INI tak lagi cerita baru. Setiap menjelang PON -- yang berlangsung empat tahun sekali -- selalu terjadi rebutan atlet. Maklum PON adalah juga masalah gengsi daerah. Kali ini menyangkut atlet nasional Taty Ratnaningsih dan Eliaser Wattebosi, keduanya dari cabang atletik. Taty, pemegang rekor nasional (rekornas) lempar lembing putri, diperebutkan kontingen Daerah Istimewa Aceh dan Jawa Barat. Sedangkan Eliaser, pelari pemegang rekornas di nomor 400 meter, diperebutkan Jambi dan Irian Jaya. Peraturan PON pun sudah mengatur semua ini. Cuma, daerah menafsirkannya berbeda-beda. Pasal 14 ayat 2 butir b pada peraturan PON, misalnya, menyebutkan bahwa seorang atlet yang telah berdomisili di satu daerah berhak memperkuat daerah tersebut. Dengan catatan, atlet tersebut sudah mengikuti babak prakualifikasi PON bagi daerah itu. Ja-Bar mengklaim Taty karena atlet ini lebih dari satu tahun berdomisili di Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, mengikuti suaminya. Taty sudah memiliki KTP Tangerang, "Peraturan PB PON menekankan pada masalah domisili dan Ja-Bar tetap bertahan atas dasar itu," ujar Ir. Soehoed Warnaen, Ketua Umum KONI Ja-Bar. Dalih Aceh, Taty belum pernah dilepaskan ke daerah lain. Di samping itu, KONI Aceh melampirkan surat pernyataan dari Taty yang tetap ingin memperkuat kontingen Aceh. Menurut Let Bugeh, Ketua Bidang Pembinaan KONI Aceh, Taty tinggal di Pamulang karena mengikuti suaminya sejak 1988. Namun, Taty belum pernah mengajukan surat pindah dari Geuchik (Kepala Desa) dan Camat Lhoksukon, Aceh Utara. "Jadi, Taty masih resmi penduduk Lhoksukon dan berhak memperkuat kontingen Aceh," kata Let Bugeh. Kasus Eliaser lebih unik lagi. Ia sendiri mengaku telah pindah, dan bekerja pada Pemda Jambi sejak awal 1988. Berdasarkan peraturan PB PON, memang, dia berhak memperkuat kontingen Jambi. Namun, kesalahan fatal telah dilakukannya. Ia tak memberitahukan kepindahannya itu kepada pengurus PASI Irian Jaya. Pertengahan tahun lalu, ia mewakili Ir-Ja pada babak prakualifikasi PON. Anehnya, Jambi memiliki surat-surat yang lengkap mengenai kepindahan Eliaer, dan itu tidak ada dalam file Ir-Ja. Menurut Steve Thenu, Ketua Bidang Pembinaan PASI Jambi, pihaknya telah beberapa kali mengirimkan surat kepada PASI Ir-Ja. "Itu berarti kerja Perum Pos dan Giro tidak beres. Padahal, surat-surat yang kami kirim itu tidak pernah kembali, itu berarti surat itu sampai," Steve Thenu menegaskan. Kamis malam pekan lalu, KONI Pusat, dan PB PON memutuskan rebutan ini. Taty Ratnaningsih milik Aceh. Eliaser tidak dimiliki siapa-siapa alias tak boleh ikut PON XII. Menurut M. Sarengat, Sekjen KONI Pusat, Taty memperkuat Aceh karena ia menandatangani formulir pendaftaran bagi Aceh. Sedangkan Eliaser tidak menandatangani formulir pendaftaran, baik untuk Jambi maupun Ir-Ja. Dari kasus ini terungkap satu hal penting: administrasi yang tak rapi. KONI Pusat pun kurang tegas menerapkan aturan main mengenai masalah kepindahan atlet. "Aturan main tentang domisili atlet harus ditegakkan agar tidak terjadi bajak-membajak atlet," komentar Imam Suyudi. Ketua Umum KONI DKI Jakarta. RN, Muchlis HJ (Jakarta), Hedy Susanto (Bandung) dan Makmun Al Mujahid (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini