Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti merespons pernyataan Ketua DPR Puan Maharani yang menyebut DPR RI periode 2019-2024 berhasil menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU).
Susi menyoroti pencapaian DPR RI yang hanya mengesahkan 48 RUU dari daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau kita bandingkan, 48 itu dari Prolegnas sementara kumulatif terbukanya lebih banyak. Padahal kumulatif terbuka itu bisa saja sebagai respons dari putusan MK, misalnya. Kalaupun respons terhadap putusan MK, kita juga masih bertanya-tanya. Apakah respons terhadap putusan MK itu pada akhirnya dilakukan perubahan pembentukan ataupun pencabutan sesuai dengan putusan MK tersebut?” ungkap Susi dalam acara diskusi publik bertajuk “Bayang-bayang Politisi-Pebisnis dalam Komposisi Dewan Perwakilan Rakyat Periode 2024 – 2029” pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susi juga mempertanyakan Puan yang menafsirkan penggunaan Omnibus Law sebagai transformasi dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional. Padahal, jelas Susi, fakta di lapangan tidak berbanding lurus dengan hal tersebut.
“Banyak rakyat menolak penggunaan metode Omnibus Law lewat berbagai aksi demonstrasi. Tetapi oleh DPR metode Omnibus Law justru diklasifikasikan sebagai transformasi. Jadi saya melihat ini ada ketidaksesuaian atau gap antara keberterimaan terhadap penggunaan metode Omnibus antara DPR dan rakyat,” jelasnya.
Panelis pada debat perdana Capres 2024 itu melihat banyak rakyat beranggapan bahwa Omnibus Law justru merupakan langkah untuk menihilkan atau tidak mengikutsertakan rakyat. Artinya prinsip atau asas demokratisasi pembentukan UU di situ tidak terlihat di dalam penggunaan metode Omnibus.
“Di dalam pidato Puan sama sekali tidak disinggung bagaimana 225 RUU itu bisa dihasilkan. Yang ditonjolkan hanya kuantitas, padahal bagi rakyat itu yang lebih penting adalah kualitas. Dengan menggunakan narasi 225 RUU sebagai peningkatan kuantitas, itu diklaim sebagai citra positif. Padahal kuantitas itu belum tentu memperlihatkan hal sesungguhnya,” pungkas Susi.
Sebelumnya, Puan Maharani mengatakan bahwa selama periode 2019-2024, anggota dewan telah menyelesaikan 225 rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Puan mengungkapkan, RUU yang sudah diselesaikan itu terdiri atas 48 RUU dari daftar Prolegnas 2019-2024 dan 177 RUU Kumulatif Terbuka.
"Kemudian, terdapat 5 RUU yang tidak dilanjutkan pembahasannya," kata Puan saat menyampaikan pidato penutup dalam Rapat Paripurna DPR RI terakhir di periode 2019-2024, Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin, 30 September 2024 dilansir dari Antara.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, RUU yang telah menjadi UU itu di antaranya, UU Tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045, Keimigrasian, Kementerian Negara, dan Dewan Pertimbangan Presiden.
Puan menambahkan, tugas membentuk UU adalah kerja bersama antara DPR dan pemerintah, sehingga menjadi komitmen bersama untuk menyelesaikan daftar program legislasi nasional (Prolegnas) yang ada sebelumnya. Menurut politisi PDI Perjuangan itu, keberhasilan menyelesaikan UU tersebut juga berkat kolaborasi berbagai elemen.
"Semua itu berkat kerja sama berbagai elemen, mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI, Polri, BUMN, dan lainnya," ujar dia.
Puan Maharani menambahkan, Indonesia sejak 2019 sampai 2024 telah melalui banyak permasalahan, mulai dari skala global hingga domestik. Namun, semua itu berhasil dilalui dengan baik oleh Indonesia.
"Indonesia menghadapi berbagai tantangan global. Pandemi COVID-19, geopolitik, pemulihan ekonomi nasional," kata dia.
Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir pada permulaan rapat paripurna Senin telah dihadiri sebanyak 272 orang dari 541 anggota DPR RI, serta diikuti anggota DPR dari seluruh fraksi yang ada.
HATTA MUARABAGJA
Pilihan editor: Soal Lokasi Pertemuan Prabowo-Megawati, Said PDIP: Tempat terbaik yang sakral