Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

KIKA Sampaikan Sejumlah Alasan Kampus Harus Tolak Pemberian Izin Tambang

KIKA menyebut wacana kampus dapat izin tambang merupakan jebakan untuk membuat perguruan tinggi yang semestinya kritis menjadi bungkam

28 Januari 2025 | 12.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Satria Unggul Wicaksana Dosen UM Surabaya. um-surabaya.ac.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menolak rencana perguruan tinggi mendapat wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator KIKA Satria Unggul menilai, rencana itu merupakan sesat pikir. Ia menyebut hal tersebut merupakan jebakan untuk membuat perguruan tinggi yang semestinya kritis menjadi bungkam terhadap pemerintahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kampus semestinya kritis jadi tak berisik dengan rezim baru. Karena itu, tawaran itu harus ditolak," kata Satria dalam keterangan resmi, Selasa, 28 Januari 2025.

Satria menjelaskan beberapa alasan kampus harus menolak pemberian WIUP. Pertama, pengelolaan tambang selama ini selalu berdampak negatif terhadap lingkungan. Belum ada rekam jejak tambang memproteksi lingkungan atau melindungi manusia.

"Sehingga kepercayaan terhadap industri ekstraktif ini merupakan upaya mundur dari spirit pemajuan ilmu pengetahuan, inovasi, dan penemuan/invention," kata Satria.

Alasan kedua, Satria tidak setuju pemberian konsesi pengelolaan tambang dapat mengembangkan pendidikan. Pemberian izin itu justru merusak integritas dunia pendidikan dan menghancurkan masa depan bangsa. 

Hal ini karena orientasi tambang adalah keuntungan, tanpa menghitung biaya sosial maupun biaya lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pertambangan.

Alasan ketiga, Satria mengatakan, izin tambang akan mempertahankan neoliberalisme kampus. Kampus diberi kewenangan untuk meraup keuntungan seluas-luasnya melalui konsesi tambang. Melalui korporatisasi dan kapitalisme itu kampus merusak muruah pendidikan tinggi.

"Dan tidak mempertimbangkan hal yang jauh lebih substansial dalam pemajuan ilmu pengetahuan, justru terlibat dalam pragmatisme dan keuntungan seluas-luasnya melalui berbagai bisnis beresiko tinggi, seperti tambang," kata dia.

Alasan keempat, Satria mengatakan, konflik kepentingan dalam pengelolaan izin tambang akan sangat mungkin terjadi. Konflik kepentingan itu berhubungan dengan perebutan profit.

Dalam kondisi itu, menurut Satria, pimpinan kampus tidak bisa menghindari konflik internal di antara civitas kampus yang terhubung dengan kekuasaan dalam pengelolaan tambang.

Alasan kelima, ada potensi fraud dan korupsi dalam pengelolaan tambang. Potensi itu bisa terjadi karena tidak adanya suatu regulasi yang sinkron. "Dalam konteks kampus, sejauh mana korelasi antara good university governance dan WIUPK," kata dia 

Alasan keenam, Satria mengatakan, problem tidak sinkronnya regulasi, perizinan, dan problem birokrasi pertambangan di Indonesia yang jauh dari sifat transparan dan akuntabel. Satria juga khawatir WIUPK yang dimiliki kampus hanya akan digunakan oleh broker, mengingat sejak awal kampus tidak didesain untuk mengelola tambang. 

"Core business kampus adalah pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang cukup jauh dari tujuan pengelolaan tambang itu sendiri," kata dia.

Berdasarkan sejumlah alasan itu, KIKA meminta rencana pemberian konsesi pertambangan itu dibatalkan. Sebab perguruan tinggi lebih banyak mendapatkan dampak negatif ketimbang dampak. 

KIKA pun mendorong pimpinan perguruan tinggi untuk memikirkan bersama dampak sosial dan dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pengelolaan tambang. Termasuk potensi konflik kepentingan dan konflik internal yang akan timbul dari pengelolaan tambang

Dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) untuk pembahasan rancangan undang- undang mengenai perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba), di Jakarta, Senin 20 Januari 2025, salah satu isu dalam RUU itu adalah prioritas pemberian WIUP untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan perguruan tinggi.

Dalam paparan yang dibacakan tim ahli dalam rapat tersebut, prioritas pemberian WIUP kepada perguruan tinggi disematkan dalam Pasal 51A. Pada Ayat (1) pasal tersebut tertulis, WIUP mineral logam bisa diberikan pada perguruan tinggi secara prioritas. Di ayat berikutnya, pertimbangan pemberian WIUP itu adalah akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B.

Pilihan Editor: Wacana Kampus Kelola Tambang, Rektor UIN Jakarta Ungkap Dampak Positif dan Negatifnya

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus