BULAN Juni tahun lalu, sidang tahunan IBF (Federasi Bulutangkis
Internasional) di Bangkok berusaha mencari jalan keluar dalam
mengatasi masalah keanggotaan Cina. Presiden IBF waktu itu,
Stuart Wyatt menempuh kebijaksanaan: baik RRC maupun Taiwan
harus melakukan pendaftaran ulang buat keanggotaan
masing-masing. Berdasarkan "Wyatt Rulling" (kebijaksanaan Wyatt)
itu masalah dua Cina secara final bisa ditentukan di sidang
tahunan IBF Juni 1977 di Malmoe Swedia. Sidang di Malmoe itu
memang membicarakan masalah keanggotaan Cina. Tapi terbatas pada
permohonan keanggotaan RRC. Karena Taiwan menganggap bahwa ia
sebagai anggota IBF yang tak pernah mengingkari kewajiban tidak
merasa wajib melakukan pendaftaran ulang.
Sikap Taiwan itulah yang agaknya telah ditunggu-tunggu anggota
IBF pendukung RRC. Dalam pemungutan suara berdasarkan simple
majority (mayoritas sederhana) atau "setengah tambah satu"
cukup menentukan, sidang IBF di Malmoe itu menerima keanggota
RRC. Dengan begitu Taiwan otomatis dikeluarkan.
Peristiwa itu terjadi di Swedia, yang kebetulan dipimpin oleh
Stellan Mohlin, tokoh bulutangkis Swedia yang menggantikan Wyatt
sebagai Presiden IBF. Keputusan itu tidak mandek di Malmoe.
Karena Taiwan tidak dapat menerima. Lewat pengacaranya, IBF yang
berdomisili di Inggeris dituntut.
Dua bulan yang lalu tepatnya tanggal 5 Juli keluarlah putusan
pengadilan Inggeris -- London High Court. Mr. Justice Goff
menentukan lain dari kehendak sidang di Malmoe. Keanggotaan
Taiwan harus dipertahankan. Dan keputusan yang diambil sidang di
Malmoe yang mendepak Taiwan, menerima RRC, dinyatakan tidak sah
berdasarkan anggaran dasar IBF. Karena dalam soal keanggotaan
mayoritas sederhana tidak berlaku. Harusnya keputusan tersebut
didukung oleh paling kurang 2/3 dari suara hadirin yang berhak.
Mana berani IBF menolak putusan pengadilan itu.
Satu Cina
Batalnya keanggoaan RRC di IBF karena campur tangan pengadilan
memang terdenar janggal. Seolah kata akhir untuk kedaulatan
sebuah organisasi olahraga internasional ditentukan di tempat
markas besar itu berdomisili. Itulah sebabnya Stellan Mohlin
dalam sidang pimpinan IBF di Glasgow, Skotlandia, pada 30 Juli
yang lalu, memutuskan untuk menentang keputusan London High
Court itu.
Nampaknya dalam isyu keanggotaan Cina ini Sekjen IBF H Valken
dari Belanda lebih miring ke pihak Taiwan. Ia lebih cenderung
menyelesaikan masalah keanggotaan Cina lewat perbaikan anggaran
dasar IBF. Itulah sebabnya Stellan Mohlin yang condong ke RRC
mengadakan perjalanan ke berbagai negara Asia untuk mengadakan
penjajagan. Dan menjelang sidang luar biasa anggota IBF di
London akhir September ii, ia berhasil mengadakan lobi dengan
Hongkong, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Pada
tanggal 14 September ini bertepatan dengan sidang ABC
(Konfederasi Bulutangkis Asia) di Hongkong, Mohlin ingin
merangkul Asia untuk mendukung usahanya memperbarui beberapa
pasal yang dianggap menyulitkan masuknya RRC. Dalam forum sidang
luar biasa itu Mohlin akan menentang putusan pengadilan Inggeris
dan sekaligus merubah anggaran dasar IBF yang tidak
menguntungkan RRC.
Bagaimana Indonesia? Suharso, Ketua Bidang Luar Negeri akan
mewakili Indonesia ke sidang ABC di Hongkong dan sidang luar
biasa IBF di London. "Policy kita adalah satu Cina," kata Sekjen
PBSI, Sumarsono. "Kita ingin satu Cina di IBF tapi lewat
prosedur organisasi." PBSI nampaknya sadar bahwa posisinya cukup
kuat dalam menghadapi tarikan dari kedua pihak yang
bertentangan. Sebagai pemegang supremasi bulutangkis dunia
langkah Indonesia dipandang sangat menentukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini