DI lapangan Tiananmen, Jumat pekan silam, ribuan orang berkumpul. Sembari bersorak-sorai, mereka melambaikan bendera RRC. Di layar televisi, komentator Cina melaporkan: Beijing terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade 2000. Tak lama, menyusul terdengar ralat dari komentator tadi bahwa Sydney yang terpilih. Maka, lemas dan muramlah wajah warga Beijing. Pemerintah Cina sebelumnya telah menjanjikan dana US$ 7,5 miliar (lebih dari Rp 15 triliun) untuk jaringan telekomunikasi, perbaikan jalan, dan sarana olahraga untuk Olimpiade 2000. Rupanya, isu pelanggaran hak asasi menjadi senjata ampuh merontokkan hasrat Beijing sebagai tuan rumah Olimpiade itu. Menjelang Komite Olimpiade Internasional (IOC) menjatuhkan pilihannya di Monte Carlo, Jumat pekan lalu, hampir tiap hari televisi Barat menayangkan peristiwa berdarah Tiananmen pada 1989 selain persiapan Beijing menyambut Olimpiade 2000. Senat AS, sejak Juni lalu, juga menentang. Alasannya, pemerintah Cina berbohong mengenai tidak ada yang anti- Olimpiade. Padahal, Wu Shishen, wartawan kantor berita Xinhua, kini mendekam di penjara setelah membocorkan informasi tentang polisi Cina tak semena-mena pada seorang tokoh anti-Olimpiade. Serangan juga datang dari Amnesti Internasional, lembaga yang mengamati hak asasi. Amnesti mengkhawatirkan terjadi ''kejadian-kejadian kriminal'' seperti ketika Cina menyelenggarakan kegiatan olahraga yang lebih kecil tuduhan yang entah dari mana kepala dan buntutnya. Dari Inggris, pekan lalu, Menteri Luar Negeri Douglas Hurd berkata: Cina tak layak jadi tuan rumah Olimpiade 2000 sambil mengingatkan catatan hak asasi seperti sekarang. Pernyataan Hurd agaknya berkaitan dengan upaya Inggris mencalonkan Manchester sebagai tuan rumah pesta olahraga paling akbar itu. Usaha memperbaiki rekor hak asasi sebenarnya sudah dilakukan. Pertengahan September lalu, Wei Jingsheng, demonstran corat- coret di Tembok Demokrasi pada 1979 yang divonis 15 tahun, dibebaskan. Tapi ia masih dikenai wajib lapor dan dilarang berbicara dengan sembarang orang. Masa hukumannya berakhir enam bulan lagi. Wei, 40 tahun, dipenjarakan karena mengkritik Deng Xioping. Pengamat Barat menilai pembebasan Wei lebih untuk merebut Olimpiade 2000 ketimbang urusan memperbaiki catatan hak asasi. Dari Reuters ada pula kabar bahwa di Tibet, wilayah di bawah Cina, tahun ini ada seratus tahanan politik. Ada pula yang berpendapat bahwa catatan hak asasi manusia di Cina bisa diperbaiki kalau negeri lebih dari semiliar manusia itu kebagian Olimpiade 2000. Menjelang tahun 2000, menurut para pengamat, Cina lebih berhati-hati dalam soal hak asasi. Kalau tidak, bakal terulang boikot dari negara seperti AS terhadap Olimpiade Moskow 1980. Gagalnya Beijing ternyata ikut mengguncang pasar modal Hong Kong. Saham perusahaan properti Hang Seng jatuh 125 angka. Perusahaan itu mengancang-ancang masuk di bisnis hotel atau pembangunan sarana lainnya kalau Olimpiade 2000 diadakan di Beijing. Saat ini politisi Cina bersedih. Tapi para ekonom justru bergembira-ria. Pengeluaran besar untuk Olimpiade mungkin menambah inflasi, memperlebar jurang kaya-miskin, dan membuat mesin ekonomi terlalu panas (overheated). Kini sektor industri Cina tumbuh pesat dengan tingkat pertumbuhan 25% setahun. Bahkan sektor konstruksi tumbuh 70%. ''Investasi di Cina yang sedang boom memang tidak memerlukan Olimpiade untuk stimulan,'' ujar seorang diplomat asing di Beijing. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini