Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Valentino Rossi dikenal garang di lintasan balap. Dia tak kenal takut. Tapi, di luar arena, ia tidak mau menyerempet bahaya. Rossi tak suka menyetir mobil di jalanan umum. Pengagum berat mobil Porsche ini menganggap jalan raya sebagai tempat yang berbahaya untuk mengemudi. Itu sebabnya, ketika bepergian, ia lebih suka duduk di belakang atau di samping sopir.
Kini, dia juga menghindari olahraga berbahaya di luar balap motor. Rossi kapok setelah diajak pembalap Sete Gibernau mencoba terjun payung. "Saat itu saya memang tak berteriak, tapi saya merasa sedang sekarat," tuturnya.
Di usianya yang baru 25 tahun, Rossi telah memiliki segalanya. Berprestasi, terkenal, dan kaya. Tahun ini saja ia mengumpulkan duit ratusan miliar. Tak kurang dari US$ 17,8 juta (sekitar Rp 160 miliar) diraup dari sponsor. Ia juga mendapat uang kontrak dari Yamaha sebesar US$ 14,3 juta (sekitar Rp 128,7 miliar).
Wajahnya yang imut-imut menjadi daya tarik bagi para wanita. Rossi merasa tak nyaman dibuatnya. "Dikejar satu atau dua wanita menyenangkan. Tapi, bila banyak wanita yang melakukannya, justru menakutkan," ujarnya.
Di Italia, Rossi memang menjadi seorang selebriti top yang selalu jadi incaran penggemar. Ke mana pun dia melangkah, gerombolan penggemar selalu mengikutinya. Inilah yang membuatnya pindah ke London. Penggemar celana panjang kulit berwarna pink ini suka keluyuran di klub malam di kota itu. Terkadang ia mengisi waktu senggangnya dengan bermain video game, mobil radio control, atau sepak bola.
Sang pembalap juga suka berkumpul dengan teman masa kecilnya dan cenderung menghindari berbagai seremoni. Tahun lalu, dia tak mau menghadiri resepsi yang digelar Presiden Italia, Carlo Azeglio Ciampi. Rossi memilih berlibur di tempat kesukaannya, Pulau Ibiza di Spanyol.
Kendati begitu, ia dikenal sebagai pembalap yang suka humor. Saat tampil di reli Inggris tahun 2002, dia sempat ditanya wartawan tentang tantangan terberat yang dihadapinya. "Bangun pagi," jawabnya sambil tersenyum lebar. Reli itu memang dimulai sangat pagi. Saat itu, Rossi, yang susah bangun pagi, mesti meminta krunya membangunkan dengan menggedor pintu kamarnya keras-keras.
Nurdin Saleh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo