Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -DPR menyatakan sudah menginventarisir 37 Rancangan Undang-Undang yang akan masuk Rancangan Undang-undang (RUU) yang bakal masuk dalam Program Legislasi Nasional disingkat Prolegnas Prioritas 2021.
Dari 37 RUU itu, tiga di antaranya menuai kontroversi alias memantik kegaduhan di tengah masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Total ada 37 RUU yang dipaparkan tim ahli dan Raker keputusan RUU mana saja yang masuk Prolegnas prioritas dilakukan besok," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya, Selasa, 17 November 2020.
Baca juga : Pengusul Klaim RUU Minuman Beralkohol Sudah Menjaga Asas Kebersamaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Willy mengatakan 37 RUU itu belum final masuk daftar Prolegnas Prioritas 2021. Keputusan baru akan dilakukan dalam sidan yang akan digelar hari ini. Berikut adalah 3 RUU kontroversial yang masuk dalam daftar inventarisir DPR:
- RUU BPIP
RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi salah satu RUU kontroversial yang diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2021. RUU usulan Baleg DPR RI ini sebelumnya menuai kontroversi di masyarakat.
Awalnya, rancangan aturan ini bernama RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila yang dimotori oleh PDIP. Rancangan aturan ini mendapat banyak penolakan dari masyarakat, salah satunya oleh Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. RUU tersebut dianggap dapat menggangu Pancasila sebagai dasar negara. Karena penolakan itu, pemerintah kemudian mengajukan perubahan dari RUU HIP, menjadi RUU BPIP yang berfokus pada pengaturan badan tersebut.
- RUU Minol
RUU Larangan Minuman Beralkohol diusulkan 21 anggota DPR, yaitu 18 orang dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Gerindra. RUU Minol sebenarnya telah diusulkan sejak 2015, namun terus mengalami penundaan. RUU ini kembali masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR.
- RUU Ketahanan Keluarga
RUU Ketahanan Keluarga diusulkan oleh anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, Anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher. RUU ini ditolak karena terlalu mencapuri urusan pribadi.
Rancangan UU ini di antaranya, mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam pernikahan, wajib lapor bagi keluarga atau individu LGBT. Aktivitas sadism dan masokisme juga dikategorikan sebagai penyimpangan seksual dalam RUU ini.