Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Non-Amatir Terkena Pahitnya

Pemain sepak bola dalam klub Pardedetex yang prestasinya menurun penghasilannya dipotong. Cara ini ditempuh karena ingin mencapai target masuk 8 besar. Tindakan pencoretan juga terjadi di klub BBSA Tama.(or)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOSS Pardedetex pernah mengancam: "Jika kalian tak berprestasi, apa boleh buat, gaji terpaksa saya turunkan." Dr. T.D. Pardede ternyata tak main-main, apalagi kesebelasannya masih tercecer dalam Galatama. Max Timisela, 31 tahun, bekas anggota klub Angkasa, Bandung, yang dikontrak Pardedetex untuk jangka waktu 3 tahun, mulai merasakan pahitnya. Semula honornya Rp 150.000 perbulan. Ia mendapat pinjaman Rp 1.800.000. Angsurannya, menurut kontrak, minimal Rp 50.000 dan tertinggi Rp 100.000 dengan potong gaji. Timisela semula dikenakan pemotongan yang rendah, tapi awal Mei pihak Pardedetex mengeluarkan keputusan baru. Dan penghasilannya dipotong Rp 125.000 per bulan. "Mana cukup dengan uang Rp 25.000 untuk hidup di Medan," keluhnya. Ia segera angkat kaki dari sana, dan sudah muncul di bioskop Rio Theatre, Cimahi, perusahaan tempat ia mencari nafkah sebelumnya. Bersama Timisela, pulang pula Nurdin Basyah dan Utang MS -- masing-masing dari klub HW, Yogyakarta, dan klub Bima, Sumedang. Kedua pemain itu, yang belakangan ini hampir tak pernah dipasang lagi, terkena keputusan serupa. Dr. Polin Pospos, Sekretaris Pardedetex dalam suratnya masih meminta Timisela untuk kembali ke Medan. Tentang angsuran hutang, kata Pospos Rp 100.000 per bulan. Tapi Timisela, mungkin juga 2 rekannya, kelihatan sudah ogah. "Saya akan tetap keluar dari Pardedetex. Suasananya sudah tak enak," katanya kepada Hasan Syukur, pembantu TEMPO di Bandung. "Mengenai pinjaman, akan saya angsur semampunya." Tapi pekan lalu Pardedetex mengatakan bahwa Timesela sudah kembali ke Medan. Di Jakarta, klub BBSA Tama juga bertindak terhadap Daud, Tony Sinaga, Sentot Subagio, dan Yohanis. Pekan lalu, BBSA Tama melaporkan kepada Komisi Galatama bahwa keempat pemain itu telah dicoret dari daftar. "Mereka tidak disiplin," kata pelatih Maryoto. Lowongan yang ditinggalkan Daud dkk diisi BBSA Tama dengan 7 pemain baru -- 6 di antaranya berasal dari klub Gajayana, Malang, dan 1 lagi dari BBSA Junior. Mereka adalah Uleke Batula, Soedjito, Totok Mudjiarto, Hartoyo, Bambang Purwanto, Ridwan, dan Johny Ardy. Kebetulan klub ini juga tercecer dalam kompetisi Galatama, sedang biaya rutin tiap bulan sekitar Rp 2 juta. Dari 6 kali pertandingan, 5 di antaranya kalah, mereka baru menghasilkan uang Rp 1 juta lebih sedikit. Mungkinkah, setelah ada penggantian pemain, BBSA Tama masuk 8 Besar? "Berat," jawab Tjung Djunantoro, pimpinannya. Bagi Pardedetex, pergeseran anggota memang diharapkan untuk mencapai target itu. Terhitung Juni, 2 pemain asal Inggeris, Steve Tombs dan Paul Smythe, akan dipulangkan Pardede. Sebagai gantinya, ia telah mendaftarkan 3 pemain kesebelasan Turki -- Yapar Alemdargalu, Haliz Tufan, dan Bachri Kaya. Tapi orang masih sangsi. Untuk membangun tim yang kompak Jengan materi gabungan, diperlukan waktu yang panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus