Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sinar merah rembulan menyapa rupamu
Abdikan sukmaku pada indah auramu
Pastilah ragaku tak seperti para dewi
Kuabdikan kasih yang tak terbagi
Cinta… Cinta yang kurasa
Melebihi indah… Melati cinta…
Anjani, yang diperankan Laura Vall, menyanyikan lagu Cinta karya Aksan Sjuman sambil menimang bayi Hanoman yang baru lahir. Penyanyi asal Spanyol yang jadi vokalis The Controversy, band alternatif di Los Angeles, itu melantunkan lagu berbahasa Indonesia tersebut dengan suaranya yang merdu dan mendayu. Sesekali Batara Guru (Daniel Torres) menimpalinya.
Namun putra Anjani dan Batara Guru itu berwujud kera putih. Di kahyangan, Hanoman jadi ledekan anak-anak dewa lain karena rupanya yang aneh itu. Hanoman kecil pun gusar, kemudian terbang ke langit dan menelan matahari. Kahyangan geger. Dunia gelap-gulita. Anjani diutus membujuk putranya agar melepas matahari.
Anjani menyadari bahwa Hanoman menelan surya agar dapat berubah menjadi manusia. Keinginannya dapat saja terwujud, tapi kera yang sakti mandraguna itu akan kehilangan seluruh kesaktiannya. "Nah, apakah kamu akan mengubah penampilanmu atau kamu akan melindungi manusia seperti ayahmu?" tanya Anjani. Hanoman memilih yang kedua dan memuntahkan matahari.
Kisah Hanoman itu tampil dalam pertunjukan Hanoman: The Ultimate Warrior karya sutradara Mirwan Suwarso di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, yang dipentaskan dua kali pada Sabtu sore dua pekan lalu. Sekitar tiga perempat kursi terisi penuh. Pertunjukan ini berpusat pada kisah kelahiran Hanoman hingga masa remajanya, yang dicuplik dari wayang purwa dan Ramayana. Tapi ini lakon carangan versi Mirwan. Maka kita akan menyaksikan bagaimana Hanoman bertarung melawan Mahesasura (raksasa berkepala kerbau) dan senapatinya, Jatasura, harimau yang memiliki rambut gimbal di lehernya, yang hendak mengobrak-abrik kahyangan. Dalam Ramayana, bukan Hanoman, melainkan Subalilah yang melawan keduanya.
Bukan sekali ini cerita Hanoman diangkat ke bentuk musikal. Pada 1998, N. Riantiarno menampilkan Opera Anoman: Anoman Mencari Bapak di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Saat itu Addie M.S. dan Djaduk Ferianto menggarap musiknya, sementara koreografi tari oleh Sentot S. Musik orkestra dimainkan oleh Victorian Philharmonic Orchestra dan musik tradisionalnya oleh Kua Etnika.
Penampilan dan nyanyian para aktor Riantiarno kala itu, Dewi Gita dan Gito Rollies, meyakinkan. Apalagi pertunjukan itu didukung teknologi canggih, sehingga Hanoman dapat terbang dengan mulus, menembakkan sinar laser, dan melesak ke perut bumi. Pentas ini terbilang spektakuler dan tampil hampir setahun penuh. Nah, bagaimana dengan karya Mirwan?
Mirwan menyebut karyanya ini "drama sinema", yang menggabungkan wayang orang, film, musik, tari, seni bela diri, dan tata cahaya. Resep serupa dia gunakan dalam pentasnya terdahulu di Jakarta, seperti Jabang Tetuko dan Gatotkaca Kembar: The Evil Within. Tak ada teknologi baru dalam pertunjukan ini. Satu-satunya inovasi adalah penambahan unsur film. Dia memasang dua layar besar di kiri dan kanan panggung untuk menampilkan gambar bergerak atau diam yang terkait dengan adegan di panggung utama, meski sering layar itu gelap atau tak berubah ketika adegan sudah berganti. Kadang layar itu jadi seperti kelir dalam wayang kulit.
Saat adegan pertempuran Hanoman muda (Volland Humanggio, aktor film laga yang pernah bermain di film Sang Dewi) melawan Mahesasura (Aqi Alexa) dan Jatasura (Anji, mantan vokalis band Drive) di panggung, misalnya, penonton juga akan melihat pertarungan itu dalam bentuk pertunjukan wayang kulit di dua layar tersebut. Pertarungan heboh itu diiringi musik rock orkestra yang digarap Aksan Sjuman, Fisca Galih, dan Max Morgan.
Sesekali Mirwan menyisipkan dagelan berbahasa Inggris. Misalnya, saat Batara Surya kaget karena Hanoman menelan matahari, dia memprotes. "The son ate my sun!" teriaknya. "What? Who you talked?" tanya dewa lain. "Not my son. The son ate the sun," katanya sambil menunjuk langit.
Semua cara ini dilakukan sutradara film Susahnya Jadi Perawan dan Bola Itu Bundar tersebut untuk menghidupkan kembali wayang, terutama buat generasi masa kini yang lebih akrab dengan film ketimbang wayang kulit. Untuk bintang utama, dia menggandeng para artis Broadway Boys, kelompok penyanyi tenor yang sering tampil di panggung Broadway, New York. Sydney J. Harcourt, misalnya, yang pernah bermain dalam teater musikal The Lion King, memerankan Batara Indra. Daniel Torres pernah tampil dalam pertunjukan Evita dan Jesus Christ Superstar. Ada pula Max Morgan, pemeran Batara Surya, rocker asal Inggris yang juga tampil dalam Arjuna Wiwaha dan Gatotkaca Kembar garapan Mirwan. Artis Indonesia yang terlibat, selain Volland dan Anji, adalah Piyu "Padi", yang berperan sebagai Batara Chandra. Piyu bahkan diberi kesempatan tampil solo dengan permainan gitarnya.
Namun, dibanding Opera Anoman milik Riantiarno yang padu sebagai sebuah pertunjukan, apa yang disuguhkan Mirwan lebih mirip gado-gado dari berbagai unsur seni pentas. Wayang kulit di layar seperti tempelan belaka. Akting dan dialog para aktor terlihat kurang matang. Tata cahaya tak tertata baik. Panggung lebih sering gelap-gulita dan, ketika pemain bergerak, kadang tak ada cahaya yang menyorotnya untuk memusatkan perhatian penonton. Bahkan ada adegan perkelahian di bawah panggung dekat penonton yang terjadi dalam gelap. Satu-satunya unsur yang kuat dari pertunjukan ini adalah musik. Itu pun agak berlebihan, karena dari awal sampai akhir nadanya terus meraung dan mengentak.
Kelemahan para pemain tampak terletak pada penghayatan peran. Mereka artis asing yang baru beberapa hari tiba di Jakarta dan langsung berlatih menari dan menyanyi serta mempelajari perannya. Mereka umumnya tak kenal wayang dan Mirwan mencoba menjembataninya dengan menyederhanakan karakter tokoh. Misalnya, Batara Indra yang bijaksana tapi kuat ia contohkan seperti Apollo dalam mitologi Yunani. Batara Guru seperti Sean Connery dalam film James Bond atau Dewa Zeus dari Yunani. Dewi Anjani dianalogikan dengan Princess Lea di film Star Wars.
Tampilnya seabrek pemain impor serta lagu dan dialog dalam bahasa Inggris itu sebenarnya karena pertunjukan ini disiapkan untuk penonton asing. "Orang Amerika suka pada seni bela diri yang kuat, visual berbeda, dan seni yang dinamis," ujar Mirwan.
Hanoman direncanakan berkeliling Amerika Serikat pada Juli nanti, Eropa pada Oktober, dan Australia pada April 2014. Pertunjukan ini tidak tampil di Broadway, tapi di berbagai gedung konser, seperti San Jose Center for the Performing Art di California, yang berkapasitas 2.500 tempat duduk. Hanoman dijadwalkan tampil setelah pertunjukan Green Day's American Idiot.
Jadi ini sebenarnya bisnis hiburan. Mirwan berusaha menyesuaikan diri dengan selera pasar Barat. Untuk menembus pasar itu, dia mengikuti pameran Association of Performing Arts Presenters di New York pada Januari lalu. "Saya buka booth, jualan, dan menawarkan konsep pertunjukan wayang orang, seperti kalau kita buka booth di pameran kerajinan," kata pemimpin MSP Productions itu.
Lewat MSP Productions, dia membuat paket pertunjukan Tales of Heroes, yang akan mengangkat berbagai kisah tokoh wayang, seperti Gatotkaca, Arjuna, dan Hanoman. Dia mengaku tidak kesulitan menjajakan program ini dan dapat menggaet sejumlah agen serta sponsor. Salah satu modal awalnya adalah berbagai pertunjukan yang dia gelar di Jakarta, dari Jabang Tetuko hingga Gatotkaca Kembar. Mirwan menyebutkan hanya mengalami kerugian pada dua dari lima kali pergelaran. "Sisanya selalu untung," ujarnya. Biaya produksi pada pergelaran Hanoman sekitar Rp 1,7 miliar, dengan keuntungan sekitar 25 persen dan dukungan sponsor sebesar 30 persen.
Namun, dengan segala kelemahan yang dimilikinya itu, apakah penonton Amerika akan terpukau?
Kurniawan, Evieta Fadjar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo