "Tiada hari
tanpa olah raga" dengan gambar Presiden Soeharto membawa bendera
Hari Olah Raga Nasional. Sementara itu, di utara, terlihat
gambar Icuk Sugiarto, yang ngambek karena ejekan penonton
pertengahan Agustus lalu. Teksnya bertuliskan "Putra Indonesia
Juara Dunia".
Setelah pernyataan Presiden tentang hari olah raga nasional itu,
suasana pesta mewarnai stadion yang baru disolek itu. Acara
larut sampai magrib. Soeharto dan Nyonya Tien berkali-kali
terlihat tersenyum berbaur dengan tawa penonton yang digelitik
tari jenaka "Main Bola". Para penari dengan gerak-gerik tubuh
melukiskan permainan bola, menggelinding sesuai dengan arah
tendangan.
Suasana bargairah penuh tawa itu gendangnya sebenarnya sudah
dimulai Sri Sultan Hamengkubuwono. "Dalam pemugaran stadion ini,
perlu kami laporkan kepada Bapak Presiden beberapa problem yang
muncul tapi alhamdulillah bisa diatasi. Misalnya, karena
pemugaran, sebagian rumah sakit jiwa terpaksa dimusnahkan. Sang
gajah di kebun binatang dan binatang-binatang di timur stadion
terpaksa dipindahkan," kata Sri Sultan dalam pidato sambutannya
sebagai penanggung jawab proyek pemugaran Stadion Sriwedari.
Karena perluasan, kebun binatang yang terletak dekat stadion
terpaksa dipindahkan.
Satu-satunya orang yang bersedih pada hari-hari menjelang dan
sesudah pesta di Sriwedari itu hanya Suwarnopinilih. Orang tua
berumur 85 yang pernah berstatus pelukis di Keraton Surakarta
itu dituduh orang ramai mengada-ada karena dia mengaku sebagai
perancang bendera PON I.
Menurut ceritanya sendiri kepada wartawan TEMPO, Kastoyo
Ramelan, Suwarnopinilih mendapat tugas untuk membuat skets
bendera PON dari G.P.H. Purbonegoro yang ketika itu menjabat
ajudan Presiden Soekarno. Purbonegoro sendiri mendapat perintah
itu dari Bung Karno.
Namun, banyak orang tidak percaya dengan ceritanya itu. Sayang
bagi Suwarnopinilih. Dia tak punya saksi lagi. Sebab,
Purbonegoro dan Bung Karno sudah tiada. Sedangkan Mastini
Hardjoprakoso yang menjahit bendera itu dulu tidak tahu siapa
yang merancang bendera yang dijahitnya itu. Dan yang lebih
memelas adalah pengakuan Suwarno sendiri: "Saya dengan Bu
Mastini tidak saling mengenal."
Beberapa sumber menyebutkan pencipta bendera PON I itu adalah
Bung Karno sendiri. Tetapi belakangan presiden pertama itu
sadar, lima lingkaran dalam bendera itu mirip bendera Olimpiade.
Lantas dimusnahkan. Kemudian Maladi dan Pelukis Dukut Hendronoto
merancang bendera baru. Muncullah bendera dengan lingkaran hanya
tiga buah, dikibarkan pada PON II tahun 1951 di Jakarta. Namun,
dalam upacara Jumat lalu, bendera duplikat yang dikibarkan
adalah bendera dengan lima lingkaran yang mirip lambang
gerakan Olimpiade itu.
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia menjadi organisasi pertama
yang menggunakan stadion baru dipugar itu untuk kejuaraan
nasionalnya (9-11 September). Cuma sayang, dari sekitar 600
atlet yang berlomba di 42 nomor untuk putra-putri, tak seorang
pun yang berhasil menciptakan rekor nasional baru. Ini memang
bukan permulaan yang buruk dari peresmian Hari Olah Raga.
"Kejuaraan ini memang bukan untuk memecahkan rekor," kata
Sarengat, ketua Bidang Pembinaan PB PASI. "Tapi untuk merayakan
Hari Olah Raga Nasional dan peresmian Sriwedari."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini