Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Istirahat & Yang Cemerlang ...

Donald Pandiangan, 32, memperoleh medali emas panahan untuk nomor 70 m ganda. Nilai 629 mengatasi rekor dunia (617) atas nama Wojeiech Szyman, Polandia. Tak diakui sebagai pemecah rekor.

6 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELASA, 26 Juli malam, menjelang pertandingan esok, perut Donald Pandiangan, 32 tahun, dililit rasa sakit. Ia mencret berkali-kali. Tapi, "semua itu tak begitu saya hiraukan," cerita Pandiangan yang mewakili Indonesia dalam Olympiade 1976 lalu. Waktu itu ia menempai urutan ke-19. "Pesan pimpinan KONI Pusat kepada atlit untuk memecankan rekor, terutama prestasi dunia mengalahkan rasa sakit yang saya derita." Di lapangan panahan, Senayan, esoknya tekad Pandiangan untuk menjawab tantangan yang dilontarkan KONI Pusat memang tak tergoyankan oleh rasa sakit yang masih merundung dirinya. Bahkan ia berhasil mencatat prestasi yang lebih baik ketimbang apa yang dicapainya, dua hari sebelumnya. Dalam pertandingan hari pertama itu ia hanya sanggup mengumpulkan angka 309. Tapi hari di saat kondisinya yang tak rancak. ia mampu meraih nilai 30. Ketika medali emas untuk nomor 70 meter ganda dikalungkan di lehernya, ia tak begitu terkesiap. Karena ia tak menyangka nilai 629 (rekor lama nasional 617) yang dicapainya telah melampaui prestasi pemanah Polandia, Wojeiech Szyman yang menciptakan rekor di Interlaken, Swiss, pada kejuaraan dunia panahan tahun 1975. Nilai yang dikumpulkan Szyman adalah 626. "Sama sekali tak saya kira bahwa rekor dunia telah saya lampaui," kata Pandiangan yang baru tahu setelah membalik-balik catatannya tentang pemegang rekor-rekor panahan dunia ketika menjelang tidur -- biasanya ia selalu membawa bukunya ke lapangan. Tekad Pandiangan untuk mengejar prestasi dunia telah kesampaian, memang. Tapi ketrampilan itu tidak sekaligus mengangkat dirinya ke tempat terhormat. Menurut Persatuan Panahan Indonesia prestasi Pandiangan tak dapat diakui sebagai pemecahan rekor. Sebab pemecahan rekor dalam 70 meter ganda hanya diakui sah, jika dilakukan dalam kejuaraan dunia. Ketika ketetapan itu disampaikan oleh Perpani kepada Pandiangan, kegembiraan hatinya mendadak ciut. "Saya sangat menyesalkan pengurus Perpani yang tidak bisa menganggap resmi rekor saya," keluh Pandiangan dalam logat aslinya, Tapanuli. Ia lalu membandingkan prestasinya dengan kebolehan atlit angkat besi. Charlie Depthios yang juga memecahkan rekor dunia pada PON VII di Surabaya, tahun 1969, dan diakui resmi sebagai prestasi baru dunia, " padahal rekor itu diciptakan Charlie juga tidak dalam turnamen dunia, bukan?" lanjutnya. Sesal Pandiangan yang sehari-hari menjadi karyawan Angkasa Pura, Jakarta tak habis sampai di situ. Dorongan yang diberikan KONI Pusat untuk menciptakan rekor baru, dibalikkannya kembali bagaikan bumerang. "Pagi-pagi KONI menyuruh saya memecahkan rekor, tapi setelah pecah kok malah tidak diakui," kata Pandiangan sengit melihat perbaikan yang dilakukannya tak banyak artinya bagi prestasi panahan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus