Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAWA berderai di rumah Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam pekan lalu. Di depan tamunya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berseloroh. ”Ini makan malam spesial,” katanya, ”dilakukan di ‘Restoran Teuku Umar’.”
Di meja tersaji sate ayam, sayur lodeh, tempe dan tahu goreng, juga sambal terasi. Mega ditemani Pramono Anung, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Adapun Prabowo didampingi Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra. Taufiq Kiemas, suami Megawati, bergabung belakangan. ”Pak Pramono yang mengundang malam itu,” kata Fadli Zon.
Datang di tengah gerimis pukul tujuh malam, Prabowo tiga jam bertamu di rumah Mega. Dari meja makan, Mega dan tamu-tamunya beranjak ke ruang tamu. Mereka menganggap malam itu merupakan pertemuan dua anak pejuang yang akhirnya berseberangan jalan. Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, adalah petinggi Partai Sosialis Indonesia. Partai ini dibekukan Soekarno, ayah Megawati, pada 1960 karena terlibat pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Permesta.
Dari masa lalu, mereka berbicara tentang situasi ekonomi. Megawati konsisten menyoroti beban masyarakat akibat harga sembilan bahan pokok yang melangit. Ia juga berbicara tentang tingginya angka pengangguran. Topik ini bersambut oleh isu ekonomi kerakyatan yang dibawa Prabowo. Mirip dalam iklan di media massa, Prabowo berbincang bagaimana membangun ekonomi pertanian yang kuat. ”Soal ekonomi ini banyak kami bicarakan,” kata Fadli.
Bertemunya Megawati-Prabowo malam itu, menurut para aktivis partai Banteng, menunjukkan kian dekatnya kedua tokoh. Seorang politikus menyatakan Prabowo, yang selama ini berkampanye menjadi calon presiden, rela ”turun derajat” menjadi orang nomor dua pendamping Megawati. Calon wakil presiden Mega kabarnya akan diumumkan dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan di Solo pekan depan.
Prabowo rupanya bersikap realistis: sejumlah survei menunjukkan posisinya selalu di bawah Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, dan Sultan Hamengku Buwono X. Gerindra juga belum cukup kuat untuk menggerakkan mesin dukungan buat mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu. Tawaran untuk menjadi wakil presiden Megawati tentu cukup menggiurkan.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menyatakan Prabowo masih calon presiden partainya. Ia menganggap pertemuan dengan Megawati merupakan komunikasi politik biasa menjelang pemilu. Apalagi, kata Muzani, Megawati dan Prabowo memiliki banyak kesamaan pandangan. Jika Megawati ingin menggandengnya sebagai wakil presiden, Gerindra menyerahkan segala keputusan pada Prabowo. ”Kalau memang Pak Prabowo bersedia, kami loyal dan siap mem-back up,” kata Muzani.
Anggota Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, mengatakan, terlalu prematur memastikan Megawati menggandeng Prabowo. Namun ia juga mengatakan, terlalu dini menutup peluang keduanya buat berpasangan. Mega memang terus menjajaki calon wakil presidennya. Sebab, ada calon lain yang diintai Megawati: Sultan Hamengku Buwono X.
Taufiq Kiemas bertemu dengan Sultan di Keraton Yogyakarta, Jumat pekan lalu. Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan ini mendarat di Bandar Udara Adisutjipto pukul empat sore dan langsung menuju Keraton Kilen, tempat tinggal Sultan. Sehari sebelumnya, Megawati mengutus Sabam Sirait untuk bertemu dengan Sultan di tempat yang sama. Sabam disuguhi secangkir kopi, kacang rebus, dan aneka penganan kampung. Ia menjadi cucuk lampah—pendahulu bagi kedatangan Taufiq Kiemas.
Pertemuan Taufik Kiemas dan Sultan berlangsung tertutup. Sabam pun tidak mau membuka materi rapat itu. Tapi, sehari sebelum pertemuan itu, Sukardi Rinakit, pendukung utama Sultan, mengatakan suara-suara yang menginginkan duet keduanya cukup keras terdengar.
Sayangnya, kubu Megawati dan Sultan masih belum menurunkan harga. Keduanya berkukuh ingin menjadi orang nomor satu. Menurut Sukardi, Megawati berat jika harus menurun-kan level menjadi calon wakil presiden. Namun kubu Sultan yakin mampu membujuk Megawati menerimanya. ”Jika Sultan dan Bu Mega bertemu, perbedaan itu bisa diatasi,” Sukardi optimistis.
Sumber Tempo mengatakan kubu Sultan menyiapkan sejumlah argumentasi pada kubu Megawati. Intinya, sulit bagi Megawati jika harus berhadap-hadapan langsung dengan Yudhoyono. Sebagian masyarakat Indonesia, ia beralasan, belum bisa menerima perempuan sebagai pemimpin. Isu korupsi yang menggila di zaman pemerintahan Megawati juga gampang diembuskan. Semua tahu dua anggota kabinet Mega dihukum karena kasus korupsi: Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri dan Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar.
Namun Pramono Anung mengingatkan, rapat kerja nasional partainya di Makassar, Mei tahun lalu, memutuskan akan mengusung Megawati sebagai calon presiden. Keputusan itu ia anggap menggugurkan keinginan sejumlah calon presiden yang ingin menempatkan Megawati sebagai orang nomor dua. ”Kalau ada yang ingin menjadi presiden, itu hak mereka. Tapi keputusan partai tetap Bu Mega sebagai presiden,” katanya.
Di dalam tubuh PDI Perjuangan, baik Prabowo maupun Sultan juga memiliki pendukung. Sumber di dalam partai menyebutkan Taufiq Kiemas, yang semula condong ke Sultan, kini mulai melirik Prabowo. Sikap Sultan yang tetap ingin nomor satu membuat Taufiq berubah. Alasan lain, dari sekian calon presiden yang sudah mendeklarasikan diri, Prabowo memiliki pundi-pundi paling tebal. ”Uangnya tidak terbatas,” kata seorang petinggi PDI Perjuangan setengah bercanda.
Ahmad Muzani mengiyakan. ”Pak Prabowo diberi kelimpahan rezeki. Itu semua untuk memajukan rakyat Indonesia,” katanya. Tapi Prabowo juga memiliki titik lemah yang mudah jadi sasaran lawan politik, yaitu isu pelanggaran hak asasi manusia. Soal ini, Muzani menilainya sebagai ”upaya mengungkit lagi kasus lama yang mestinya tidak perlu”.
Sultan juga memiliki pendukung kuat: Ketua Badan Pemenangan Pemilu Tjahjo Kumolo dan anggota Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan, Sabam Sirait. ”Saya berkawan lama dengan Sultan,” kata Sabam, politikus senior. Ketua PDI Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta Djuwarto juga menyatakan mendukung Sultan. ”Kami menyuarakan akar rumput yang mendukung Mega-Buwono (Sultan),” katanya.
Titik lemah Sultan adalah belum adanya mesin partai yang kuat. Partai pendukung Sultan, seperti Partai Republikan Nusantara, belum kokoh bergerak. Banyak yang ragu dengan perolehan suara mereka dalam pemilu. Sultan juga berpeluang kecil untuk mendapat dukungan dari dalam Partai Golkar, tempat ia menjadi anggota Dewan Penasihat.
Agaknya, kencangnya persaingan Prabowo dan Sultan menjadi pendamping Megawati belum akan berakhir di Solo, pekan depan. Konstelasi politik di partai lain juga membuat PDI Perjuangan belum akan menyebut calon wakil presiden pendamping Megawati. Sabam menyatakan rapat Solo belum akan menyebut nama, tapi hanya kriteria. Hal ini, menurut Ganjar Pranowo, merupakan akibat ”turbulensi dan akselerasi” politik yang bergerak sangat cepat. Kata Ganjar, ”Ibu Megawati punya cara sendiri, tunggu saja.”
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Bernada Rurit (Yogyakarta), Hari Tri Wasono (Blitar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo