Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tarian untuk Tim Samba

Neymar tampil sebagai ikon baru dalam sepak bola Brasil. Digadang-gadang menggantikan Pele.

7 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tingginya tak sampai 160 sentimeter. Bobotnya pun saat itu cuma 55 kilogram. Tapi jangan remehkan kelincahan bocah 11 tahun itu. Lapangan futsal tempatnya beraksi ia perlakukan bagai panggung balet. Neymar kecil, seperti terlihat dalam rekaman video yang diputar Direktur Administrasi Sekolah Liceu di Sao Paulo, Brasil, Ermenegildo Pinheiro da Costa Miranda, memainkan bola bagai tarian mempesona. Ia meliuk-liuk, memutar tubuh, lantas menyelinap di antara pemain belakang untuk mengancam gawang lawan.

"Dia sekarang menjadi ikon," kata Miranda. Ia selalu memutar cuplikan pertandingan futsal yang berlangsung pada 2004 itu setiap kali ada yang bertanya tentang Neymar da Silva Santos Júnior. Ya, itulah si bocah ajaib yang pekan lalu menjadi bintang dalam Piala Konfederasi di Brasil.

Neymar bersekolah di Liceu saat berusia 11 tahun. Pada saat yang sama, ia juga terdaftar di akademi sepak bola milik Santos FC, klub sepak bola elite di Brasil. Tapi konsentrasinya ternyata lebih banyak ke bola ketimbang buku pelajaran. "Nilai matematikanya payah," ujar Miranda.

Miranda wajar kesal. Sebab, Neymar—bersama adiknya, Rafaela—duduk di bangku sekolah Liceu lantaran mendapat beasiswa. Tapi, alih-alih rajin belajar, yang ada di kepalanya hanya bola, bola, dan bola. Sepulang sekolah, ia langsung ngacir ke akademi sepak bola Santos FC. Jika tak ada jadwal latihan, bocah kurus itu pergi ke lapangan atau pantai untuk menggocek bola bersama teman-temannya. Praktis tak ada hari tanpa bola bagi Neymar. Dan hampir tak ada waktu menyentuh buku untuk belajar.

Bagi kebanyakan anak Brasil, bermain bola di jalanan adalah cara melupakan kemiskinan—sekitar 50 juta orang hidup miskin di Brasil pada 2002. Neymar satu di antara mereka. Di jalanan, mereka berekspresi dan bersenang-senang.

Di antara anak-anak itu, Neymar-lah yang paling menonjol. Ia bagai seniman cilik di lapangan. Caranya meliukkan tubuh, mengatur ritme kaki, dan melakukan gerak tipu membuat namanya jadi buah bibir. Neymar telah menjadi bintang kampung sebelum menjadi bintang sesungguhnya di Santos FC, enam tahun kemudian.

Tapi Neymar Senior, sang ayah, tak tahu di rumahnya ada mutiara terpendam. Dia terlalu megap-megap mencari nafkah dan tak punya waktu di rumah. Ia harus menyelamatkan keluarganya.

Pak Neymar semula pemain di klub sepak bola lokal di Kota Mogi das Cruzes—25 mil dari Sao Paulo. Di kota inilah Neymar lahir pada 5 Februari 1992. Karier Neymar Sr berakhir setelah kecelakaan mobil yang menimpanya. Dia lalu memboyong istri dan putranya ke kampung halaman di Sao Vicente.

Dia lalu bekerja serabutan, dari menjadi montir mobil hingga tukang batu. Istrinya, Nadine Santos, bekerja sebagai juru masak di tempat penitipan anak. "Kami tidak memulai dari nol," kata Neymar Sr, "tapi dari minus lima!"

Neymar Sr baru menyadari bakat anaknya saat orang bernama Roberto Antonio dos Santos—biasa disapa Betinho—mengetuk pintu rumahnya pada suatu pagi pada 1999. Betinho adalah pencari bakat untuk tim futsal. Ia kepincut melihat aksi Neymar di jalanan. Gaya bermain anak itu mengingatkannya pada satu nama yang delapan tahun sebelumnya ia rekrut: Robinho. "Neymar memiliki keseimbangan tubuh yang sangat baik," ucap Betinho. "Dalam banyak aspek, ia mirip Robinho."

Neymar Sr manggut-manggut. Keduanya kemudian sepakat, dan sejak itu Betinho resmi menjadi pelatih sekaligus manajer Neymar. Saat itu, si calon bintang baru berusia delapan tahun. Tiga tahun kemudian, Neymar masuk akademi sepak bola Santos FC. Gaji pertamanya 10 ribu reais per bulan.

Ayahnya, yang melihat masa depan anaknya mulai cerah, memutuskan berhenti bekerja. Bersama Betinho, ia berfokus mengurus keperluan Neymar. Mereka lalu membeli sebuah rumah di dekat Stadion Vila Belmiro, markas Santos FC. Kehidupan keluarga Neymar mulai merangkak naik. Setahun kemudian, gaji Neymar melejit ke angka 25 ribu reais per bulan.

Saat usianya 14 tahun, datang tawaran dari Real Madrid. Klub kaya asal Spanyol itu meminta Neymar segera terbang ke Madrid untuk mengikuti tes. Jalan keluar dari jerat kemiskinan makin terbentang di depan mata. Bersama Betinho, bapak-anak itu lalu terbang ke Madrid. Selama 20 hari, Neymar menjalani serangkaian tes di akademi Real Madrid. Emilio Butragueno, Direktur Real Madrid ketika itu, kesengsem melihat aksi Neymar.

Namun Los Blancos—julukan Real Madrid—gagal mendapatkan tanda tangan Neymar lantaran interupsi Santos FC. Klub ini menjanjikan satu tempat untuk Neymar di tim utama begitu usianya 17 tahun, plus bonus sebesar US$ 500 ribu. Tawaran ini langsung disambut Neymar Sr. Kepada petinggi Real Madrid, ia beralasan anaknya belum siap bermain di Eropa. "Lagi pula di Madrid terlalu dingin," katanya. "Dan tidak ada pantai."

Tiga tahun kemudian Santos memenuhi janjinya. Pada 7 Maret 2009, ketika Neymar berulang tahun ke-17, ia disodori kontrak. Gajinya US$ 4 juta atau sekitar Rp 38 miliar per tahun. Kini keluarga Neymar "resmi" tidak miskin lagi.

Lalu dimulailah kisah gemilang itu. Neymar membawa Santos FC ke posisi elite liga domestik. Beberapa klub di Inggris berminat memboyongnya, seperti West Ham United dan Chelsea. Tapi Santos menolak pinangan kedua klub tersebut. Gaji Neymar dinaikkan 50 persen. Pundi-pundi keluarga Neymar makin gemuk dengan merapatnya sejumlah sponsor kakap, antara lain Nike dan Red Bull.

Total pendapatannya dari sponsor mencapai US$ 4 juta, hampir sama dengan gajinya di Santos. Jumlah ini sebanding dengan pendapatan sponsor pemain dunia lain, semacam David Beckham, Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, dan Kaka.

Pada musim 2011/2012, Neymar menggila. Ia membawa Santos meraih trofi Copa Libertadores. Klub ini terakhir mengangkat piala itu pada 1963 saat diperkuat Pele. Sejak itu, orang menyamakan Neymar dengan legenda sepak bola Brasil tersebut.

Duit pun makin deras mengalir. Gaya hidupnya berubah. Neymar membeli sebuah mansion di pantai utara Sao Paulo seharga US$ 2 juta. Sebuah flat seharga US$ 150 ribu di Sao Paulo juga ia tebus. Untuk tunggangan, Neymar memilih Porsche Panamera Turbo seharga US$ 400 ribu atau sekitar Rp 4 miliar. Mobil supermewah ini segera menyingkirkan Volvo XC60, mobil pertamanya. Tapi itu belum seberapa dibanding yacht bekas yang dibelinya seharga Rp 75 miliar dengan biaya perawatan Rp 1 miliar per tahun.

Muda, kaya raya, dan karenanya boros. Wartawan majalah Forbes, Christina Settimi, menudingnya lupa daratan. "Neymar sudah membelanjakan uangnya secara berlebihan," ujar Settimi. Jika tak dihentikan, Neymar bisa bangkrut seperti Romario, mantan bintang Brasil yang menanggung utang Rp 47 miliar di akhir kariernya.

Tapi Neymar punya "rem" sendiri. Tak banyak yang tahu, meski hidup gemerlap, dia akrab dengan Tuhan. Ia rajin datang ke Gereja Baptis Peniel di Sao Paulo setiap Kamis. Lobato, pastor muda di gereja tersebut, mengatakan Neymar datang ke sana untuk mencari "tombol reset". "Setiap mengalami tekanan, dia akan datang ke sini untuk berlutut, lalu menangis," katanya. "Dia haus akan Tuhan."

Tapi Neymar pasti sedang tidak dalam tekanan ketika membikin geram ayahnya dalam sebuah pertandingan pada 2010. Saat itu, ia menyelinap ke salon sebelum laga. Di sana Neymar memermak rambutnya menjadi gaya mohawk. Sang ayah, yang duduk manis di tribun, kaget melihat ada "duri ikan" menghiasi kepala anaknya begitu di lapangan. "Saya ingin mengejar lalu mencekiknya," ucapnya.

Tapi ia tak pernah melakukannya. Sebab, Neymar lalu membayar kejutan itu dengan dua gol. Rambut duri ikannya langsung menjadi tren. "Saya kira ketika itu hanya Presiden Brasil yang tak mau me-mohawk rambutnya," kata Neymar Sr terkekeh.

Neymar memang bukan Lionel Messi, yang hidupnya lurus-lurus saja. Penggemar makanan Italia dan Jepang ini penuh kejutan, kaya sensasi, serta doyan joget. Pada kompetisi musim depan nanti, dua pribadi yang sangat berbeda ini akan bahu-membahu di tim Barcelona.

Neymar punya modal cukup untuk mengimbangi kehebatan Messi. Di final Piala Konfederasi lalu, dia sukses menceploskan satu gol—dari tiga gol Brasil—ke gawang tim nasional Spanyol. Di ujung turnamen, Neymar akhirnya terpilih sebagai pemain terbaik. Sudah pasti, lawan tak akan meremehkan ikon baru Brasil ini.

Di ujung percakapan, Miranda mematikan pemutar DVD yang menampilkan cuplikan-cuplikan pertandingan masa lalu Neymar. Ia tak membantah jika prestasi akademik muridnya dinilai tak istimewa. Tapi Neymar selalu mendapatkan kepercayaannya di lapangan bola. "Dia terlahir untuk itu."

Dwi Riyanto Agustiar (Marca, New York Times, ESPN, FORBES)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus