Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pahitnya garam

Harga garam jatuh dan penjualan seret. untuk mengatasinya perum garam meneken kontrak dengan KUD. (eb)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RASA garam masih tetap asin. Tapi, bagi petani di Gresik dan Madura Jawa Timur, harga garam terasa pahit. Sampai minggu lalu garam yang dikeruk dari ladang hanya laku Rp 4 sampai Rp 10 tiap kg. Bahkan di Greges, tambak garam perbatasan Gresik dan Surabaya yang lokasinya sulit dijangkau truk pengangkut, petani mengobralnya sampai Rp 3 per kg. "Hasilnya memang melimpah karena musim panas yang baik," kata Akhadun, petani yang menyewa tambak seluas satu hektar dengan harga Rp 250.000. "Cuma kami tidak tahu kapan PN Garam akan membelinya." Biasanya, kalau harga mulai surut, KUD segera ditugaskan menyedot garam rakyat itu. "Tapi KUD tidak mungkin menampung tanpa ada isyarat dari PN Garam," kata Atdhar Rachman, ketua KUD Kota Garam di Greges Kulon kepada TEMPO. Dan Perum Garam yang bertugas sebagai penyangga harga agar tidak merosot, juga masih diam pada puncak panen raya garam yang jatuh pada bulan ini. "Perum Garam, sebelum membeli, juga harus menunggu instruksi dari tim stok nasional," kata Alwi Usman, Kepala Humas Perum Garam kepada TEMPO. Tim nasional yang terdiri dari berbagai departemen dan lembaga di Jakarta baru menurunkan perintah pembelian 1 September lalu lewat surat Direktur Jenderal Aneka Industri. Sebagai langkah persiapan, Senin lalu Perum Garam meneken kontrak dengan 31 KUD se-JaTim di Surabaya yang kemudian disusul di daerah lain. Rencana pembelian lewat 59 KUD "Garam" seluruh Indonesia sebesar 93.700 ton untuk tahap pertama. Harga dasar ditetapkan untuk kualitas I Rp 25, II Rp 21 dan III Rp 17,50 tiap kg. "Pembelian tahap berikutnya, tergantung dana yang didrop dari Departemen Keuangan," kata B. Napitupulu, Direktur Pemasaran Perum Garam. Nampaknya, walau KUD segera turun ke ladang, petani masih saja dibayangi kecemasan. Kecuali musim hujan yang sebentar lagi akan turun dan dana dari pusat yang nampaknya tidak lancar, mereka juga menyangsikan kemampuan Perum Garam menampung produksi yang melonjak menjadi 700.000 ton itu. Dari 809.131 ton yang ditimbun di gudang selama 1977-1982, Perum Garam hanya bisa menjual 136.873 ton untuk konsumsi saja. "Seretnya pemasaran, karena mutunya sangat rendah," kata Napitupulu. Kemacetan pemasaran itu kini menjadi beban. Sisa stok 637.908 ton masih tertimbun di gudang sejak 5 tahun terakhir. Sejumlah gudang stok nasional, misalnya di Madura Barat, Madura Timur, Gresik, dan daerah Manyar Surabaya yang mempunyai daya tampung 115.000 ton, telah sarat sebelum mulai operasi pembelian. Tinggal perusahaan swasta seperti PT Gerindo, PT Susanti dan PD Sumatera yang diharapkan bisa membeli hasil petani garam itu walau lewat tengkulak. "Tiap hari kami menerima 20-30 ton," kata Wikong dari PD Sumatera, pabrik yang membikin garam briket cap Kelinci. "Tidak ada jalan lain," kata seorang petani di Greges putus asa. "Daripada dimakan hujan, dimakan tengkulak pun jadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus