Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUEL Oscar De La Hoya dan Ike Quartey yang digelar di Thomas & Mack Center, Las Vegas, Amerika Serikat, Minggu, 14 Februari, tak cuma mengasyikkan. Lebih dari itu, tantangan Oscar kepada seniornya itu menunjukkan betapa juara kelas welter World Boxing Council (WBC) itu adalah tipikal petarung sejati. "Ia petinju yang tak pernah puas," kata Boy Bolang, promotor tinju nasional.
Bila ukurannya sekadar mencari uang, menurut promotor tinju Tourino Tidar, dengan bertanding di kelasnya saja, duit akan selalu mengalir. Sebab, di atas kertas, Oscar adalah petinju paling andal saat ini, dengan rekor 29 kali menang, di antaranya 24 kali KO, dan tak sekali pun kalah.
Menantang Ike, 28 tahun, petinju peringkat ke-2 World Boxing Association (WBA) dan ke-7 WBC yang membukukan 34 kali kemenangan--29 kali di antaranya dengan KO--jelas tak ringan. Karena itu, Tourino Tidar angkat topi pada kemauan De La Hoya, apa pun hasil pertandingannya.
Sejak terjun ke arena tinju profesional tujuh tahun silam, juara Olimpiade Barcelona 1992 ini memang dikenal sebagai petinju yang gemar menantang seniornya. Tahun lalu, ia mengajak Julio Cesar Chavez, jagoan tua asal Meksiko yang memiliki jam terbang lebih dari 100 kemenangan, naik ke atas ring. Kendati target yang direncanakannya, yakni menganvaskan Chavez dengan KO, meleset, impian Oscar yang dijuluki si Anak Emas ini terwujud dengan menang angka.
Jauh sebelum itu, petinju yang juga bintang iklan krim cukur ini pernah menantang Hector "Macho" Camacho. Petinju asal Puerto Riko itu juga bukan lawan yang ringan. Rekor bertanding Macho adalah 64 kali menang--32 di antaranya diperoleh dengan KO. Prestasi terbaik Macho adalah keberhasilannya mengandaskan petinju legendaris Amerika Serikat, Sugar Ray Leonard. Sama dengan Chavez, Macho bisa dipukul mundur meskipun target KO yang dicanangkan Oscar tak kesampaian.
Sukses demi sukses yang diraih Oscar menyebabkan pria tampan kelahiran Los Angeles Timur, 4 Februari 1973, itu menjadi petinju terkaya di kelasnya saat ini. Dari keringat yang dikucurkan di atas ring, ia telah mengantongi uang lebih dari US$ 100 juta. Sekali bertanding, tarifnya rata-rata US$ 10 juta.
Sebagai contoh, saat bergelut dengan Macho, ia dibayar US$ 9 juta. Macho sendiri cuma mengantongi sepertiganya. Ketika Oscar bertanding dengan Chavez, bayarannya naik menjadi US$ 10 juta, sementara lawannya cuma berhak atas uang US$ 7,5 juta. Sedangkan honor yang diterima dari pertandingannya melawan Ike Quartey, petinju Ghana yang dijuluki si Leher Beton itu, lebih dari US$ 10 juta.
Menurut anggapan para promotor, bayaran mahal itu tak seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang dikeduk. Dari empat penampilan Oscar di acara pay per view sepanjang 1997 saja, terkumpul dana senilai US$ 100 juta. Untuk pertandingan Oscar versus Ike, Bob Arum, promotor Oscar, memperkirakan jumlah duit yang mengalir dari tiket masuk dan fee dari stasiun televisi tak kurang dari US$ 30 juta.
Dengan kekayaannya itu, hidup Oscar menjadi lebih berwarna. Kini ia tinggal di rumahnya yang mewah di Montebello, California. Selain gemar mengunjungi kasino dengan pengawalan ketat bodyguard, Oscar mengisi hari-harinya dengan bermain golf, gaya hidup yang sangat bertolak belakang dengan masa kecilnya.
Joel De La Hoya, ayah Oscar, bukanlah orang yang berkecukupan. Bekas petinju Meksiko itu cuma pegawai biasa. Sewaktu berumur 10 tahun, Oscar pernah bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran Meksiko milik pamannya. Oscar sendiri, semasa kecilnya, bukanlah bocah pemberani. Ketika mulai diajari bermain tinju pada usia lima tahun oleh ayahnya, ia sering menangis, terutama bila Joel Junior, kakaknya, menyarangkan pukulan ke wajahnya.
Air mata yang mengalir di pipi anaknya itu tak cukup untuk menghentikan niat Joel mencetak Oscar sebagai petinju unggulan. Dan Joel membuat pilihan yang tepat--bahwa bintang itu tak akan jatuh ke pelukan anak sulungnya, melainkan hinggap di pundak anaknya yang kedua, Oscar.
Joel pula yang mengantar Oscar kecil berlatih ke berbagai sasana tinju amatir hingga mencapai puncak prestasi. Ketika di amatir, Oscar sempat dilatih Roberto Alcazar. Kini Oscar, yang kembali dilatih Alcazar sejak November 1997, telah berubah menjadi petinju yang terkenal dan kaya-raya di usianya yang masih muda. "Bila ia tak sanggup mengendalikan diri, kemasyhuran itu bisa menjadi bumerang. Nasibnya bisa seperti Mike Tyson," kata Boy Bolang.
Ma?ruf Samudra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo