Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepeda motor Yamaha TZ itu bercat warna-warni: biru, hitam, merah, putih, dan oranye. Di tudung stang ada tulisan ”Doni Tata Indonesia” dan warna bendera merah-putih. Rabu pekan lalu, sepeda motor bernomor 72 ini meraung-raung, kemudian melesat kencang di Sirkuit Sepang, Selangor, Malaysia. Hanya dalam waktu dua menit dua puluh satu detik, ia telah berada di ujung lap sepanjang 5,4 kilometer.
Itulah sepeda motor yang dikendarai oleh Doni Tata Pradita. Dalam latihan, pemuda berusia 15 tahun asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini sanggup menggebernya dengan kecepatan rata-rata 139 kilometer per jam. Dia dipercaya Yamaha Corporate Jepang untuk berlaga di kelas dunia Motor Grand Prix yang berlangsung pada 23-25 September di Sepang. Buat menyokong penampilan Doni, project officer Yamaha, Anamo San, mengutus dua teknisi Yamaha, Hirono dan Shimara.
Tampilnya Doni di ajang Motor GP kelas 125 cc sungguh mengejutkan. Inilah pertama kalinya pemuda Indonesia berlaga dalam kejuaraan motor dunia.
Bertanding di kelas support race, Doni akan beradu kencang melawan pembalap kelas dunia seperti Joan Olive dari Spanyol, Alexis Masbou pembalap Prancis dan Lorenzo Zanetti dari Italia.
Nama Doni tertera di urutan ke-36 dari 39 peserta. Dia satu-satunya pembalap dari Asia Tenggara. Bahkan kali ini hanya ada empat orang Asia yang berlaga di arena berkapasitas 120 ribu penonton itu. Tiga lainnya dari Jepang, yaitu Toshihisa Kazuhara, Takumi Takahasi, dan Tomoyoshi Koyama. Tentu, Doni ingin sekali membuktikan kemampuannya. ”Sangat senang bisa melewati mereka di tikungan,” katanya saat ditemui Tempo di Sepang.
Itu sebabnya, Doni mempersiapkan diri cukup serius. Sebelum tiba di Malaysia, Selasa pekan lalu, Yamaha memfasilitasi Doni untuk berlatih di sirkuit Sugo, Jepang, selama 10 hari. Kendati begitu, dia tak jumawa. ”Perlombaan kali ini berat. Apalagi ini pertama bagi saya masuk balap MotoGP 125cc kelas dunia. Masuk kualifikasi saja sudah bagus,” ujarnya.
Edmond Cho, manajernya, mengungkapkan, Doni pembalap cilik yang memiliki potensi besar. Kehebatannya sudah dibuktikan dalam berbagai kejuaraan di dalam dan luar negeri. Sirkuit Sepang juga tak asing bagi Doni. Dia sudah dua kali beraksi di arena tersebut, yakni pada kejuaraan motor FIM Asian Road Racing Championship pada 2004 dan 2005. Di dua perlombaan ini, Doni menjadi juara pertama.
Tak mengherankan jika nama Doni lumayan kondang di Malaysia, terutama di kalangan remaja. Namanya sering disebut-sebut penggemar MotoGP di negeri itu. Mereka pun antusias menjenguk Doni di sirkuit yang berdampingan dengan Kuala Lumpur International Airport itu.
Salah satu penggemarnya adalah Neko Wesha Pawelloy, 19 tahun. Mahasiswa di sebuah universitas di Malaysia ini mengaku tidak sabar menunggu sang bintang menggeber motornya di Sepang. ”Doni luar biasa. Masih kecil tapi sudah beraksi di balap MotoGP. Setiap dia beraksi, pasti saya nonton,” kata Neko.
Lahir di Sleman, Yogyakarta, 21 Januari 1990, Doni adalah sulung dari dua bersaudara. Adiknya, Djessica Tata Amalia Shalihah, masih 1,5 tahun. Ayahnya, Kiswadi, 35 tahun, adalah seorang pembalap motor. Begitu juga ibunya, Haryani, 31 tahun. Saat masih balita dan belum sekolah, Doni sudah biasa ikut ayah atau ibunya berlatih balap motor.
Doni mulai bisa naik motor ketika masih kelas tiga sekolah dasar. ”Dia saya latih untuk balapan sepeda motor bebek sejak sembilan tahun,” kata Kiswadi saat ditemui Tempo di Empress Hotel Sepang di Salak Tinggi, Selasa pekan lalu. Waktu itu Doni baru kelas empat sekolah dasar. Belakangan, Doni juga belajar balap pada Irwansyah dan Hendriansyah, kakak-adik pembalap dari Yogyakarta.
Gelar juara sudah diraihnya sejak duduk di sekolah dasar. Prestasi Doni semakin mencorong begitu memasuki SMP Melati, Sleman, pada 2004. Memasuki 2005, dia mulai bertarung dengan seniornya. Di antaranya dalam kualifikasi kelas underbone 110 cc 4 tak dan 125 cc 4 tak kelas seeded Yamaha Cup Race seri I di Cirebon, 3 Maret lalu. Dia tampil menjadi juara dengan mengalahkan pembalap senior seperti Hokky Krisdianto, Florianus Roy, dan Aditya Nugroho.
Prestasi itu mengantarnya untuk berlaga di FIM Asia Road Race Racing Championship seri II 2005 di Sentul, awal Juli lalu. Dia pun menyabet gelar juara pertama. Prestasi serupa diraihnya lagi dalam perlombaan yang sama di sirkuit Sepang, 24 Juli lalu. Dengan segudang prestasi itu, akhirnya Doni bisa masuk ke kejuaraan MotoGP lewat fasilitas wild card.
Pembalap senior seperti Iwan Ardiansyah senang dengan munculnya orang Indonesia di ajang internasional. ”Setidaknya, dia akan tahu bagaimana teknik dan profesionalisme pembalap luar negeri,” katanya.
Dia menilai Doni sudah cukup bagus dari segi penguasaan teknis. Selain itu, meski masih belia, postur tubuhnya mendukung. Berat badannya 52 kilogram dan tingginya 166 sentimeter. Lengannya terlihat kekar dan kokoh. ”Yang penting bagi Doni adalah mempersiapkan mental,” ujar Iwan. Alasannya, si pembalap muda ini kadang gampang emosional jika terpancing oleh aksi lawan. ”Dia harus fokus pada tujuan perlombaan, yaitu mencapai garis finis lebih awal dari lawan-lawannya,” ia menambahkan.
Pembalap Hedriansyah pun menyokongnya. Dia melihat Doni telah mempersiapkan diri sejak kecil untuk menekuni dunia balapan motor. ”Faktanya, dia sering juara. Kalau tidak, mana mungkin dia bisa meraih juara sebanyak itu,” katanya. Herdiansyah berharap, mumpung masih muda, Doni bisa mempersiapkan diri lebih serius untuk berlaga berbagai perlombaan tingkat internasional.
Saat ini Doni masih duduk di kelas tiga SMP Negeri 2 Melati, Sleman. Di sekolahnya, dia termasuk murid yang gampang bergaul. Prestasi akademiknya biasa-biasa saja, menduduki peringkat ke-21 dari 40 siswa di kelasnya. Meski berprestasi di arena balap, dia tetap saja sama dengan anak-anak seusianya. Doni terkadang juga badung, misalnya bolos sekolah. ”Sering sih enggak, kadang-kadang saja. Kalau lagi iseng ngumpul sama teman-teman, jadi bolos sekolah,” akunya.
Sebenarnya Doni anak rumahan. Ia gampang ditemui di rumahnya yang berdampingan dengan bengkel motor ”Doni Tata Motor” milik ayahnya. Di sinilah ia nongkrong saban hari, mengutak-atik motor, untuk kemudian dibawanya ke arena balap.
Waktu senggangnya diisi dengan bermain PlayStation. Jika ada MotoGP, dia tak jauh-jauh dari televisi. Dia paling suka memelototi aksi idolanya, Valentino Rossi, salah seorang juara MotoGP yang sangat kondang. Selama ini, Doni memang hanya bisa menonton MotoGP di televisi. ”Saya belum pernah nonton langsung di sirkuit luar negeri,” katanya.
Kesempatan itu telah datang sekarang. Sehabis bertanding, Doni bisa menonton dan bahkan bertemu dengan idolanya, Rossi, yang berlaga di kelas 500 cc di sirkuit yang sama. ”Saya ingin bertemu Rossi untuk belajar banyak tentang teknik balap dan menguasai lapangan,” ujarnya. Dia ingin seperti Rossi, menjadi bintang balap motor dunia.
Nurlis E. Meuko, Syaiful Amin (Yogyakarta), dan T. H. Salengke (Sepang/ Malaysia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo