Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tertohok Pasal Dendam

Mundur untuk menghindari kerusuhan, Persebaya justru mendapat saksi berat dari PSSI.

26 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga laki-laki duduk berdekatan di salah satu ruang di Hotel Maharaja, Jakarta Selatan. Sesekali terdengar kalimat pendek dan helaan napas berat. Lalu hening. Ketiga pemain Persebaya Surabaya itu, Ibnu Syuhadak, Kasiyanto, dan Stefano Cugurra, hanya termangu, Selasa malam, pekan lalu.

Rupanya mereka baru saja mendengar keputusan penting dari bos klub ini: tim Persebaya mundur dari putaran delapan besar Liga Indonesia. Kabar itu amat mengejutkan karena me-reka sudah siap berlaga melawan Persija yang akan digelar ke-esokan harinya.

Menurut Manajer Tim Persebaya, Saleh Ismail Mukadar, ke-putusan timnya memang tidak berkaitan langsung dengan posisi mereka di klasemen. Keputus-an itu semata karena pertim-bangan keselamatan suporternya yang berada di Jakarta.

Kedatangan para pendukung Persebaya yang biasa dijuluki Bonek alias bondo nekat ternyata- tidak mendapat sambutan baik. Seorang tokoh Forum Betawi Rempug (FBR) menyatakan akan melibas semua Bonek di Jakarta. ”Mereka mempraktekkan statement itu. Orang kami dikejar-kejar di Terminal Bus Pulo-gadung sampai luka-luka dan hilang,” kata Saleh.

Asisten Manajer Persebaya, Susanto, menganggap serang-an terhadap suporter itu sebagai upaya untuk menjatuhkan Persebaya di luar lapangan. ”Kalau kami meneruskan pertandingan, pasti terjadi kerusuhan. Persebaya ingin menjaga supaya kerusuhan seperti itu tidak terjadi,” ujarnya. Saat itu juga berkembang spekulasi bahwa selama ini hasil pertandingan sudah diatur sehingga percuma saja mengikuti turnamen sampai selesai.

Protes itu ternyata justru membawa konsekuensi yang berat bagi Persebaya. PSSI melarang klub itu berkecimpung dalam segala kegiatan sepak bola di Tanah Air selama dua tahun. Mereka juga dicoret dari keikutsertaan di Copa Dji Sam Soe yang saat ini sudah memasuki babak perempat final.

Kalangan PSSI mungkin tersinggung karena pengurus Persebaya menitipkan Piala Liga yang sejak tahun lalu dipegang klub ini ke wartawan. Mereka juga tidak bisa menerima alasan mundur dari turnamen demi menghindari kerusuhan.

Padahal, walaupun tidak segawat yang digambarkan pengurus Persebaya, perseteruan antara suporter Persebaya dan Persija memang cukup panas. Ketua- Umum FBR, Fadloli el-Muhir, mengakui adanya insiden di Terminal Bus Pulogadung yang melibatkan anggota FBR dan Bonek. Menurut dia, kejadian itu di-picu oleh ulah para Bonek. Sekitar 30 Bonek naik bus jurusan Surabaya tapi tidak mau membeli karcis. ”Memang bus nggak- pakai bensin! Bensin kan harus beli. Enak saja naik bisa bus tidak bayar,” katanya.

Ferry Indrasjarief, koordinator Jackmania—kelompok suporter Persija—menganggap ancaman yang dikatakan manajer Persebaya tidak pernah ada. Dia menduga Persebaya mundur karena memang peluangnya sudah tipis. Setelah bermain seri 2-2 melawan PSM Makassar, Persebaya harus menelan kekalahan 0-1 dari PSIS Semarang.

Bukan kali saja aksi mogok terjadi. Sebelumnya, Persib Ban-dung juga menolak bertanding- melawan Persija karena keselamatan pemainnya terancam. Pemain Persib ada yang dipukul pendukung Persija ketika sedang berlatih di Stadion Lebak Bulus. Akhirnya, Persib dinyatakan walk out (WO) dan dikenai denda Rp 25 juta oleh PSSI. Sementara itu, Persija Jakarta dikenai denda Rp 30 juta lantaran insiden pemukulan itu.

Persebaya sebelumnya pernah melakukan aksi boikot pada kompetisi Liga Indonesia 2002 dengan menolak bertanding melawan Pupuk Kaltim Bontang di babak penyisihan. Ketika itu, PSSI hanya menjatuhkan sanksi kepada manajernya yang saat itu dijabat Susanto. Ia dilarang terlibat dalam kegiatan sepak bola nasional selama setahun.

Kali ini hukuman yang diterima Persebaya lebih berat. Menurut Ketua Pengurus Daerah PSSI Jawa Timur, Dhimam Abror, dasar hukum keputusan Komisi Disiplin PSSI itu tak jelas. Sebenarnya, kasus pemogokan sudah diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pertandingan Khusus dan Pasal 59 Peraturan Pertandingan Umum. Jika ada tim yang melakukan pemogokan, maka akan dikenai denda se-besar Rp150 juta dan diwajibkan mengembalikan semua subsidi yang telah diterima.

Kalau denda itu tak dibayar, barulah klub yang bersangkutan dikenai larangan bermain di kompetisi berikutnya. Pihak pengelola yang memelopori pemogokan juga bisa dihukum selama setahun.

Jangan heran jika Saleh Ismail mencak-mencak dan mengajukan banding. Menurut dia, hukuman seharusnya dijatuhkan kepada pihak pengelola yang menolak bertanding. ”Jadi, hukum saja saya atau pengurus lain. PSSI jangan memakai pasal dendam,” kata Saleh.

Suseno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus