Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Orang-Orang Asing Di Pelatnas

Untuk persiapan Sea Games X, Komite Olimdiade Indonesia mengontrak 13 pelatih luar negeri. Kehadiran mereka banyak menumbuhkan semangat baru para atlet. (or)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DONALD Pandiangan, 33 tahun, pemanah nasional gagal meraih medali emas dalam Asian Games VIII di Bangkok, Desember 1978. Mengapa tak berhasil? "Grip saya dirubah oleh Purzycki," alasannya. Tadeusz Purzycki adalah pelatih asal Polandia yang menangani regu panahan nasional 2 bulan sebelum Asian Games VIII. Menghadapi SEA Games X di Jakarta September depan, ada 6 pelatih luar negeri yang sudah turut mempersiapkan tim Indonesia. Mereka melatih di caban bola volley, bola basket, sepakbola, polo air, menembak, dan balap sepeda. Mereka berdatangan sejak 3 bulan lalu. Akhir bulan ini, akan datang 7 pelatih asing lagi yang bakal menangani cabang atletik, softball, hockey, serta angkat besi. Para pelatih ini dikontrak untuk jangka waktu 6 sampai 9 bulan. Tidakkah kasus Pandiangan, mengingat waktu yang tersedia buat para pelatih ini juga pendek, akan terulang? Soeworo Sekjen Komite Olympiade Indonesia mengatakan bahwa kejadian itu per kasus saja. "Mungkin Purzycki terlalu berani mengadakan eksperimen," katanya. Pengalaman tim panahan bukan tak membekas bagi cabang tinju. Mereka kini menolak untuk menerima pelatih asing. "Waktunya terlalu singkat," alasan Wakil Sekjen Pertina Amir Syarifuddin. Ia kuatir kalau-kalau pelatih itu nanti merubah gaya petinju pula. "Lain halnya kalau pelatih luar negeri itu didatangkan untuk jangka 2 tahun." Bagi cabang bola volley, kehadiran pelatih Mitsumori Yasuaki dari Jepang malah menumbuhkan semangat baru. Lihatlah suasana latihan seperti Jum'at, 4 Mei sore. Sekalipun para pemain, baik putera maupun puteri, sudah tampak lelah mengikuti acara senam selama 1 jam penuh, tak ada yang berani berhenti sebelum Yasuaki memberikan aba-aba istirahat. "Kalau tidak mau capek, tidak bakalan bisa menang," katanya menjawab keluhan pemain. Dulu kejadian seperti ini hampir tak pernah terlihat. Tim bola volley ini berlatih 5 sampai 6 jam sehari selama 6 hari dalam sepekan. Sekalipun tak bisa mengikuti latihan, misalnya sakit, mereka diharapkan tetap hadir. "Agar mereka dapat mengikuti penjelasan pelatih, dan melihat teman-temanya bermain," kata Yasuki. Hal ini ditekankannya mengingat teknik dan pengalaman bertanding para pemain Indonesia masih kurang. Ia mengambil contoh dengan pemain puteri yang kurang sempurna menerima maupun mengumpan bola. "Sekarang sudah agak bagus," tambahnya. Yasuaki menangani tim Indonesia sejak 2 bulan lalu. Alexander Kruikov, pelatih polo air dari Uni Soviet tampak agak sungkan menilai. "Terlalu pagi untuk menilai kemajuan anak-anak," katanya. Ia mulai melatih tim Indonesia sejak 2 April. Tapi Bustamam, asistennya sudah merasakan manfaat kehadiran Kruikov. "Kontrol anak-anak sekarang sudah makin baik," kata Bustamam. Tim berlatih pagi-sore, 6 hari seminggu. Program latihan cukup berat, tapi pemain polo air tak mengeluh? Kruikov, tampak punya resep sendiri. Misalnya, ia selalu memberikan hadiah es krim bagi pemenang antara penembak penalti dan penjaga gawang -- masing-masing untuk 3 kali lemparan. Pelatih bola basket Vladan Markovic (Yugoslavia) juga tak punya kesulitan. Ia tiba di sini pertengahan Maret, dan menangani tim Jakarta. Markovic baru akan melatih regu nasional mulai 1 Juni. "Sulit untuk mengatakan tingkat mana yang bisa dicapai pemain Indonesia dalam tempo latihan yang pendek," katanya. Belum Ditiru Dosis latihan yang diberikannya agak terasa berat buat atlit Indonesia. Mengapa? "Di sini atlit berlatih baru 3 atau 4 kali seminggu," kata Markovic. "Itu tidak cukup untuk menjadikan suatu tim yang kuat." Mengambil perbandingan dengan latihan di negerinya, di mana atlit berlatih 2 kali sehari dalam tempo 11 bulan setahun. Tim nasional Yugoslavia adalah juara bola basket dunia saat ini. Tapi yang menggembirakan hatinya, tak ada pemain (Indonesia) yang tak mentaati acara latihan yang diberikannya. Cabang panahan, sekalipun pernah dirundung kasus Purzycki, termasuk yang masih mengharapkan kehadiran pelatih luar negeri. Tapi pelatih yang mereka kehendaki sudah dikontrak oleh negara lain. Namun, "masih dicoba untuk memperolehnya," kata Soeworo tanpa mau mengungkap bayaran pelatih yang ada maupun yang sedang diincar. Apa kelebihan mereka? "Sebetulnya antara pelatih asing dan pelatih kita sama saja," komentar pemain nasional bola volley, Halimah. "Mungkin lantaran kita sering bertemu dengan pelatih sendiri, maka respek kita agak beda terhadap mereka dibandingkan pelatih asing." Kelebihan lain, tentu saja, mereka disiplin terhadap di sendiri, dan mau bekerja keras. Cara kerja begitu belum banyak ditiru oleh pelatih nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus