Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Megawati Soekarnoputri mengungkapkan adanya pihak yang ingin mengacak-acak Kongres PDIP April mendatang. Dalam peluncuran dan diskusi buku 'Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis' di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024, mantan Presiden ke-5 RI ini prihatin dan mengaku pihak itu tidak ingin Megawati menjadi ketua umum kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah tokoh PDIP dimintai keterangan untuk menjawab isu tersebut. Beberapa mengatakan ada upaya dari tangan-tangan Jokowi yang ingin mengambil alih partai Banteng itu pada Kongres PDIP mendatang melalui pergantian posisi sekretaris jenderal partai. Posisi yang saat ini dijabat oleh Hasto Kristiyanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deddy Sitorus membenarkan isu tersebut sudah beredar dalam internal PDIP. Isu Jokowi cawe-cawe Kongres sudah berkembang luas dan sengaja diembuskan berbagai pihak.
“Saya rasa kita tidak berbeda pendapat (soal Jokowi),” kata Deddy. “Tetapi kami tidak akan ingin menyebut nama di sini karena nama itu tidak layak lagi disebut kalau menurut kami.” ungkap Deddy.
Megawati Disentil Lewat Spanduk
Sejumlah baliho berisi serangan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ditemukan di daerah strategis seperti di jalan Kuningan, daerah Rasunah Said. Baliho-baliho tersebut menyerang keabsahan jabatan Megawati sebagai Ketum. Hal tersebut membuat banyak kader PDIP marah dan diduga pemasangannya sebagai sebuah sistem yang terencana.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDIP) Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy, yang mengatakan baliho sebagai upaya mengacak-acak internal PDIP.
“Dengan beredarnya baliho dan spanduk yang sifatnya menghasut telah menciptakan kondisi siaga-1 di internal PDI Perjuangan untuk memberikan reaksi terhadap adanya upaya ‘mengawut-awut’ PDI Perjuangan menjelang Kongres PDI Perjuangan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Ronny dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis malam, 19 Desember 2024.
Ronny menjelaskan bahwa kepemimpinan Megawati sebagai Ketua merupakan proses yang sah. PDIP merupakan partai yang sah sesuai akta notaris Nomor 05 Tanggal 27 Juni 2024. Begitu pula dengan struktur kepengurusan DPP baru yang diperpanjang dan telah disahkan lewat Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.11.02 Tahun 2024, tertanggal 1 Juli 2024.
"Keabsahan ini tidak terbantahkan dan menjadi dasar kuat bagi PDI Perjuangan dalam menjalankan tugas politiknya," kata Ronny.
Perpanjangan masa kepengurusan dan kepimpinan Megawati hingga 2025 juga telah sesuai Pasal 28 Anggaran Dasar Partai dan Pasal 15 Anggaran Rumah Tangga Partai. Menurut dia, perpanjangan masa kepengurusan menjadi hak prerogatif ketua umum yang diamanatkan lewat Kongres Partai dan Rakernas V PDI Perjuangan Tahun 2024.
Gugatan 5 Kader PDIP
Lima kader PDIP Djupri, Manto, Jairi, Sujoko, dan Suwari menggugat SK perpanjangan kepengurusan PDIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut berisi pembatalan terhadap SK Kemenkumham perpanjangan kepengurusan PDIP periode 2024-2025 ke PTUN. Yang juga berisi soal kepengurusan Ketua Umum yang dijabat oleh Megawati Soekarnoputri.
Namun, kelima penggugat tersebut mengaku telah menarik gugatannya dan meminta maaf kepada kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan seluruh anggota PDIP seluruh Indonesia. Mereka mengungkap telah dijebak untuk menandatangani kertas kosong berisi materai. Mereka tidak tahu ternyata tanda tangan tersebut akan digunakan untuk menggugat partai mereka sendiri.
Deddy Sitorus mengatakan peristiwa tersebut sebagai upaya untuk mengacaukan Kongres PDIP mendatang. “Kalau tanda-tandanya kita bisa lihat dari lima gugatan yang diajukan kelompok tertentu,” kata Deddy kepada wartawan, di gedung DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Desember 2024.
Alfitria Nefi P dan Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka, PDIP: Kalau Benar Ini Politis Sekali