Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Saya hamil karena hantu, kata mimien

Mimin hermini, dituduh membuang bayi hasil hubungan gelap dengan seorang perwira polisi, kini menggugat kadapol vii/langlangbuana ja-bar, karena melindungi bawahannya yang tidak bertanggung jawab. (krim)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPOLISIAN rupanya masih harus sibuk mengurusi sangkut paut beberapa anggotanya. Seorang wanita muda yang divonis 3 bulan penjara (potong masa tahanan) oleh Pengadilan Negeri Bandung belum lama ini, akhir Mei 1981 balik menggugat Kadapol VIII/ Langlangbuana Ja-Bar dan bawahannya, Mayor Pol. Drs. Iwa (bukan nama sebenarnya) tuntutan ganti rugi masing-masing Rp 100 juta dan Rp 50 juta. Gugatan itu disampaikan kepada Pengadilan Negeri Bandung 26 Mei lalu lewat pengacara Iwanda Soerapranata. Alasannya, Kadapol Ja-Bar telah mengingkari janji karena tidak memberi ganti rugi kepada penggugat dan melindungi bawahannya, Mayor Pol. Iwa, untuk tidak usah hadir di pengadilan sebagai saksi. Sedang Mayor Iwa digugat karena ingkar janji, tidak bertanggungjawab atas hubungan gelapnya dengan penggugat. Kisahnya bermula dari pengungkapan Mimin Hermini, 21 tahun awal Oktober lalu. Wanita ini dituduh telah membuang bayi yang baru dilahirkannya sehingga meninggal ke kali dekat rumahnya di Kampung Bihbul, Sukamenak, Dayeuhkolot, Bandung. Di depan polisi dan pengadilan, bekas karyawati honorer PJR Kodak VIII itu mengakui, bayi yang diceburkan ke kali itu adalah anaknya, hasil hubungan gelap dengan Mayor Pol. Drs. Iwa. Keterangan tertuduh tidak dibuktikan hakim, karena Mayor Pol Iwa tidak didatangkan sebagai saksi. "Karena tidak ada relevansinya dengan perkara," ujar hakim. Perkara yang disidangkan, kata hakim, adalah soal membuang bayi, bukan perkara "hubungan gelap". Uang Damai Semula, Mimin dan pembelanya bersikeras meminta hakim menghadirkan Mayor Pol. Iwa yang kini menjadi Dansek 814 Cilegon (Banten) sebagai saksi. Tiba-tiba, sebelum sidang ketiga, datang utusan Kodak ke rumah Iwanda, pengacara untuk minta "damai". "Kadapol berjanji akan memberi sekedar uang untuk masa depan Mimin, asal saja dalam pembelaan nanti tidak terlalu keras dan usaha menghadirkan saksi dibatalkan," ungkap Iwanda pada TEMPO. Ternyata janji itu tidak ditepati. Sampai jatuh putusan hakim, "uang damai" juga tak kunjung tiba. Mimin sendiri 3 kali menyurati Kadapol untuk mendapat kepastian "uang damai" itu. Karena merasa dirugikan, Mimin mengajukan gugatan. Tapi, 27 Mei, datang utusan Kodak ke rumah Mimin. Dua orang Polwan berpakaian preman-seorang mayor dan kapten -- menyodorkan amplop ke hadapan Mimin. "Ini bingkisan dari hati pribadi Kadapol. Jangan disangkut pautkan dengan perkara," ujar Mimin pada TEMPO mengulang ucapan seorang Polwan. Mimin langsung menolaknya. "Sudah terlambat, sudah diajukan ke pengadilan," kata Mimin berang. Tapi kedua Polwan itu tetap mendesak wanita berperawakan tinggi montok itu untuk menerimanya. Gagal membujuk Mimin dan orang tuanya, kedua utusan Kodak itu menyisipkan amplop berisi uang Rp 100 ribu di meja rumah Mimin. Tanpa pikir panjang, wanita yang katanya dihamili Mayor Iwa itu langsung mengembalikannya. Benarkah Kadapol telah mengirim "uang damai" itu? "Kami belum tahu soal pemberian uang Rp 100 ribu itu," jawab Kadispendak VIII, Letkol Drs. Suwardjono. Menurut dia, kasus pembuangan bayi tidak ada sangkut pautnya dengan Mayor Iwa. "Karena ini bukan kasus persetubuhan," katanya. Mayor Pol. Iwa sendiri, katanya, sudah dipanggil dan diperiksa pimpinan Kodak VIII. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, di bawah sumpah, Mayor Iwa membantah tuduhan," katanya. Pangalengan Karena itu, Kadapol kemudian menyimpulkan, Mayor Iwa tidak mengadakan "hubungan gelap " dengan Mimin. "Memang Iwa mengaku pernah mengajak makan minum bersama. Tapi tidak pernah berduaan," kata Suwardjono. Ia juga menunjuk surat pengakuan "tanpa paksa" Mimin yang meminta perlindungan Iwa karena ancaman orang lain. Bukan minta pertanggungjawaban. Tapi Mimin membantah adanya surat pengakuan. "Itu tidak benar," kata Mimin gemas, "kalau saya ini sampai melahirkan bayi bukan karena Iwa, apa saya hamil karena hantu?" tambahnya. Katanya, ia mengadakan "hubungan gelap" dengan Iwa di sebuah penginapan di Pangalengan. "Setengah dipaksa," katanya. Setelah itu, hubungan dilanjutkan di berbagai tempat. "Pokoknya, sampai enam kali," kata Mimin dengan pasti. Sementara itu, tambahnya, Iwa berjanji terus akan mengawininya, meski ia tahu laki-laki itu telah berkeluarga. "Kalau keterangan saya tidak benar, saya berani disumpah pocong, " kata Mimin. Wanita tamatan SMP itu juga mengungkapkan proses verbal pertama yang dibuat polisi memang menyebut Iwa yang membuatnya hamil. Setelah itu, polisi menyodorkan proses verbal kedua untuk diteken. "Karena saya kira isinya sama dengan yang pertama, saya langsung tandatangani," kata Mimin. Rupanya kertas kedua itu yang diteruskan polisi ke kejaksaan. Sebelum pemeriksaan, Iwa memang pernah menemuinya. Perwira polisi itu minta agar Mimin tidak menyangkutkan namanya dalam pengakuan dan "harus mengakui kehamilannya akibat hubungan dengan orang lain." Maka laki-laki itu berjanji: "bila pengakuannya demikian, saya tidak akan dihadapkan ke pengadilan," ungkap Mimin, anak pensiunan TNI-AD itu. Kadapol sendiri tidak kaget menghadapi gugatan itu. "Gugatan itu hak mereka. Kenapa kami tidak berani melayaninya," kata Suwardjono menirukan Kadapol. Iwa sendiri pekan lalu tak berhasil dijumpai di tempat tugasnya yang baru, di Cilegon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus