Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kendaraan, baik mobil maupun motor, memiliki alat komunikasi dengan pengemudi kendaraan lain di jalanan berupa lampu, sign, dan juga klakson (horn).
Alat komunikasi klakson, misalnya, tidak baik digunakan sesuka hati. Ada etika tertulis dan tidak di masyarakat, seperti tulisan larangan klakson di gang sempit.
Pemerintah bahkan menerbitkan aturan teknis klakson bagi produsen mobil atau motor, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Pasal 69 aturan itu menyebutkan, kekuatan bunyi klakson paling rendah 83 desibel dan tertinggi 118 desibel. Aturan ini bertujuan mengurangi polusi suara dan tidak mengganggu indera pendengaran manusia.
Baca juga: Tips Berkendara Sehat dan Aman Bersama Keluarga di New Norma
Membunyikan klakson juga tidak bisa sesuka hati. Contoh penggunaan klakson motor yang tepat adalah pada saat ada motor lain yang sedang melaju dan tiba-tiba pindah jalur atau ketika ingin melintasi sebuah persimpangan jalan dengan visual terbatas.
“Di waktu-waktu seperti itulah, klakson punya tugas untuk paling tidak memberi tahu pada pengguna jalan lain tentang keberadaan kendaraan yang sedang dikendarai,” kata Suzuki di laman resminya yang dikutip Senin lalu, 25 Januari 2021.
Bunyi klakson mobil juga memiliki arti, seperti bunyi satu kali dianggap sebuah sapaan, dua kali diartikan panggilan atau minta perhatian serta ucapan terima kasih.
Penggunaan klakson kendaraan yang salah berisiko memancing emosi pengendara lain, contohnya membunyikan klakson mobil atau motor lama tanpa putus yang memunculkan bunyi panjang.
Pengamat tata kota dan transportasi Yayat Supriyatna pun mengatakan bunyi klakson kendaraan memiliki arti.
"Ada cara supaya bunyi klakson sesuai situasi dan kondisi," Yayat berujar pada Senin, 26 November 2012.
BISNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini