RAUT wajahnya agak bersegi seperti laki-laki. Kendati berhidung mancung dan dengan rambut terurai sebatas pinggang, ia tetap tak termasuk atlet yang berparas dan bertubuh molek. Seperti Lydia de Vega, atlet Filipina itu, misalnya. Malah, dengan tinggi 170 cm dan berat hanya 57 kg, di antara 20 atlet wanita di kontingen India, ia, PT Usha - nama lengkapnya Pilavullakandi Thekke Parampil Usha - adalah atlet yang kelihatan paling ceking. Tapi gadis yang berusia 21 tahun ini bisa membuat kejutan: tampil sebagai atlet pengumpul medali emas terbanyak di Kejuaraan Atletik Asia. Merebut empat medali emas dari nomor lari perorangan, 100 m, 200 m, 400 m, dan 400 meter gawang yang diikutinya, Usha juga memberi andil bagi kontingen-nya untuk memenangkan satu medaliemas dan satu medali perunggu di nomor estafet 4 x 400 serta 4 x 100 meter. Ini prestasi besar yang untuk pertama kalinya bisa dibuat seorang atlet selama sejarah Kejuaraan Asia yang sudah enam kali berlangsung - selama 12 tahun. Tak heran kalau Usha betul-betul dianggap sebagai srikandi di kontingennya. Maklum, dengan hasil kakinya, India kemudian bisa melonjak sebagai negara pengumpul medali terbanyak kedua, setelah RRC, di kejuaraan yang diikuti atlet-atlet dari 28 negara itu. "Saya belum tahu apa yang akan diberikan pemerintah kami buat dia. Tapi, tahun lalu, ketika berhasil menjadi juara keempat perlombaan lari 400 meter gawang di Olimpiade Los Angeles, ia menerima penghargaan tertinggi buat atletik: Padma Shree Award dan uang sekitar US$ 10.000," kata O.M. Nambiar, 53, pelatih Usha, kepada TEMPO dengan muka berseri-seri sesaat setelah anak asuhannya itu berhasil mengumpulkan medali emas keempat. Penghargaan, agaknya, memang patut diperoleh karyawan Jawatan Kereta Api di Negara Bagian Kerala, India Selatan, ini. Sebab, tak hanya menyumbangkan medali emas, ia, di keempat nomor yang dimenangkannya, juga berhasil memecahkan rekor Asia dan Kejuaraan Asia. Antara lain, di nomor 100 meter, yang diselesaikannya dengan waktu 11,39 detik. Rekor lama atas nama Lydia de Vega adalah 11,82, yang dibuatnya di Kejuaraan Asia ke-5, pada 1983. "Saya memang kalah. Dan Usha-lah memang pelari tercepat di Asia sekarang," kata Lydia, dengan napas tersengal-sengal, setelah gagal merebut medali di nomor 200 meter. Pengakuan atlet cantik yang pernah dijuluki Ratu Atletik Asia itu memang beralasan. Sebab, bintang baru dari India itu sesungguhnya benar-benar seorang pelari cepat dengan kekuaran yang luar biasa. Bayangkan, ia ikut di enam nomor. Atau dalam kejuaraan itu ia bertarung selama 14 kali, dengan jarak waktu yang terbilang pendek. Di hari keempat perlombaan, misalnya, setelah memenangkan nomor lari 400 meter, Usha, dalam waktu hanya 35 menit, sudah harus bertarung di final 260 meter. "Memang, di kejuaraan ini saya yang paling banyak bertanding. Capek, tentu saja, tapi demi India, tak apa-apa," kata pelari yang sudah ikut dua kali Olimpiade itu, sambil menimang-nimang medali emas yang baru diterimanya. Lahir di Payyoli, sebuah desa kecil dan miskin di Kota Kozhikode, Negara Bagian Kerala, sekitar 1.000 km sebelah selatan New Delhi, Usha sudah mulai aktif berlari sejak usia 12 tahun. Mula-mula karena mengikuti praktek pelajaran di sekolahnya di Cannarore Sports Division. Dari sekolah olah raga inilah dasar larinya terbentuk. Dan ketika, pada 1978, ikut Kejuaraan Atletik Nasional (Quilon National), untuk anak berusia 14 tahun, anak penjual baju di Payyoli ini menarik perhatian guru-guru olah raga. Yakni, setelah ia, di kejuaraan itu, memenangkan sekaligus empat nomor perlombaan, lari 100 m, 80 m gawang, lompat jauh, dan estafet bersama teman-temannya di nomor 4 x 100 m. Sejak memenangkan lomba itulah, ia kemudian ditangani O.M. Nambiar, pelatihnya yang sekarang. "Saya latih dia di hampir semua nomor: lari, lompat dan loncat," tutur pelatih yang pernah menjadi anggota angkatan udara India itu. Hasilnya memang cepat. Dua tahun setelah ditangani Nambiar, anak kedua dari lima bersaudara E.P.M. Pythel itu sudah menjuarai perlombaan lari, tak hanya di Kerala, tapi juga di seluruh India, terutama untuk nomor lari 100 dan 200 meter. Pada Asian Games 1982, di New Delhi, gadis dari suku Malayalee ini cuma mampu merebut perak, kalah dari Lydia de Vega di nomor lari 100 dan 200 meter. Kekalahan ini yang membakarnya untuk berlatih lebih keras. Dua tahun kemudian, gadis ajaib ini membuktikan: ia atlet wanita paling berbakat yang pernah dimiliki India, ketika dalam nomor 400 meter gawang, yang baru ditekuninya sekitar tiga bulan, ia mampu masuk final dan merebut tempat keempat Olimpiade Los Angeles. Sekaligus juga itu berarti, Usha menjadi atlet wanita pertama India yang bisa masuk final Olimpiade.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini