Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN kemeja dan kulot hitam, Maria Sharapova, 28 tahun, dengan wajah tenang menyampaikan berita mengejutkan itu. "Beberapa hari lalu saya menerima surat dari ITF yang menyatakan bahwa saya gagal melewati tes doping di Australia Terbuka 2016," kata petenis Rusia itu membuka konferensi pers di Los Angeles, California, Amerika Serikat, dua pekan lalu.
Pengakuan terbuka Sharapova ini mendapat beragam tanggapan. Banyak yang menyayangkan mengapa petenis peringkat ketujuh dunia ini begitu ceroboh. Padahal Badan Anti-Doping Dunia (World Anti-Doping Agency, WADA) dan Federasi Tenis Profesional (ITF) telah memasukkan meldonium, obat yang ia minum selama 10 tahun, ke daftar terlarang mulai 1 Januari 2016. Sosialisasinya pun dilakukan sejak September 2015.
Pada awal pekan lalu, dalam akun Facebook resminya, Sharapova mengaku tak pernah menyangka bahwa meldonium, obat yang diproduksi di Latvia—negara di kawasan Baltik, Eropa Utara—dapat mengakhiri kariernya lebih cepat. "Saya memakai obat ini selama 10 tahun dan tak ada masalah," katanya. "Tapi peraturannya berubah. Saya tak tahu sebelumnya."
Menurut Sharapova, untuk mengetahui obat apa saja yang masuk daftar terbaru obat terlarang, para petenis kerap mendapat e-mail peringatan. "Tapi itu terlalu rumit. Harus membuka e-mail dengan subject yang tak ada hubungannya dengan doping. Lalu, klik situsnya, masukkan password, username, klik ini, klik itu, scroll, dan membacanya. Terus terang, terlalu ribet," kata Sharapova.
Peraih lima gelar juara Grand Slam tunggal putri ini dinyatakan tak lolos tes doping setelah menghadapi Serena Williams di perempat final Australia Terbuka pada 26 Januari lalu. Akibatnya, Sharapova terancam hukuman larangan tampil di berbagai turnamen selama empat tahun. "Saya sadar tak ada alasan bagi saya untuk tak mengetahui adanya larangan doping. Tapi saya tak tahu obat ini juga dilarang. Saya tak membaca e-mail itu dengan teliti," ujarnya. "Ini kesalahan besar. Saya telah mengecewakan para penggemar."
Sharapova menenggak meldonium sejak 2006. Namun ia membantah bila dikatakan meminum obat itu setiap hari, seperti yang diberitakan berbagai media. Malah, sebelum mengkonsumsinya, Sharapova selalu mengikuti petunjuk dokter yang menyarankan untuk memakainya dalam dosis rendah. Di Rusia, meldonium lebih dikenal dengan nama dagang Mildronate dan dijual bebas secara online.
Meldonium merupakan obat untuk penderita sakit jantung. Obat ini dapat memacu aliran darah. Di Amerika, meldonium tak begitu populer, tapi di Rusia penggunaannya cukup luas. Bahkan tentara Rusia yang berperang di Afganistan pada 1980-an dibekali obat ini. "Karena di sana mereka berada di dataran tinggi dan kekurangan oksigen. Jika berlari dengan semua peralatan yang harus dibawa, mereka bisa mengalami masalah sirkulasi darah," ucap Ivars Kalvins, pembuat meldonium.
Menurut Kalvins, meldonium bukan termasuk obat doping. Obat ini tak menahan tekanan secara fisik bagi pemakainya. "Sedangkan stamina tubuh tidak serta-merta terdongkrak, tapi tergantung cadangan energi dalam tubuh kita sendiri," katanya. Adapun Sharapova mengkonsumsi obat ini lantaran sering sakit-sakitan, memiliki riwayat penyakit turunan diabetes, dan mengalami detak jantung yang tak beraturan.
Toh, meski Kalvins menyangkal meldonium sebagai obat doping, WADA menyatakan obat ini terlarang. Alasannya, meldonium menambah jumlah kadar oksigen dalam darah, yang pada akhirnya meningkatkan stamina si pemakai. Pada Oktober tahun lalu, WADA menemukan bahwa dari 8.300 atlet yang diambil contoh urinenya, ternyata 182 memakai meldonium. Bukti itu, tulis WADA dalam pernyataannya, menunjukkan penggunaan meldonium oleh atlet bertujuan mendongkrak performa.
Sharapova bukan satu-satunya atlet Rusia yang kedapatan masih meminum meldonium meski obat ini sudah dinyatakan sebagai obat haram. Juara dunia speed skater, Pavel Kulizhnikov, juga terbukti positif memakai obat ini. Juara ice dancing Eropa sekaligus peraih medali emas Olimpiade, Ekaterina Bobrova, juga tersandung kasus doping untuk obat yang sama. Ia dipastikan tak bisa tampil dalam kejuaraan dunia di Boston, Amerika Serikat, bulan ini. Begitu pula dua pemain Rugby, Alexei Mikhaltsov dan Alena Mikhaltsov, yang positif memakai meldonium dalam tes pekan lalu.
Terungkapnya kasus doping Sharapova dan olahragawan lain ini mencuatkan kembali skandal lama berbagai kasus doping yang pernah menimpa atlet Rusia. Dengan hanya tersisa lima bulan menjelang Olimpiade Rio de Janeiro 2016 di Brasil, dunia kembali mengawasi secara ketat para atlet Rusia ini.
Tak terima atas perlakuan tersebut, reaksi keras pun muncul dari para pejabat di Rusia, yang menyatakan langkah tersebut sebagai "manuver politik" dan "provokatif". Menteri Olahraga Rusia Vitaly Mutko mengatakan pihaknya sudah berusaha keras mengikuti kemauan Badan Anti-Doping Dunia untuk mencegah merebaknya pemakaian obat terlarang. Tujuannya supaya para atlet atletik, yang paling rawan terkena kasus doping, diperbolehkan kembali tampil di arena Olimpiade musim panas tahun ini.
"Mereka meminta kami mengganti pengurus atletik Rusia. Oke, kami ikuti. Kami juga diminta tidak mengangkat pengurus cabang olahraga yang terlibat masalah. Itu juga sudah kami lakukan," ucap Mutko, pekan lalu. "Tapi sekarang mereka menambah daftar obat terlarang yang sebelumnya legal. Apa kemauan mereka?" Dalam wawancara dengan stasiun televisi Rusia, Mutko berkeyakinan bahwa meldonium akan segera dibuang dari daftar obat terlarang.
Dmitry Svishchev, Ketua Komisi Parlemen Rusia untuk Olahraga dan Pemuda, mensinyalir adanya ketidaksukaan dari berbagai badan olahraga dunia terhadap atlet Rusia. Ia meminta para pelatih waspada terhadap "jebakan" baru buat atlet Rusia itu.
Federasi Asosiasi Atletik Internasional memang sudah menyatakan bahwa atlet atletik Rusia masih belum bisa tampil di arena internasional. Tapi, untuk Olimpiade pada Agustus nanti, Federasi baru akan memutuskan pada Mei mendatang. Yang jelas, untuk kasus Sharapova, Shamil Tarpishchev, Presiden Federasi Tenis Rusia, ngotot petenis yang sejak berusia 7 tahun menetap di Amerika Serikat itu tetap tampil di Olimpiade. "Saya kira mereka terlalu membesar-besarkan masalah ini," katanya.
Larangan tampil empat tahun bagi Sharapova diperkirakan bakal mematikan kariernya. Meski begitu, hukuman itu bisa berkurang menjadi dua tahun atau lebih sedikit jika Badan Anti-Doping menemukan bahwa petenis Rusia ini tak bermaksud memakai meldonium untuk meningkatkan stamina. "Saya tak mau karier tenis saya berakhir dengan cara begini," kata Sharapova. "Saya berharap mendapat kesempatan sekali lagi untuk dapat bermain tenis."
Firman Atmakusuma (The Guardian, New York Times, CNN, Nzherald)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo