Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada Rezeki Tapi Bingung

Pengusaha pribumi menyambut Keppres 14/1979, tetapi ada rasa khawatir akan timbulnya permainan dalam pelaksanaannya. (eb)

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM usahanya untuk lebih memeratakan pendapatan untuk golongan pengusaha kecil pribumi, pemirintah baru-baru ini mengeluarkan suatu keputusan yang kini menjadi buah bibir di kalangan pengusaha. Keputusan tersebut, yang kemudian terkenal dengan Keppres 14/1979 pada dasarnya menunjukkan itikad pemerintah untuk memberi lebih banyak bisnis kepada pengusaha kecil pribumi, dan lebih mengutamakan penggunaan barang hasil dalam negeri untuk segala keperluan pemerintah. Untuk pekerjaan borongan atau pembelian bernilai sampai Rp 10 juta, pengusaha ekonomi lemah akan diutamakan, sedangkan untuk pembelian atau borongan antara Rp 25 - Rp 50 juta, pengusaha lemah ini juga akan diutamakan, sekalipun bila mereka mengajukan tender yang 5% lebih mahal dari pengusaha kuat saingannya. Nampaknya pemerintah serius dengan tekadnya ini, dan itu ditunjukkan lewat suatu pertemuan antara Menteri Keuangan Ali Wardhana dan Menpan Sumarlin dengan para direksi perusahaan negara se-Indonesia yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Dengan kata lain, para pejabat instansi, baik departemen maupun PN yang menguasai dana negara, mendapat perintah yang tegas untuk melaksanakan Keppres 14 tersebut. Sebagai rumah tangga dan konsumen terbesar, pemerintah memang bisa banyak berbuat untuk memajukan pengusaha pemberi barang dan jasa, terutama yang tergolong ekonomi lemah. Dalam tahun anggaran 1978/1979 yang baru berakhir Maret kemarin, pemerintah mengeluarkan Rp 491 milyar untuk pembelian barang dan peralatan yang diperlukan. Dan sebanyak Rp 2.555 milyar telah keluar dari anggaran pembangunan. Jumlah ini belum termasuk dana-dana yang dikeluarkan oleh PN-PN untuk belanja keperluannya. Dengan sumber dana yang besar ini dapatlah dimengerti kalau setiap rekanan atau pemborong selalu mengincer bisnis dengan pemerintah. Sistim Koneksi Di lain pihak, bukan menjadi rahasia lagi untuk mendapat bisnis dengan pemerintah sulit sekali, terutama bagi mereka yang baru ingin masuk. Sistim koneksi dengan pejabat yang masih merajalela, merupakan hambatan yang sukar sekali ditembus. Order diberikan bukan atas dasar harga atau kwalitas yang diajukan rekanan atau pemborong, tapi kepada siapa yang bersedia memberi komisi dan uang pelicin yang paling besar. Sekalipun Keppres 14 ini ditujukan untuk membantu pengusaha kecil, tapi sukar dielakkan kesan di belakang maksud pemerintah tersebut terkandung maksud untuk mengurangi peranan pengusaha non-pribumi yang memperoleh bisnis dari pemerintah. Menpan Sumarlin, yang menandatangani surat edaran tentang pelaksanaan Keppres 14, menyanggah bahwa langkah pemerintah ini berbau rasistis. Tapi dalam surat edarannya tersebut justru dia tegaskan keharusan peranan pribumi yang besar dalam setiap perusahaan yang mengajukan bisnis dengan pemerintah. Kenyataannya banyak juga perusahaan pribumi yang bermodal kuat. Kurang jelas apakah mereka ini akan dikesampingkan bila mereka mesti bersaing dengan pengusaha rekannya yang lemah dalam berebut order sesuatu instansi. Yang jelas pemerintah telah memberi melampaui Rp 50 juta. Akibatnya, golongan ekonomi lemah tak kebagian kesempatan." Rasa tak yakin seperti ini memang bisa dimengerti kalau diingat aparat kontrol pemerintah sendiri masih kesempatan kepada pengusaha lemah pribumi, dan sudah selayaknya apabila uluran tangan pemerintah ini juga disambut oleh mereka dengan berusaha menjadi pengusaha yang lebih bertanggungjawab. Sudah menjadi anggapan umum bahwa pengusaha kecil pribumi kurang mampu menjaga kwalitas, kurang memperhatikan unsur efisiensi dan kurang luwes dalam pendekatan. Sebaliknya, pengusaha non-pribumi jauh lebih cekatan dan profesionil. Pardon, Was-was Reaksi terhadap Keppres 14 ini umumnya positip tapi dengan beberapa catatan. Fahmi Idris, tokoh Angkatan 66 dan sekarang tokoh HIPMI bilang: "Keppres itu cukup memberi angin." Tapi Fahmi juga skeptis akan pelaksanaannya. Dia percaya permainan oleh golongan ekonomi kuat akan terus dilakukan. "Pengusaha ekonomi lemah yang tak berpengalaman dalam permainan ini akan tersisih," katanya. Soedardji, Ketua Komisi VII DPR dari fraksi PPP menilai Keppres tersebut sebagai langkah positif Presiden dalam menjabarkan strategi pemerataan. Tapi dia juga khawatir kemungkinan terjadinya permainan. Katanya: "Bisa terjadi permainan akal bulus pos belanja barang dan pemborongan digabung hingga tak mampu melihat penyimpangan-penyimpangan dari peraturan yang ditetapkan sendiri. Karena itu tak ada salahnya kalau pemerintah merumuskan sanksi yang tegas terhadap pejabat yang melakukan penyimpangan dari Keppres 14 ini tanpa alasan yang bisa diterima. Dan Menpan Sumarlin sendiri, sudah memperingatkan "Pejabat yang melanggar Keppres ini, tanpa pardon (ampun), akan ditindak tegas." Perasaan belum siap untuk menerima "rezeki" itu terasa juga di kalangan pribumi. "Untuk langkah pertama kami kalian memilih proyek-proyek yang bernilai Rp 25 juta ke bawah." ujar Soebandono B. Riyadi, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi (HIPPI) Jawa Timur. Bekas Ketua Bappeda Ja-Tim itu masih akan pilih-pilih dulu proyek yang di atas Rp 25 juta. "Selama ini sulit juga untuk menilai apakah pengusaha pribumi sudah cukup mampu mengerjakan proyek-proyek itu," ujarnya kepada Ibrahim Husni dari TEMPO. Untuk menyambut Keppres 14 itu pula HIPPI Ja-Tim akan mengumpulkan anggotanya yang ratusan itu pertengahan Juni ini juga. Dalam pertemuan itu Soebandono akan menyarankan kepada para kontraktor yang lemah supaya bergabung saja suatu hal yang diidam-idamkan oleh pemerintah. Dengan begitu dia berharap kredit pun akan lebih mudah diperoleh. "Sekarang ini HIPPI juga sedang mendekati BI untuk memecahkan soal kredit untuk anggotanya," katanya. "Di samping itu juga untuk membicarakan rencana pendirian Bank Koperasi yang modalnya dimiliki para pengusaha pribumi lemah yang direncanakan juga bisa menyediakan kredit untuk pengusaha anggotanya." Perasaan was-was itu juga tersirat dalam ucapan K. Pri Bangun, Ketua Asosiasi Pengusaha Kabel (Apkabel). "Ini merupakan tantangan berat, pengusaha lemah diberi kepercayaan besar," katanya pekan lalu kepada TEMPO. Dia beranggapan, kalau sekali ini kepercayaan itu tak dimanfaatkan dengan baik, "barangkali pribumi akan kehilangan kesempatan untuk selamanya." Tapi yang juga penting, menurut direktur pabrik kabel pribumi PT Terang Kita itu, perlunya diarahkan perhatian pada para penyalur yang bermodal lemah di daerah. Menpan Sumarlin sendiri mengakui kemungkinan timbulnya Ali-Baba baru tidaklah terelakkan dalam masa permulaan pelaksanaan Keppres itu. Tapi bagi Bupati Lumajang Kol. Soewandi, sejak 6 bulan lalu di daerah kekuasaannya sudah berlaku kebijaksanaan untuk menyerahkan proyek-proyek Pemda kepada pribumi. "Di sini tidak ada proyek yang ditangani non-pribumi," begitu katanya. Bahkan para pengusaha non-pribumi, menurut bupati, tak diberi izin untuk bergerak di bidang pertanian dan peternakan. "Cukuplah jika mereka yang mengurus bidang perdagangannya," kata Soewandi. Dari Medan ada juga suara tegas dari Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan. "Akan saya pertaruhkan jabatan saya untuk pelaksanaan Keppres ini," kata Tambunan dalam rapat pembangunan dengan segenap KDH tingkat II baru-baru ini. Tak heran kalau Dalmi Iskandar, bekas tokoh Kappi Sum-Ut yang kini mengetuai himpunan kontraktor di sana (Hiknasu) optimis "itulah nafas baru buat kontraktor pribumi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus