KAMI memang tidak membuat target apa-apa. Hanya memberi hadiah
kepada mereka yang berprestasi di PON IX. Dan sekaligus mencari
pengalaman." Kalimat itu diucapkan oleh drs. Yusuf Adisasmita,
tim menejer regu atletik Indonesia selepas pertandingan di
stadion nasional Kallang Park, Singapura, Kamis 4 September
lalu.
Berangkat dengan 16 atlit, tim Indonesia memang tidak membuat
kejutan dalam Kejuaraan Atletik Terbuka Singapura ke-39 itu.
Mereka cuma meraih 5 medali emas, 3 perak, dan 5 perunggu.
Kebolehan itu menempatkan mereka di bawah regu Jepang (11 emas,
9 perak, 1 perunggu), Malaysia (8 emas, 4 perak, 6 perunggu),
dan Singapura (7 emas, 15 perak, 14 perunggu).
Gambaran tak rancak itu sudah dapat diperkirakan sejak semula.
Seperti kata Yusuf kepada TEMPO: "Anak-anak kurang persiapan.
Karena setelah PON mereka hampir tak melakukan latihan lagi."
Tapi kekurangan persiapan itu tak seluruhnya merupakan beban
atlit maupun pembina di daerah. Juga lantaran Pengurus Besar
PASI terlalnbat memberi kabar kepada mereka yang terpilih. Pukul
rata para atlit tersebut cuma mendapat waktu seminggu untuk
memulihkan kondisi.
Apakah yang akan anda katakan tentang atlit yang berlatih dalam
sepekan setelah beristirahat panjang ampir sebulan? Suatu hal
yang mustahil untuk menuntut perbaikan rekor. Perkiraan itu sama
sekali tidak meleset. Di stadion nasional Kallang Park memang
tak satu pun prestasi nasional yang terpecahkan.
Pemegang rekor nasional lari 400 meter gawang, Melly Moffu, 28
tahun, yang dalam PON IX lalu sempat membuat kejutan dengan
melewati rekor Sounth East Asia Peninsula Games atas nama atlit
Malaysia, AS Nathan ternyata tak berkutik di kandang lawan. Ia
disisihkan oleh pelari Jepang, Kitami Satoshi dan Simit Bolkish
dari Malaysia - keduanya mencatat waktu 53,1 detik dan 53,2
detik. Moffu hanya berhasil meraih medali perunggu dengan
rekaman tempo 53,3 detik (rekor nasional 52,9 detik dan rekor
SEAP Games 53,0 detik).
Demam lintasan
Ketidakberhasilan Moffu bisa difahami, memang. Kejuaraan Atletik
Terbuka Singapura ini adalah merupakan partisipasi pertamanya di
gelanggang internasional. Tapi bagaimana dengan pelari jarak
pendek wanita, Audrey Syaranamual. Saptiani Suwondo atau dengan
nama lainnya yang sudah mengecap pengalaman di berbagai negara?
Audrey dan Saptiani yang diiming-iming sebagai pengganti juara
nasional, Carolina Riewpassa ternyata gagal total kali ini.
Audrey menempati urutan terakhir dari X finalis dengan catatan
tcmpo 13 ,0 detik (prestasi terbaiknya 12,2 detik dan rekor
nasional 11,7 detik). Juaranya adalah pelari Jepang, Akimoto Emi
dengan waktu tempuh 12,1 detik. Akan Saptiani yang pernah
berlatih selama 6 bulan di Amerika Serikat tersisih di semi
final.
Adakah kekalahan mereka ini juga disebabkan istirahat latihannya
yang panjang? Tampaknya demikian. Karena demam lintasan, jelas
tak mungkin.
Pak Koyo
Yang bernasib malang memang tak seluruhnya dari anggota itu -
kalau alasannya disebabkan oleh suntuknya persiapan maupun oleh
istirahat panjang setelah PON IX. Jeffry Matehelemual, misalnya.
Sekalipun pemegang medali emas PON IX asal Jawa Barat ini tidak
berhasil memecahkan rekor nasional lari 100 meter (10,4 detik),
tapi iasempat mempertajam prestasi sendiri di Singapura. Waktu
tempuhnya tercatat 10,6 detik (prestasinya dalall PON IX 10,7
detik). Ketrampilan itu sekaligus mengantarkan dirinya ke tempat
utama dari 7 negara (Jep.Ing, Malaysia, Singapura, Indonesia,
Muangthai, Brunei dan Hongkong) peserta Kejuaraan Atletik
Terbuka Singapura. Peraih medali emas lainnya dari tim Indonesia
adalah Mace Siahainenia (tolak peluru) Irawati (pancalomba),
Mujiono (lari 400 meter), dan Usman Effendy (tolak peluru).
Akan juara nasional lari 800 meter puteri. Jeanny Sumampouw
sebetulnya punya peluang besar untuk meraih medali emas dalam
nomornya. Prestasi terbaiknya adalah 2 menit 16,9 detik. Tapi
apa yang terjadi di lintasan lari stadion nasional Kallang Park
adalah di luar perhitungan. Jeanny sama sekali tak berdaya
mempertahankan rekornya. Ia dikalahkan oleh Maimoon Alan (2
menit 17,7 detik) dan Sandra Dean (2 menit 19,2 detik) --
keduanya dari Singapura. Ia hanya meraih medali perunggu dengan
keterpautan waktu 0,1 detik dari pemegang medali perak.
Nasib serupa juga menimpa peloncat tinggi puteri, Judi Karmani.
Ia hanya mampu meliwati mistar pada ketinggian 151 cm atau 6 cm
di bawah rekor nasionalnya sendiri. Yang menjadi juara adalah
Jamilah Jais dari Malaysia de ngan lompatan 154 cm. Menurunnya
plestasinya itu menyebabkan Judi di liputi kecemasan. "Gua bisa
dimarahi Pak Koyo," katanya membayangkan wajah Kolonel Sukyo,
Sekjen PASI yang bakal bertemu sepulangnya di Jakarta.
Yang kuatir agaknya bukan cuma Judi. Juga atlit lainnya. Tapi
perlukah mereka dimarahi lantaran kegagalan itu? Bllkankah
partisipasi mereka tanpa target? Kalau Pengurus Besar PASI
merasa perlu untuk marah, maka yang pantas dimarahi adalah diri
mereka sendiri. Sebab ketidak-siapan atlit adalah lantaran
program mereka yang tidak teratur jualah adanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini