Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu set club (tongkat golf), beberapa bola, sarung tangan, dan tee (pasak). Sebagai caddie, Scott wajib memasukkan perangkat golf itu ke tas golf anaknya. Sebagai seorang ayah, pria paruh baya ini mafhum, dia harus menambahkan satu benda lain: boneka kumbang. "Anda boleh menyebutnya batu keberuntungan," kata Lexi Thompson, anak sekaligus pegolf yang didampingi Scott.
Remaja putri Amerika Serikat ini menggandakan daya keberuntungan dengan sepasang anting di telinga yang juga berbentuk kumbang. "Jimat" itu menemani Lexi pada pertengahan Desember lalu saat ia menjuarai Dubai Ladies Masters di Uni Emirat Arab pada usia 16 tahun 310 hari, rekor termuda dalam sejarah tur Eropa. "Mungkin terdengar aneh, tapi saya memang sangat percaya takhayul," kata Lexi.
Takhayul sebenarnya bukan hal yang aneh di dunia golf, bahkan boleh dibilang lazim. Beberapa legenda masa lalu, selain disanjung karena deretan trofi yang mereka kumpulkan, terkenal karena ritual aneh yang mereka jalankan.
Jack Nicklaus, misalnya. Pengoleksi gelar turnamen mayor terbanyak, 18 trofi, ini selalu menggunakan kepingan sen dolar untuk menandai tempat bolanya berhenti dengan wajah Presiden Abraham Lincoln menghadap ke arah lubang. Adapun rivalnya, Arnold Palmer, yang mengumpulkan tujuh gelar turnamen mayor dari 1950-an sampai 1970-an, selalu meminta istrinya mencium bola-bola yang akan dia pakai berlomba sebelum kejuaraan berlangsung.
Menurut Fred Shoemaker, pegolf mempercayai takhayul lebih daripada atlet olahraga lain karena sifat bawaan cabang ini. "Golf dimainkan secara lambat, tak reaktif seperti tenis, misalnya, sehingga lebih memberi peluang bagi pikiran pegolf untuk mengintervensi aksi," kata pendiri Extraordinary Golf, sebuah lembaga pengembangan mental lewat permainan golf, ini.
Takhayul tentu tak sama dengan persiapan teknik dan mental menjelang pertandingan. Dalam persiapan rutin menjelang turnamen, seorang pegolf punya cara yang berbeda-beda. Ada yang menekankan pada konsentrasi, ada pula yang memperbanyak melatih swing, pergerakan saat memukul bola. "Koin Lincoln" milik Nicklaus dan "ciuman istri" ala Palmer di luar hal teknis semacam itu.
Salah seorang saksi hidup soal keanehan perilaku para pegolf itu adalah Juan Elizondo, yang mengungkapnya lima tahun lalu. "Hampir semua atlet yang bermain di sini mempercayai takhayul dengan tingkat yang berbeda-beda," kata instruktur senior dari Asosiasi Pegolf Profesional Amerika (PGA) itu di sela turnamen Accenture Match Play Championship 2007. "Tapi kebanyakan dari mereka pasti menampik jika dikatakan bahwa memainkan bola bernomor sama setiap saat adalah bagian dari takhayul itu."
Kepercayaan kepada nomor bola adalah salah satu dari tiga takhayul yang paling lazim di lapangan golf. Sisanya, warna tee dan cara menandai bola di atas green. Setiap pegolf punya cara berbeda menyikapi tiga hal tersebut, terkadang bahkan berlawanan.
Bola golf selalu bernomor. Angka itu tak berkaitan dengan karakteristik atau kualitas bola, tapi sekadar penanda agar pegolf dalam satu kelompok pertandingan dapat membedakan bola milik mereka dengan yang lain. Mantan peringkat pertama pegolf pria dunia dari Afrika Selatan, Ernie Els, tak pernah menggunakan bola bernomor dua. Sementara itu, jagoan Fiji keturunan India, Vijay Singh, memulai hari pertama dengan nomor empat, nomor tiga di hari kedua, nomor dua di hari ketiga, dan nomor satu di hari terakhir.
Koin atau uang logam lazim digunakan sebagai penanda tempat berhentinya bola di green. Jesper Bo Parvevik punya metode sendiri. Peringkat kesepuluh besar pria dunia selama 38 pekan pada 2000-2001 asal Swedia ini selalu menempatkan angka nominal uang di atas, berkebalikan dengan Nicklaus.
Begitu pula soal warna tee, pasak untuk menandai letak bola pertama kali dipukul. Pegolf Jepang, Shigeki Maruyama, tak pernah menggunakan tee berwarna putih atau hijau. Adapun Colin Montgomerie (Skotlandia) selalu menghindari tee berwarna merah dan kuning. "Merah dan kuning mengindikasikan warna bahaya," ujar pegolf berusia 48 tahun itu.
Mantan pegolf Amerika, Doug Sanders, juga tak suka warna putih. Pada putaran terakhir British Open 1970, Sanders cuma butuh satu pukulan di bawah par untuk keluar sebagai juara. Willie Aitchison, caddie dari partnernya, Lee Trevino, menyodorkan tee berwarna putih. "Ini, pukulan untuk Tony," kata Aitchison. Tony Lema adalah pegolf sahabat Sanders yang tewas pada kecelakaan pesawat terbang enam tahun sebelumnya.
"Caddie itu tak tahu bahwa saya tak pernah menggunakan warna putih, tapi saya tak bisa menolaknya," kata Sanders. Hasilnya, dia gagal melakukan putting (pukulan di dekat lubang) yang jaraknya kurang dari satu meter. Bola melenceng. Sanders kalah satu pukulan dari Nicklaus, yang keluar sebagai pemenang.
Tiger Woods tak lepas dari cerita mistis. Pegolf paling fenomenal dalam dua dekade terakhir, dengan 14 gelar mayor, ini bahkan dikenal paling fanatik soal takhayul. Pertama, dia selalu mengenakan kostum berwarna merah di hari pertandingan Minggu, hari terakhir. "Bila tak merah, kata Mama, saya bisa ‘terbunuh’," ujar pegolf keturunan Afro Amerika-Thailand ini. Kedua, dia menghindari beberapa makanan tertentu yang, menurut dia, bisa membawa sial pada hari kompetisi.
Yang paling melegenda dari ketakhayulan pegolf berusia 36 tahun ini adalah pada turnamen 3 par dalam dua kali kejuaraan. Pada 2004, Woods menarik diri pada babak playoff padahal dia punya peluang besar menjadi juara karena melakukan hole in one pada babak sebelumnya. Pada 2010, dia sengaja memukul bola ke air sehingga terdepak dari turnamen.
Tanpa penjelasan dari si empunya ulah, siapa pun tahu, insiden itu adalah cara Woods agar tak keluar sebagai pemenang. Sebab, mitosnya, siapa yang menjadi juara turnamen 3 par, dia tak akan bisa menjadi juara turnamen The Masters. Namun, sayangnya, Woods tetap saja tak menjuarai The Masters di kedua tahun itu.
Turnamen 3 par adalah tradisi yang dimulai pada 1960 dan dilaksanakan sehari sebelum The Masters. Lokasinya sama, di Augusta National Golf Club, Augusta, Georgia, Amerika. Dari empat turnamen mayor—selain British Open, Amerika Open, dan PGA Championship—hanya The Masters yang lokasi kejuaraannya sama dari tahun ke tahun.
Lapangan golf Augusta terkenal angker. Ada mitos hantu pilar berkabut dan hantu Bobby Jones, pendiri turnamen. Namun, faktanya, memang belum ada satu pun juara turnamen 3 par yang mampu menjadi juara The Masters dalam tahun yang sama.
Apakah semua pegolf percaya takhayul? Gary Player mengaku tidak. "Saya hanya percaya bahwa bila kian keras saya berlatih, kian dekat pula keberuntungan kepada saya," kata mantan pegolf dari Afrika Selatan rival Nicklaus dan Palmer itu.
Lexi memilih cara lain. Dia berlatih keras sambil tetap membawa "kumbang-kumbang" miliknya. Setelah menjuarai Dubai Ladies Masters, putri Scott ini sekarang menambah satu "jimat", yaitu warna biru, warna kostum yang dia kenakan pada putaran terakhir di Dubai. "Biru warna keberuntungan saya."
Andy Marhaendra (ESPN, AFP, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo