Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Suami

Heinrich applebaum dr institute for advance maritai development menunjukan as kehilangan puluhan juta jam kerja akibat pertengkaran suami-istri, yang membuktikan menjadi suami tidak mudah. (kl)

5 Oktober 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA 1977, Sritua Arief keberatan terhadap kebijaksanaan ekonomi yang melulu berorientasi pada pertumbuhan GNP, berhubung terjadi ketimpangan pertumbuhan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Pada saat itu juga Sayogo mengungkapkan garis kemisklnan dan rendahnya tingkat pendapatan kaum tani di Pulau Jawa, lewat ukuran konsumsi kalori dan protein. Sementara itu, Dwight Y. King dan Peter D. Weldon di sekitar persoalan-persoalan itu, tidak habis pikir kenapa di balik kenaikan GNP 27% kok bisa terjadi kemerosotan tingkat hidup sampai 40%, sehingga jurang antara si kaya dan si miskin melebar. Di Amerika Serikat sana lain ceritanya. Di sana, orang bicara soal hubungan antara perkawinan dan GNP. Heinrich Applebaum dari Institute for Advanced Marital Development menunjukkan bahwa AS kehilangan 34.000.000 jam kerja akibat pertengkaran suami-istri. Ini artinya lebih parah dibanding akibat keburukan alkohol. Pertengkaran suami-istri itu biasanya berlangsung 2-3 jam sebelum berangkat tidur. Maka dari itu, keesokan harinya si suami pasti loyo, ngantuk, sempoyongan. Bisa menimbulkan kecelakaan di pabrik bisa salah hitung pembukuan, bisa ambil keputusan tak senonoh, dan bisa bikin onar. Catatan itu sekaligus seperti membuktikan, jadi suami rupanya bukan pekerjaan enak. Penuh marabahaya, mengganggu saraf serta pencernaan, mudah sekali masuk kubur atau mendadak ditendang dari tempat kerja. Jadi suami rasanya seperti meniti tebing jurang dengan sebelah kaki menggantung. Setiap waktu bisa terpelanting dan pecah kepala. Sepasang suami-istri dari Kota Detroit diambil jadi contoh. Sang suami bernama Saxby, yang pulang ke rumah pukul 6 sore, terhuyung-huyung dengan dasi melenceng. Ia langsung bersandar pada dinding dapur dan meneguk habis segelas anggur Martini, kemudian membuang diri di sofa mendengarkan warta berita teve sambil selonjor, sesudah itu santap malam bersama istri dan ketiga anaknya, ketika mengiris daging bistik tangannya gemetar. Sesudah kenyang makan, Saxby menjambret handuk, lalu pergi mandi, baca koran sore, dan menyaksikan acara "Dean Martin Show". Sementara itu, sang nyonya cuci piring mangkuk, telepon mamanya dan berceloteh 15 menit, sesudah itu mandi, dan baca komik "Godfather". Saxby berkata manis, "Selamat tidur, Jeng. Aku mau istirahat. Aku punya janji ketemu subkontraktor pagi-pagi, diskusi masalah penting." Sang nyonya menyahut, "Selamat tidur, Mas." Tapi tak lebih lima menit kemudian Nyonya Saxby berkata, "Kenapa, sih, kamu tidak omong-omong sama aku?" Saxby, yang sudah ngantuk, melenguh, "Ada apa, sih, Jeng?" Sang nyonya segera menyahut, "Kamu tampaknya tidak mau omong-omong sama aku. Kau bicara sama siapa saja, tapi tidak kepadaku." "Lho, 'kan aku sudah omong sama kamu, Jeng," kata Saxby seraya membetulkan letak bantal. " 'Kan kita sudah omong-omong sepanjang waktu." Langsung sang nyonya menyambut, "Tapi kau tidak sungguh-sungguh bicara. Bahkan kepada anak-anak juga tidak. Kelihatannya kau seperti orang numpang saja di rumah ini. Kau kira rumah ini hotel?" Saxby kepingin lekas-lekas tidur, dan ingin mengalah saja. "Baiklah, kau benar. Aku yang salah. Aku mestinya bicara lebih banyak dengan kalian semua. Nah, selamat tidur, Jeng." "Begitulah kau itu, Mas," kata istrinya seraya menyulut rokok. "Kau pikir masalahnya selesai kalau kau bilang begitu. Tidak bisa begitu itu! Bahkan sekarang pun kau tidak mau omong sama aku." "Aku senang omong sama kau, tapi ini sudah tengah malam, besok pagi-pagi aku mesti berunding dengan para subkontraktor. Aku ngantuk." "Tentu saja. Urusan kantormu jauh lebih penting dibanding urusan rumahmu. Kenapa kau tidak pindah saja tinggal di kantor dan tinggalkan kami?" Saxby mulai geram dan meremas-remas bantal. "Baiklah, besok aku pulang lebih awal dan kita bicara lagi." Tapi sang nyonya menyambut, "Aku mau omong sekarang! Kenapa mesti besok? Besok kau pasti tidak pedulikan kami lagi." Pertengkaran suami-istri dari Detroit itu berlangsung hingga pukul 3 pagi. Pertengkaran tidak cuma menyangkut masalah sang suami tidak mau omong sama istrinya, tapi merambat ke soal kawan wanita Saxby zaman lampau yang dekat dengan Saxby sebelum kawin, merambat ke soal senda gurau Saxby saat makan malam minggu lalu, merambat ke soal permainan poker setahun lalu, melantur ke soal Saxby tidak ingat merayakan ulang tahun ke-3 putrinya yang kini sudah berumur 17 tahun dan sudah duduk di perguruan tinggi. Keesokan harinya Saxby begitu ngantuknya hingga sulit buka mata dan nyaris menubruk kusen jendela waktu bangun. Karena ngantuknya itu, Saxby membuat kesalahan dalam menyusun perjanjian dengan subkontraktor. Tiga bulan kemudian perusahaan mobil Ford tempat ia bekerja harus menarik kembali 1.000.000 kendaraan yang sudah siap kirim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus