PENCAK silat lagi dapat angin. Adalah pencak silat yang
dijadikan olahraga bela diri resmi oleh Panglima Mayjen Ismail,
terutama untuk Kodam VII.
Kurang jelas bagaimana kaitannya sampai bapak angkat pencak
silat Ja-Teng dan Yogyakarta itu meresmikannya. Entah karena
hari-hari itu dalam suasana HUT IPSI (Ikatan Pencak Silat
Seluruh Indonesia). IPSI lahir dalam Mei 1948. Atau karena Ketua
Harian PB IPSI, Eddi M. Nalapraya, telah menjalin kontak dengan
cabang olahraga beladiri lain yang dianggap "barang impor".
PB IPSI telah membentuk Badan Kontak Olahraga Bela Diri. Malah
Ketua Umum IPSI (Gubernur DKI) Tjokropranolo memimpin apel (31
Mei) bersama 6.000 atlet pencak silat, karate, judo, gulat,
tinju (amatir), kempo dan taekwondo yang tergabung dalam badan
kontak ini.
Panglima Ismail menolak diwawancara dalam hal ini. Agaknya ia
enggan bentrok pendapat dengan sesama rekan jenderal yang jadi
ketua olahraga bela diri jenis "impor". Yang jelas di Gedung
Panti Marhaenis Semarang (20 Mei) ia berkata, "Pukulan sasa
danajinomoeo lebih menonjol di Indonesia. Saya kadang-kadang
menangis melihat kenyataan itu. Kita pro patria (demi ibu
pertiwi), tapi mengapa kiblat kita nun jauh ke sana."
Memang judo, jujitsu, karate, taekwondo, kempo yang masuk ke
Indonesia banyak menyaingi perkembangan olahraga bela diri
tradisional pencak silat. Alasan memang banyak. Seorang guru
besar karate M. Nakayama, yang telah beberapa kali berkunjung ke
Indonesia pernah mengatakan, "pencak silat dapat berkembang
pesat, bahkan ke luar negeri, bila sudah mempunyai sistem
pertandingan yang berstandar internasional. Karate pun sebelum
keluar dari Jepang demikian. "
Pencak silat pernah memang menurut sejarah berkembang di zaman
Sriwijaya dan Majapahit. Kemudian dalam zaman Belanda pencak
silat terpojok dalam banyak kelompok kecil. Pendekar berlatih
dengan sembunyi, malah sempat perguruan tertentu menutup diri
terhadap perguruan lain di zaman kemerdekaan. Untung IPSI, sejak
dipimpin Mr. Wongsonegoro sebelum digantikan Tjokropranolo tahun
1977, berusaha menciutkan banyak aliran jadi 10 Besar.
IPSI juga telah memprakarsai Persilat -- Persatuan Pencak Silat
Antar Bangsa -- bersama Singapura, Malaysia dan Brunei Sedianya
Thailand dan Filipina ikut, tapi ketika wadah itu terbentuk
(September 1979), keduanya berhalangan. Persilat belum sanggup
menciptakan suatu sistem pertandingan, sehingga batal di SEA
Games Jakarta tahun itu juga. Namun penggemar pencak silat sudah
berkembang sampai di Nederland, Jerman Barat, Belgia, Luxemburg,
Prancis, Inggris, Denmark, Suriname, AS, Arab Saudi, Australia
dan Selandia Baru.
Sementara ini banyak perguruan bela diri kung-fu telah bernaung
pula dalam IPSI. Kao San Shao Lim ganti nama tahun 1977 jadi
Teratai Besi, sedang Kwan Tao barusan jadi Perguruan Silat Gerak
Langit. Di Jakarta kini sudah 21 perguruan kung-fu masuk IPSI.
Toh kelemahan dan tantangan yang harus diatasi IPSI masih
banyak. Di KONI Ja-Teng masih ada yang ragu-ragu mengembangkan
pencak silat. "Pencak Silat dikaitkan dengan politik," keluh
Ranawijaya, Ketua IPSI Kudus. Karena umumnya pencak silat pakai
rapal dari Al Quran, ada yang berpendapat, "silat adalah
olahraga bela diri P3 (Partai Persatuan Pembangunan). Menjelang
pemilu ini, saya tak berani menggerakkannya besar-besaran," ujar
Ranawijaya lagi.
Ketua KONI Ja-Teng, Abdulkadir SH jadi rikuh dengan pendapat
Panglima Ismail. "Sudah telanjur banyak seni bela diri. Saya
suka sambal, tapi tidak menyingkirkan makanan lain," katanya
kepada Hamid S. Darminto dari TEMPO. Seorang prajurit penggemar
karate dari Kompi B Batalyon 408 pun berkata, "saya akan tunduk
terhadap atasan. Tapi lebih banyak tahu olahraga bela diri,
lebih baik." Dan PDTB (Pembelaan Diri Tanpa Bersenjata)
dirasakannya masih kurang.
Letjen Leo Lopulisa pun sewaktu masih di sekolah militer,
katanya dalam suatu wawancara TEMPO baru-baru ini, penggemar
pencak silat. Ia beralih ke taekwondo waktu usia jadi setengah
baya. "Di silat banyak gerakan bunga, kurang ekonomis bagi orang
yang sudah mulai tua," kata pendekar Dan IV taekwondo ini.
"Saya pilih pencak silat," kata Panglima Ismail pula, "bukan
hendak menyempitkan diri. Silakan memilih seni bela diri lain
yang menambah kekayaan, tapi resminya pencak silat saja yang
diizinkan di Kodam VII. Nilai budaya nenek moyang harus kita
utamakan. Bangsa Jerman pun bangkit dari kehancuran setelah
Perang Dunia II karena jiwa kesadaran nasional mereka tetap
membara. "
Mayjen Ismail pernah sekolah ke Jerman Barat tahun 1956. Dan
baginya pencak silat bukan sekedar hobi. "Kalau kita ngomong
soal unsur olahraganya, okey kita ngomong tentang pola
internasional. Tapi kalau sudah soal seni bela diri, mau tak mau
kita akan sampai pada masalah sikap spiritual, yakni kesadaran
nasional. "
Persoalan ialah pencak silat menyangkut seni, olahraga, bela
diri dan kerohanian. Tidak semua unsur ini dianut 820 perguruan
pencak silat. Ada perguruan yang hanya menekankan kebatinan
saja. Tampaknya diperlukan standardisasi.
Bagaimanapun ketegasan Mayjen Ismail sudah bergema di semua
Kodam di Jawa. Seni bela diri tradisional ini bahkan sudah masuk
kurikulum Akabri. Sejumlah pelatih pencak silat belum lama ini
ramai-ramai menghadap Panglima Ismail. Mereka siap melatih
tentara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini