Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ulah Coerver Dan Team Manager

Wiel coerver, bekas coach klub belanda, feyenoord, cukup ternama di eropa. Di Indonesia, tindakannya menimbulkan professional shock bagi PSSI.Ia butuh team manager yang mampu memotivasi pemain. (or)

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG macam apa Wiel Coerver ini? Di negeri Belanda bekas Coach "Feyenoord" ini terkenal sebagai orang yang suka membela kepentingan pemain. Sehingga pernah dia berkonfrontasi dengan pengurus sebuah perkumpulan. Ketika pertanyaan yang kurang ramah itu diajukan padanya, dia coba mengelak. "Tidak benar. Saya justru ingin menjalin hubungan baik antara pemain dan pengurus", jawabnya. Di mata Bert Sumser, coach atletik Jerman yang sedang berada di Indonesia, Coerver dinilai punya kelas tersendiri. "Terus terang bukan karena dia sesama rekan dan berasal dari Eropa, maka saya memujinya", komentar Sumser pada TEMPO. "Saya kenal baik dia, saya kenal baik Sepp Herberger, Helmut Schoen. Saya tahu siapa Rinus Michels itu dan banyak lagi coach-coach ternama di Eropa. Dan saya pun pernah menjadi pemain sepakbola. Tapi sekali lagi saya katakan di sini, Coerver tidak di bawah mereka. Bahkan dalam soal-soal kemanusiaan Coerver melebihi mereka. Itulah sebabnya saya menilai dia lebih baik dari rekan-rekannya yang lain". Hebat betul pujian Sumser. Tapi itu di Eropa. Sikap ABS Di Indonesia? Pagi-pagi Coerver bikin perkara. Dengan Bardosono diributkan soal penentuan pemain. Lewat pers dia menyinggung perasaan orang dengan menyebut-nyebut sikap pemain dan coach Indonesia seperti "kacung". Meskipun kemudian dia menerangkan, yang dikecam sesungguhnya adalah sikap membungkuk-bungkuk "ABS" asal bapak senang. Pendeknya dia berhadapan dengan suatu kondisi yang tidak berkenan dengan adat profesionalnya. Di lain pihak, sikap yang "bermusuhan" itu nampaknya bukan tidak menimbulkan semacam pofessional shock (kejutan profesional) bagi sementara pimpinan dan suporter PSSI. Tapi agaknya sang waktu lambat-laun melapangkan jalan ke titik pertemuan. Coerver berusaha menyesuaikan diri dengan pihak pimpinan PSSl pun tidak lagi mau menjamah hal-hal yang prinsipil merupakan prerogatif sang pelatih - termasuk penunjukan seorang team manager untuk regu Pre Olimpik lndonesia. Dalam praktek sehari-hari tugas dan wewenang Coerver pada dasarnya tidak berbeda denan seorang team manager di Inggeris. Katakanlah Ramsey, misalnya--coach dan manager dirangkap seorang diri. Tapi mengapa Coerver masih membutuhkan seorang team manager di sampingnya? "Bahasa soal pertama", katanya. "Saya ingin seorang team manager yang dapat berkomunikasi dengan pemain dan tentu saja orang itu bisa diterima pemain, bukan asal tunjuk". Setelah mengulang kembali syarat-syarat seorang team manager seperti yang pernah dikemukakan tempo hari (TEMPO, 15 Nopember 1975), dia harap team manager itu dapat menyadarkan dan membangkitkan semangat pemain. Lawan kesebelasan Korea Utara yang dianggap paling berat misalnya, manager itu harus membantu mengembangkan kepribadian yang mantap pada diri setiap pemaim Manager itu harus juga dapat mengangkat semangat Anjas misalnya. 'Anjas mengapa kamu kelihatan terpekur saja'. Saya ingin Anjas digembleng begitu rupa, sehingga ia berani bersikap menantang terhadap Iswadi misalnya. Hey Iswadi, kamu jangan sok keren! Apa yang kamu bisa lakukan saya pun bisa'. Saya ingin semua pemain berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Sama-sauna membicarakan masalah di dalam dan di luar lapangan permainan". Sayang Dia Malas Coerver menambahkan: "Anda boleh kumpulkan coach-coach dunia seperti Helenio Hererra, Helmut Schoen, Rinus Michles di pinggir lapangan, tapi begitu peluit wasit memberi tanda pertandingan dimulai, mereka tokh tidak bisa berbuat apa-apa. Para pemainlah yang menentukan. "Selama proses seleksi berlangsung, Coerver pun merasa bahwa dia "terlampau banyak menuntut dari pemain, pada hal yang mereka terima hanya sedikit". karenanya dia ingin seorang manager itu bisa menyadarkan, korban yang mereka berikan tidak siasia. "Dan yang tak kurang penting adalah memberi pengertian kepada 9 pemain cadangan yang terpaksa duduk di pinggir tanpa mengurangi motivasi mereka untuk menang". Masih dalam rangkaian faktor-fakto psikologis, Coerver menunjuk pada Kapten Oyong Liza. "Dia seorang pemain yang baik. Tapi yang diberikan di lapangan kelihatannya tidak lebih dari seorang pegawai negeri yang menjalankan tugas rutine. Dia kurang berinisiatif untuk berbicara dan memimpin rekan-rekannya". Mengenai Risdianto Coerver memuji setinggi langit. "Pemain ini cerdik. Risdianto punya banyak mata: di depan, di samping dan di belakang, akan di bila dibandingkan dengan Nico Jansens yang dibeli heyelloord satu juta gulden. saya nilai 3 kali lipat harganya. Cuma sayang dia malas. Dan saya harap bantuan seorang manager untuk mengatasinya". Kebiasaan berbicara antara pemain dan pers menjelang suatu turnamen juga ingin Coerver galakkan. Di Eropa, kata Coerver, kebiasaan itu sangat menolong membakar semangat pemain. Ketika diterangkan bahwa kebiasaan itu belum berkembang di sini, karena di samping takut kalau-kalau diserang pers dan juga para pemain memang dilarang membicarakan persoalannya ke luar oleh pimpinan PSSI, Coerver nampak tidak dapat menerima. "Bagaimana bisa diharapkan dari pemain untuk membicarakan masalah mereka kalau sehari-hari saja mereka dilarang membuka mulut? Saya ingin para wartawan nanti menanyakan para pemain sebanyak mungkin problim mereka. Siapa misalnya team manager yang mereka anggap paling cocok. Tanyalah mereka!". Siapa manager yang bakal mendampingi Coerver itulah vang belum terungkapkan. Dia tidak mau mengemukakan pilihannya sekarang. "Tunggu nanti kalau sudah kami di Ragunan", katanya. Nampaknya Coerver berusaha ber tindak bijaksana untuk tidak menyinggung perasaan pimpinan PSSI. Lebih lebih pernah tersiar bahwa tokoh bola yang diincarnya itu adalah "orang luar". Dugaan tidak bergeser jauh dari tokoh Frans Hutasoit, Ketua Jayakarta yang markasnya di Kompleks Olahraga "Jaya Raja". Konon kabarnya pihak pimpinan PSSI--demi kepentingan nasional pun telah mengadakan pendekatan dengan unsur "Trio Plus" dun telah minta kesediaan Hutasoit untuk secara tidak langsung ikut menggembleng regu Pre Olimpik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus