TAK lama lagi kompetisi Liga Sepak Bola Utama (Galatama) diharapkan semarak. Soalnya, ''dewa penolong'' Galatama telah datang dari Hong Kong: Spectrum. Senin pekan lalu, perusahaan promotor olahraga dari Hong Kong ini telah meneken kontrak Rp 12,5 miliar untuk masa lima tahun dengan Liga. Kehadiran Spectrum, kata Andy Soema di Pradja, Manajer Keuangan dan Komersial Liga, diharapkan bakal mengatasi lima krisis Galatama penonton sepi, mutu permainan rendah, prestasi tak ada, moral pemain buruk, dan duit cekak. Dalam soal duit, misalnya, gaji seorang pemain Galatama, yang selama ini berkisar Rp 300.000, setelah Spectrum masuk akan dinaikkan menjadi Rp 1 juta per bulan. Rinciannya: separuh dari klub, dan sisanya ditanggung Liga. Dengan sistem baru ini, tiap klub diwajibkan mengontrak 16 pemain yang disahkan Liga.''Rangsangan gaji yang menggiurkan itu untuk menjaring pemain berbakat agar mau bergabung dengan Galatama,'' kata Andy. Belakangan ini, jadi pemain Galatama memang bukan lagi impian pemain sepak bola. Soalnya, masa depan kurang terjamin. Selain gaji kecil, klub tak pulamencarikan la~pang~an kerja setelah pemain gantung sepatu. Kondisi inilah, kata Direktur Badan Tim Nasional PSSI, Nirwan D. Bakrie, yang membuat suplaipemain ke klub seadanya. Ia menambahkan, tak ada seorang pun anggota kesebelasan PSSI Junior, juara Asia empat tahun lalu, yang mau bergabung masukGalatama. Padahal, mereka, seperti Ali Sun'an dan Harry Abrian, merupakan pemain berbakat. Total biaya yang akan dikeluarkan Liga untuk mendongkrak gaji pemain 17 klubGalatama dianggarkan sekitar Rp 1,8 miliar per tahun hampir tiga perempatjumlah uang yang diperoleh dari Spectrum buat jangka waktu yang sama. Sisanya akan digunakan Liga untuk membenahi manajemen organisasi, promosi, dan hadiah.Juara Liga kelak akan memperoleh hadiah Rp 150 juta, runner up Rp 75 juta, dan pemain terbaik (bukan pencetak gol terbanyak) Rp 50 juta. Namun, jumlah itu, sekitar Rp 2,5 miliar setahun, belum dianggap cukup untuk mendukung program Liga. ''Harus ada dana tambahan Rp 1 miliar lagi,'' kata Nirwan tanpa menyebut sumber yang akan digarapnya. Dana tambahan ini, antara lain, akan dipakai untuk meningkatkan honor wasit, sehingga mereka tak tergoda menerima suap. Langkah ini, lanjut Nirwan, sekaligus untuk mengondisikan kehadiran pemain asing, yang selama beberapa tahun terakhir dilarang mengikutikompetisi Galatama. ''Sekarang mutu pemain Galatama dengan pemain asing terlalu njomplang,'' ujarnya. ''Kalau dipaksakan mendatangkan pemain asing, tentu tak akan sehat.'' Sekalipun belum diketahui kapan pemain asing diperkenankan lagi terjun di Indonesia, tekad pengurus Liga untuk membenahi kompetisi sudah cukup bagi Spectrum buat dijadikan dasar meneken kontrak dengan Galatama. ''Kami melihat potensi Galatama di masa depan,'' kata Direktur Spectrum, Lincoln Venancio, sambil mencontohkan kesuksesan Jepang dan Malaysia dalam membina sepak bola karena bantuan sponsor. ''Kami yakin hal serupa akan terjadi juga di Indonesia.'' Guna mendukung programnya dengan Galatama, Spectrum merangkul stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) untuk menyiarkan pertandingan-pertandingan sepak bola nonamatir tersebut. Mulai November depan, TPI sudah akan menyiarkan acara pertandingan Galatama tiga kali seminggu setiap Kamis, Sabtu, dan Minggu sore. ''Kalau televisi Inggris dan Italia bisa, kenapa kami tidak?'' kata Harris Thayeb, Direktur Pro Team, perusahaan penjual paket siaran TPI. Selain itu, Venancio sudah berencana pula menjual kompetisi Galatama di luar negeri karena Spectrum memang mendapatkan hak tersebut. ''Kalaupertandingannya sudah bagus, saya yakin orang di luar Indonesia juga akan suka menontonnya,'' kata bos Spectrum yang tahun lalu sukses menyelenggarakanTurnamen Tenis ATP Tour di Jakarta dan Kejuaraan Golf Indonesia Terbuka di Bali itu. Angin segar yang ditiupkan Spectrum ini disambut dengan antusias plus kritik oleh klub-klub Galatama. Manajer Klub Pelita Jaya, Andrie Amin, misalnya, melihat gaji Rp 1 juta itu bisa menimbulkan dua kemungkinan bagi pemain: dari segi positif, motivasi pemain untuk bermain bagus bisa terlecut di sisi lain, pemain bisa saja tetap ongkang-ongkang. ''Bisa saja mereka berpikir, buat apamain bagus, toh main segini (jelek) sudah digaji gede,'' kata Andrie. Selain itu, lanjutnya, mencari 16 pemain yang layak digaji Rp 1 juta itu juga tak gampang. ''Saat ini ka~mi belum punya pemain yang la~yak digaji sebesaritu,'' ujar Andrie tanpa mau membeberkan kriteria apa yang dipakainya sehingga tak ada pemain Pelita yang layak digaji Rp 1 juta. Klub Pelita, yang pada musim kompetisi lalu terlempar dari papan atas, menggaji pemainnya antara Rp 300.000 dan Rp 450.000 per bulan. Sementara itu, M. Basri, manajer dan pelatih Mitra Surabaya, me~nyam~but Spectrum sebagai peluang untuk merekrut pemain yang baik dan berkualitas. Tapi, ia juga berharap, dengan dana besar itu hendaknya jadwal kompetisi terjamin, perpindahan pemain ke klub lain tidak semau gue, dan klub tidak terus-menerus membantu Liga, seperti kewajiban membayarsetoran minimal sebesar Rp 200.000 dari penjualan karcis. Bagaimana pula pemain melihat kehadiran Spectrum? Pemain Klub Mitra, Mulyono, 27 tahun, melihat gaji Rp 1 juta yang diiming -imingkan akan mendo~rong~nya bermain lebih bagus. ''Kan malu kalau diolok-olok penonton, digaji sejuta, kok mainnya jelek,'' katanya. Selama ini, Mul~yono menghidupi istri dan seorang anak di rumah kontrakan dengan gaji Rp 450.000 (termasuk uang makan) per bulan.Andi Reza Rohadian, Sri Wahyuni, dan Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini