SEMENTARA Juan Polo mengangkat tinggi tangannya, Ellyas Pical hanya bisa tertunduk lesu begitu bel ronde ke-12 berbunyi. Seakan-akan dia sudah tahu bahwa sabuk gelar juara kelas bantam yunior versi IBF bakal berpindah tangan. Ternyata, tekad Pical untuk tampil habis-habisan di atas ring hanya sesumbar di tempat latihan. Tulisan To Be or Not To Be di belakang baju ofisial Pical tak mampu membangkitkan semangatnya. Di hadapan sekitar 2.000 penonton yang menyaksikan pertarungan di Valley Sports Arena, Roanoke, Virginia, AS, Sabtu malam (Ahad pagi pekan ini), Pical harus mengakui keunggulan petinju asal Kolombia, Juan Polo Perez. Dari tiga hakim, tak satu pun yang memberikan angka kemenangan buat Pical, termasuk hakim Leon Johannes dari Indonesia. "Pical bukan hanya kurang agresif, tapi juga jarang melepaskan pukulan," ujar Leon yang memberi nilai 117-113 bagi Polo. Dalam pertarungan 12 ronde, tak satu pun pukulan tangan kiri Pical mendarat di wajah Polo. Malah sebaliknya, jab-jab kiri Polo menghantam Pical. Memang, Pical pantas kalah. Penampilannya sebagai counter boxer menyebabkan ia sangat hati-hati. Maunya, ia menunggu lawan masuk menyerang, baru ia melepaskan hook kirinya yang ampuh itu. Ternyata Juan Polo tahu apa yang dimaui Pical, sehingga ia tidak terpancing. Akibatnya, pertarungan di ronde-ronde awal menjemukan. Sampai-sampai wasit Al Rothenberg memperingatkan kedua petinju untuk saling pukul. Jika melihat kondisi fisiknya -- dengan Hb sekitar 15,2 dan V02 max mencapai 63,5 -- seharusnya Pical tak perlu ragu untuk bertarung habis-habisan. Bahkan menurut Refli Suit, pelatihnya, Pical sudah melakukan latih tanding sebanyak 108 ronde untuk melawan Polo. Lalu, apa yang ditakutkan Pical? "Saya agak khawatir pelipis mata kanan saya kambuh lagi jika terkena pukulan," kata Pical. Alasan lain, "tangan kiri beta terasa sakit setelah menerima pukulan dari Polo, sehingga beta merasa kesulitan untuk memblok pukulannya," katanya. Agaknya, kubu Juan Polo sudah mempelajari betul di mana letak kelemahan Pical. "Saya tahu, Pical itu petinju kidal. Sejak awal, tangan kirinya yang saya pukul agar tidak berfungsi sebagaimana mestinya," ujar Polo, yang telah berulang kali mempelajari rekaman pertandingan Pical. "Ternyata analisa saya benar dan Pical tampak begitu kesulitan dengan pukulan saya," tambah Polo. Pada ronde kelima, Polo sempat mengejutkan Pical dengan serbuan kombinasi hook kanan dan kirinya. Akibatnya, pelindung gigi Pical meloncat. Dan pertandingan sempat berhenti sejenak untuk memberi kesempatan kepada Pical memasang kembali pelindung giginya. Di ronde ke-7, Pical sempoyongan terkena hook kanan Polo. Untung, Pical masih bisa berpegangan pada tali ring untuk bertahan supaya tidak jatuh. Puncaknya pada ronde terakhir, Pical sempat mendapat hitungan dari wasit setelah pukulan beruntun -- hook kanan dan kiri -- Juan Polo mendarat dengan mulus di wajahnya. Dan seusai pertarungan, mata kanan Pical tampak bengab. Sebaliknya, wajah Polo masih bersih dan segar, seolah-olah masih mampu bertarung 12 ronde lagi. Kini, Indonesia sudah tidak lagi memiliki juara tinju dunia. Tampaknya, Pical pun enggan untuk melakukan pertarungan ulang. "Beta tak mau tanding ulang. Beta banyak pikiran," ujar Pical, yang menerima bayaran bersih sekitar Rp 99 juta, tanpa menyebut apa yang dipikirkannya. Pengurus KTI juga belum tahu langkah apa yang akan diambil. "Ya, kita tunggulah sampai rombongan Ellyas Pical kembali dari Amerika. Apa rencana mereka," kata M. Anwar, Ketua Harian KTT Pusat. Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini