Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Usia Tua dengan Napas Kuda

Dokter asal Belgia "menyuntikkan" tenaga kuda ke tubuh para pemain tua. Mereka bisa berkarier hingga usia menyentuh kepala empat.

3 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salju turun ketika klub sepak bola Paris Saint-Germain menjamu Olympique de Marseille di Stadion Parc des Princes, Paris, Prancis, Ahad dua pekan lalu. Tapi 55 ribu orang di bangku stadion itu tak beranjak. Bekas Presiden Prancis Nicolas Sarkozy pun ikut duduk di tribun. Pada menit ke-76, stadion yang beku itu mendadak dipecah sorak-sorai penonton. Seseorang yang mereka tunggu muncul: David Beckham.

Bekas bintang Manchester United, Real Madrid, dan LA Galaxy ini masuk menggantikan Javier Pastore. Ini menjadi penampilan pertamanya sejak bergabung dengan Paris Saint-Germain pada akhir Januari lalu. Tak mengherankan jika sambutan penonton begitu meriah.

Tapi apa yang bisa dilakukan pemain berusia 37 tahun 9 bulan itu? Beckham malam itu menjadi pemain tertua di Ligue 1, divisi teratas liga Prancis. Rekor pemain tertua yang pernah bermain di Ligue 1 masih dipegang Claude Makelele (38 tahun 3 bulan).

Banyak yang mencibir Becks—panggilan akrab Beckham. Permainan terlalu keras dan salju akan membuat dengkulnya lepas bahkan sebelum ia menginjak rumput. Carlo Ancelotti, pelatih Paris Saint-Germain, juga dianggap menurunkannya hanya demi kepentingan bisnis: menjual baju dan mendongkrak popularitas klub.

Tapi Becks hanya membutuhkan 14 menit untuk membuat para pencibir itu mengatupkan bibir. Umpannya masih melengkung seperti ketika ia menyihir ribuan orang di Old Trafford hampir dua dekade lalu. Geraknya juga masih lincah. Bahkan Becks punya andil besar dalam gol kedua Zlatan Ibrahimovic. "Saya semula tertekan, tapi akhirnya bisa menikmati pertandingan ini," kata Becks.

Malam itu penonton senang. Paris Saint-Germain menekuk Marseille 2-0. Ancelotti pun melompat girang. Pilihannya tak salah: sinar bintang tua itu belum redup. Klub tak akan sia-sia menggaji Becks Rp 2,3 miliar per pekan. "Anda lihat," kata Ancelotti, "umpannya tetap berkualitas."

Analis olahraga Simon Kuper sebelumnya pernah menganalisis usia emas pemain sepak bola. Untuk penyerang, puncak ketajaman pemain berada di usia 23 tahun, sedangkan performa puncak pemain belakang berada di usia 25 tahun. Secara umum, ujar dia, "Sebanyak 70 persen pesepak bola mencapai puncak performa di rentang usia 23-31 tahun."

Kuper memberi contoh: Thierry Henry, Patrick Vieira, dan Emmanuel Petit. Mereka dijual Arsenal ketika berusia 29 tahun. Setelah itu, penampilan mereka memang terus melorot. "Saat ini pemain bola berlari 10-11 kilometer per pertandingan," ucapnya. "Para pemain tua mungkin bisa tampil bagus, tapi stamina mereka terbatas."

Lalu bagaimana dengan Becks? Dia punya rahasia. Pada awal Januari 2009, Becks terbang ke Milan, Italia. Di sana ia menemui dokter Jean-Pierre Meersseman. Meersseman adalah pendiri Milan Labs, laboratorium milik AC Milan yang terkenal lihai "mereparasi" pemain gaek.

Ia, misalnya, sukses membuat Paolo Maldini dan Alessandro Costacurta tetap bermain di usia 40 tahun. Dia juga membesut mantan bintang Milan, Clarence Seedorf, 36 tahun, yang kini membela klub asal Brasil, Botafogo FR. Gennaro Gattuso, Ronaldo, Kaka, dan Andrea Pirlo juga menjadi "pasien"-nya.

"Usia itu tidak eksis," kata Meersseman. "Selama fisik dan psikologis Anda siap untuk bermain, tak jadi masalah Anda berusia 21 atau 41 tahun. Tugas saya dan tim menyiapkan kondisi tersebut sehingga pemain bisa memperpanjang kariernya. Ini menguntungkan klub dan pemain."

Tentu saja Meersseman bukan pesulap. Ia juga bukan tabib yang dapat menciptakan ramuan ajaib yang bisa membuat pemain tua memiliki napas sekuat kuda. "Metode kami berakar pada filosofi, seni, dan ilmu pengetahuan chiropractic," ujar Meersseman. Chiropractic adalah terapi pijat tulang belakang.

Meersseman juga melibatkan ahli neurologi, biokimia, psikologi, dan kinesiologi. Di Milan Labs, ia bahkan menggandeng Microsoft membuat peranti lunak khusus untuk menganalisis data tubuh setiap pemain. "Para dokter dan tim medis selalu berpikir bagaimana mengobati cedera pemain," kata Meersseman. "Tapi kami mencari potensi cedera sehingga bisa mengantisipasinya."

Untuk itu, kinesiologi—ilmu gerakan manusia—adalah kuncinya. Pemetaan potensi cedera pemain dilakukan dengan menempelkan elektromiograf—alat pendeteksi potensi listrik yang dihasilkan oleh sel otot—ke tubuh pemain. Pemain lalu diminta melompat di sebuah alat bernama dynajump. Elektromiograf kemudian akan mengirim setiap pergerakan otot dan saraf pemain saat melompat itu ke komputer.

"Kami mendapat lebih dari 60 ribu bit data. Dari situ tingkat cedera dan potensi cedera dapat diprediksi dengan tingkat akurasi 70 persen," ucap Meersseman. Teknik lain memetakan potensi cedera juga dilakukan dengan menganalisis gigi dan sumsum tulang belakang. "Saraf berasal dari sumsum tulang belakang, sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres di sana akan berimbas ke organ lain."

Pemetaan potensi cedera itu dilakukan dua pekan sekali sehingga pemain selalu up to date dengan kondisi tubuhnya. Setelah potensi cedera dipetakan, cedera pun bisa dihindari. Metode "sedia payung sebelum hujan" ini sukses memangkas tingkat cedera pemain Milan.

Sejak Milan Labs didirikan pada 2002, tingkat cedera di tubuh skuad I Rossoneri menyusut hingga dua pertiga, penggunaan obat-obatan juga turun 70 persen, dan tingkat kehilangan pemain menjadi hanya 43 persen. Selain itu, Meersseman menyulap para pemain tua I Rossoneri menjadi bak kuda liar.

Suntikan daya kuda untuk para pemain tua itu dilakukan Meersseman dengan menjaga asupan makanan. Ia juga membuat program latihan yoga dan meminta mereka bermain voli agar pergerakan otot tangan dan kaki seimbang. Upaya mencegah cedera diimbangi dengan asupan gizi.

Hasilnya, Milan sukses memboyong trofi Liga Champions pada musim 2002/2003. Padahal saat itu I Rossoneri seperti barisan prajurit tua. Di sana ada Alessandro Costacurta yang telah berusia 37 tahun, Paolo Maldini (35), Rui Costa (31), dan Filippo Inzaghi (30). Pelatih Milan ketika itu adalah Ancelotti.

Tak mengherankan jika Ancelotti kepincut oleh metode Meersseman. Saat hijrah ke London untuk menjadi juru taktik Chelsea pada 2009, ia turut memboyong rekan Meersseman di Milan Labs, Bruno Demichelis. The Blues—julukan Chelsea—pun membuat replika Milan Labs yang kemudian diikuti Manchester United. Metode Meersseman yang dikembangkan di Milan Labs kemudian menjadi peta biru yang ditiru klub lain.

Metode chiropractic yang dikembangkan Meersseman pernah membuat pria 68 tahun ini terusir dari kampungnya di Belgia pada awal 1970. Saat itu, ia dituduh melakukan praktek dokter ilegal. Meersseman kemudian hengkang ke Amerika Serikat. Pada 1984, ia menjadi salah satu dokter di tim Olimpiade Amerika Serikat.

Meersseman sempat hijrah lagi ke Prancis sebelum pindah ke Italia. Ia tinggal di dekat Danau Como. Tempat prakteknya tak jauh dari rumah Presiden Milan Silvio Berlusconi. Terpincut oleh metode Meersseman, Berlusconi lalu merekrutnya menjadi direktur medis dan mendirikan Milan Labs.

Pada akhir Januari lalu, Meersseman menggandeng keponakannya, Stefaan Vossen, membuka praktek di London. Mimpi para pemain Liga Primer Inggris untuk menjadi Maldini yang tetap bisa bermain di usia 40 tahun pun makin terbuka. John Terry, bek Chelsea, tercatat pernah menjalani metode ini pada 2010.

Beckham sempat tak percaya ketika Meersseman memprediksinya tetap bisa bermain hingga usia 40 tahun. "Saya tertawa mendengarnya," kata Becks. Tapi Ahad malam itu, saat ribuan orang mengelu-elukannya di Stadion Parc des Princes, suami Victoria ini menyadari bahwa Meerssman tak sedang bergurau.

Dwi Riyanto Agustiar (Guardian, Daily Mail, Sky Sports, Fourfourtwo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus